c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

18 Februari 2025

13:11 WIB

Mengenal Jenis Noken Dan Upaya Pelestariannya

Noken bukan sekadar tas atau tempat menaruh sesuatu, tetapi mengandung identitas nilai budaya sangat tinggi bagi masyarakat Papua secara umum dan Baliem.

Editor: Rendi Widodo

<p>Mengenal Jenis Noken Dan Upaya Pelestariannya</p>
<p>Mengenal Jenis Noken Dan Upaya Pelestariannya</p>

Calon pembeli mencoba noken yang dijual dalam Festival Noken di pelataran Sarinah, Jakarta. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

JAKARTA - Maria Logo begitu serius merajut noken. Dia terlihat tenang dan matanya tidak pernah berpindah dari objek rajutan yang dikerjakannya. Perempuan itu mengerjakan rajutan noken untuk dijual sebagai suvenir dari Kabupaten Jayawijaya, tatkala ada wisatawan yang berkunjung ke daerah itu.

Dikutip dari Antara, Senin (17/2), noken bukan sekadar tas atau tempat menaruh sesuatu, tetapi mengandung identitas nilai budaya sangat tinggi bagi masyarakat Papua secara umum dan Baliem, sebutan khusus untuk masyarakat Lembah, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.

Bahkan, pada struktur masyarakat adat Baliem, noken memiliki kedudukan istimewa, baik dalam aktivitas sosial maupun budaya dalam pergaulan sehari-hari. Noken memiliki delapan klasifikasi yang kegunaan dan fungsinya pun berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan yang digunakan dalam keseharian maupun acara-acara adat.

Noken, bagi masyarakat Baliem, Lanny, maupun daerah lainnya di Papua Pegunungan, memiliki perbedaan dari corak warna maupun bentuk. Noken dengan corak tertentu dapat mengidentifikasi hasil produksi dari masyarakat Baliem, Lanny, ataupun daerah lain di Papua Pegunungan.

Jenis noken
Di masyarakat Baliem sendiri ada delapan jenis noken yang diketahui, yakni Su Segerakhi, Su Ewe, Su Aga, Su Hele Kagailek, Su Hanom Su, Su Himpiri Su, Su Inamporawie dan Inukuluak Su.

Su Segerakhi (bentuknya memanjang dan tidak memiliki tali yang dapat diikat di kepala maupun lengan), merupakan jenis yang difungsikan untuk ritual adat pada saat orang meninggal atau lebih tepatnya pelunasan utang yang harus disertakan dengan noken dan kapak batu. Noken ini tidak bisa dibawa-bawa atau dipindah, hanya bisa diletakkan di honai (rumah adat Papua) kaum pria.

Su Ewe merupakan isi dari noken lain, setelah dilaksanakan ritual adat oleh masyarakat Lembah Baliem Su Segerakhi.

Su Aga digunakan oleh masyarakat Lembah Baliem untuk menutup bayi dari kepala hingga kaki, supaya si bayi tidak mendapat gangguan, seperti masuk angin, terkena langsung sinar Matahari, binatang kecil maupun gangguan lainnya, sehingga dapat terlindungi.

Su Himpiri Su digunakan untuk membawa semua hasil perkebunan/pertanian oleh masyarakat Lembah Baliem untuk diangkut dari kebun ke rumah ataupun pasar.

Su Hanom Su digunakan oleh kaum pria atau wanita yang ingin bepergian supaya bisa mengisi semua keperluan. Noken ini biasanya dipakai oleh kaum pria di lengan dan wanita di kepala.

Su Hele Kagailek digunakan pada saat pesta perkawinan mawe, dimana pelepasan status dari gadis untuk menjadi ibu, sebelum noken-noken lain susun. Awalnya harus diletakkan Su Hale Kagailek, sebagai tanda pelepasan status dari gadis menjadi ibu.

Su Inamporawie dikhususkan hanya untuk wanita karena digunakan untuk menutup bagian belakang. Dalam budaya masyarakat Lembah Baliem kalau kaum wanita berjalan tanpa adanya benda di bagian belakang, merupakan pantangan. Benda itu harus dipikul, menandakan bahwa itu perempuan dan gadis terhormat.

Sementara Inukuluak Su merupakan noken yang dipakai sebagai topi bagi masyarakat Papua Pegunungan, khususnya Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya.

Ketua Kelompok Noken Suara Hati Ibu Kabupaten Jayawijaya sekaligus tokoh perempuan Maria Logo menjelaskan bahwa dari delapan jenis noken itu, semuanya dibuat menggunakan bahan alami.

Bahan dasar untuk membuat noken, saat ini mulai langka ditemui di Kabupaten Jayawijaya, karena berada di kabupaten tetangga, seperti Kabupaten Mamberamo Tengah dan Yalimo.

Kemampuan merajut noken harus terus diwariskan kepada generasi saat ini, sehingga mereka mengetahui identitas mereka sebagai "perempuan gunung", istilah bagi perempuan yang berasal dari Provinsi Papua Pegunungan.

Maria Lago melihat bahwa anak-anak muda, khususnya kaum perempuan di daerahnya, menganggap noken sebagai tas biasa yang tidak memiliki nilai yang sakral dalam budaya. Karena itu, semua pihak harus terlibat untuk menumbuhkan kesadaran agar generasi muda kembali ke pemahaman leluhur bahwa noken merupakan warisan sakral yang harus dihormati dan dilestarikan.

Oleh karena itu, pada setiap kesempatan apapun dirinya selalu mengingatkan kepada semua pihak, termasuk pemerintah daerah untuk mempertahankan keaslian pembuatan noken asli Baliem dan dilakukan pembinaan secara kontinu.

Selain itu, dia juga selalu mengingatkan kepada ibu-ibu dalam berbagai kesempatan untuk mengajari anak-anak mereka, khususnya perempuan, untuk belajar merajut noken. Bagi dia, warisan membuat noken harus diajarkan terus-menerus kepada generasi selanjutnya supaya tidak punah.

Program pelestarian noken Papua yang sudah dilaksanakan oleh Provinsi Papua Pegunungan, termasuk Kabupaten Jayawijaya, adalah terkait dengan program transformasi komunitas untuk kerukunan.

Program ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi masyarakat, khususnya anak-anak, dengan noken sebagai sarana menjalin kerukunan. Hal ini karena noken bukan hanya digunakan oleh masyarakat Papua, melainkan juga warga non-Papua.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar