01 Oktober 2024
19:53 WIB
Menapaki Jejak Asal-Usul Es Gempol Pleret Yang Langka
Memiliki rasa sama dan rupa sedikit berbeda, ada keyakinikan jika es gempol pleret berasal dari tiga daerah berbeda yakni Solo, Semarang, dan Jepara.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Rendi Widodo
Es gempol pleret yang semakin langka di Jawa Tengah. Dok. Indonesia Kaya
JAKARTA - Memiliki ragam kuliner khas dalam bentuk minuman menyegarkan yang berasal dari berbagai daerah, salah satu jenis minuman yang menarik untuk dikenal lebih dalam kali ini adalah es gempol pleret, yang berasal dari Jawa Tengah.
Berdasarkan sejumlah literatur berbeda, minuman satu ini berasal dari kota berbeda pula, ada yang menyebutnya berasal dari Solo, namun ada juga yang menyebut minuman ini asli Semarang, dan ada yang meyakini es gempol pleret berasal dari Jember.
Meski demikian, es gempol pleret yang dimaksud memiliki rupa dan cita rasa sama, yakni adonan tepung beras yang dibentuk bulat dan pipih, kemudian dicampur dengan santan dingin dan gula jawa sebagai pemanis, tak lupa es batu untuk memberi sensasi dingin dan semakin menambah kesegaran.
Sedikit perbedaan mungkin akan terlihat dari rupa di mana di masing-masing kota, masing-masing adonan tepung berasnya dibuat dengan warna berbeda.
Di Jepara atau Semarang misalnya, tepung beras pada es gempol pleret ukumnya berwarna merah muda, begitupun pada airnya. Hal tersebut lantaran selain santan dan gula jawa, sebagai pemanis tambahan gempol pleret di daerah ini diberi tambahan sirup tradisional.
Meski menjadi minuman khas, keberadaan es gempol pleret kekinian tak mudah ditemui dan tak sebanyak es tradisional lain layaknya es cincau, podeng, atau es teler.
Es Gempol Pleret dalam Serat Centhini
Di sisi lain, mungkin ada penjelasan tersendiri mengapa eksistensi es gempol pleret bisa meluas dan diakui berasal dari tiga wilayah sekaligus termasuk Solo.
Terungkap bahwa minuman tradisional satu ini nyatanya telah ada sejak era Mataram Islam, dan masuk dalam dalam daftar 48 hidangan wajib dalam jamuan makan tradisional Jawa pada abad ke-18 dan 19, yang tertulis dalam Serat Centhini karya R. Ng. Soeradipoera pada tahun 1814.
Sekadar informasi, Serat Centhini sendiri merupakan salah satu jenis naskah kuno Jawa yang mengulas banyak kuliner-kuliner yang berkembang di masyarakat, khususnya di masa peradaban Mataram Islam di Kertasura, yang mana Saat itu Keraton Kartasura dipimpin oleh Pakubuwono V.
Di Solo sendiri, minuman satu ini diyakini berasal dari Desa Karangwuni, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo. Sementara penyebarannya ke Semarang diyakini lantaran dulunya banyak warga Desa Karangwuni merantau ke Semarang untuk berdagang es gempol pleret.
Diketahui jika saat ini hanya tersisa sekitar sembilan warga Karangwuni yang menjadi produsen gempol pleret, dan 15 orang yang menjual minuman ini termasuk yang merantau ke Semarang.
Mengutip laman Pemkot Solo, para produsen gempol pleret yang tersisa dipastikan mewarisi resep adonan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Jenis beras yang digunakan untuk membuat adonan gempol pleret pun menggunakan beras kualitas tinggi, yakni beras raja lele.
Salah satu produsen es gempol pleret yang tersisa di Solo yakni Pak Suhar, mengungkapkan jika dalam pembuatan ia biasa menumbuk beras dan mengeringkannya, sebelum dibentuk bulat-untuk kemudian direbus dan dimasak dengan daun pandan agar beraroma sedap.
Penggunaan daun pandan pada biji gempol juga bertujuan membuat biji yang tadinya putih berubah menjadi kehijauan.
Sudah berjualan sejak tahun 1998, kini Pak Suhar membuka warung es gempol pleret di samping Masjid Tegalsari, Jalan Dr. Wahidin Solo, dengan lokasi yang mudah ditemukan karena berada di seberang pertigaan Tugu Lilin Laweyan.
Meski warungnya kecil, namun lima meja panjang yang ada di sana dapat memuat hingga 30 orang untuk menikmati es gempol pleret jika sedang penuh.