06 Oktober 2025
10:14 WIB
Mengenali Cronic Loneliness, Ketika Seseorang Terus Merasa Kesepian
Chronic loneliness merupakan kondisi ketika seseorang yang merasa kesepian dalam jangka dan secara perlahan memengaruhi kesejahteraan emosional maupun fisik seseorang.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi seorang merasa kesepian. Foto: Freepik.
JAKARTA - Pernahkah Anda merasa kesepian tanpa tahu sejak kapan perasaan itu mulai muncul? Di tengah dunia digital yang membuat kita seolah mudah terhubung dengan siapa saja, rasa sepi itu tetap saja hadir, diam-diam mengisi ruang di antara koneksi yang tampak dekat namun terasa jauh.
Rasa kesepian ini nyatanya tumbuh secara perlahan, dipengaruhi oleh banyak hal seperti pengalaman hidup, lingkungan sosial, dan cara seseorang memandang dirinya sendiri. Kadang juga datang diam-diam, menyelinap di sela rutinitas, lalu tanpa disadari menjadi bagian dari keseharian.
Inilah yang disebut chronic loneliness alias kesepian yang bertahan lama dan secara perlahan memengaruhi kesejahteraan emosional maupun fisik seseorang.
Melansir laman Verywell Mind, pada tahun 2023, Dokter Bedah Umum Amerika Serikat (US Surgeon General) menyebut kesepian sebagai “epidemi baru yang tersembunyi” di Amerika. Ironisnya, di era ketika kita tampak lebih terhubung dari sebelumnya melalui dunia digital, justru interaksi tatap muka yang berkualitas semakin jarang terjadi.
Kesepian kronis menimbulkan perasaan terasing yang mendalam, seolah ada jarak tak kasat mata antara diri sendiri dan orang lain. Kondisi ini muncul ketika seseorang terputus dari hubungan yang bermakna dalam waktu lama.
Bahkan di tengah keramaian, ia bisa merasa seperti hidup di pulau yang sunyi terlihat oleh banyak orang, tetapi tak benar-benar terhubung. Seseorang yang mengalami kesepian kronis bukanlah gangguan mental, melainkan fenomena psikologis alami sebagai masalah kesehatan masyarakat cukup serius.
Kondisi ini bisa dialami oleh siapa saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, orientasi seksual, ras, atau latar belakang ekonomi. Ciri utamanya adalah perasaan bahwa tidak ada satu pun orang yang benar-benar bisa diajak berbagi hidup.
Dalam kehidupan sehari-hari, kesepian kronis sering tampak dalam bentuk kehilangan rasa kasih sayang dan kehangatan, suasana hati yang murung, energi yang menurun, kesulitan tidur, perubahan berat badan, serta menurunnya kesehatan fisik. Beberapa orang menjadi impulsif dalam berbelanja, makan berlebihan, atau menghabiskan waktu menonton tanpa henti hanya untuk mengisi kekosongan emosional.
Ada banyak faktor yang dapat memicu kesepian kronis. Dalam banyak kasus, kesepian muncul karena peristiwa besar dalam hidup, seperti konflik pribadi, perpindahan tempat tinggal, perubahan karier, bencana, atau pandemi.
Di sisi lain, kesepian juga bisa berakar dari pengalaman masa kecil, misalnya tumbuh dalam keluarga yang tidak stabil, kehilangan orang terdekat, atau memiliki kondisi fisik dan mental tertentu yang membuat sulit beradaptasi secara sosial. Tak jarang pula, kesepian bersumber dari dalam diri sendiri di mana muncul karena perasaan cemas, depresi, rendah diri, rasa bersalah, atau pola berpikir yang salah dalam menghadapi tekanan hidup.
Studi One in Three Older Americans Is Lonely dari AARP Foundation pernah melaporkan bahwa lebih dari sepertiga orang dewasa AS yang berusia di atas 45 tahun melaporkan merasa kesepian. Lansia imigran bahkan lebih rentan, karena perbedaan budaya, keterbatasan bahasa, serta hilangnya jejaring sosial di negara baru membuat mereka kesulitan membangun koneksi baru.
Kesepian juga berdampak besar pada remaja, kelompok yang tengah mencari jati diri dan penerimaan sosial. Pada masa ini, kebutuhan untuk dilihat, dipahami, dan dicintai sangat penting bagi perkembangan emosional mereka.
Tanpa hubungan yang mendukung, remaja dapat merasa kehilangan arah dan tumbuh dengan rasa terasing dari lingkungan sekitarnya. Lebih dari sekadar rasa hampa, kesepian kronis juga berpengaruh nyata terhadap kesehatan tubuh.
Penelitian dari UCLA menemukan bahwa kesepian dapat melemahkan sel-sel dalam sistem imun, memicu peradangan, dan meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis. Laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) bahkan menyebut bahwa kesepian dapat meningkatkan risiko demensia, Alzheimer, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, depresi, kecemasan, obesitas, kecanduan zat, gangguan kepribadian, hingga kematian dini.
Kesepian kronis adalah bentuk penderitaan yang sering kali tak terlihat. Namun mengenali rasa sepi ini adalah langkah pertama untuk memulihkan diri.
Caranya Anda perlu membangun kembali hubungan, sekecil apa pun, bisa menjadi awal dari perubahan besar. Karena manusia memang diciptakan untuk terhubung, bukan hidup sendirian di tengah keramaian.