20 Oktober 2025
19:52 WIB
Memetakan Kemampuan Motorik Anak Usia Dini Lewat Inovasi Ai
Peneliti yang juga dosen Universitas Bengkulu menciptakan inovasi berbasis AI yang bisa memetakan kemampuan motorik anak.
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi anak yang sedang bermain melatik kemampuan motorik. Foto: Freepik.
JAKARTA - Peneliti Universitas Bengkulu, Della Maulidiya memperkenalkan inovasi untuk menilai keterampilan motorik anak usia dini secara lebih objektif dan efisien berbasis kecerdasan buatan (AI). Pola ini diharapkan bisa menggantikan metode konvensional yang bergantung pada pengamatan guru.
Metode tersebut dipaparkan dalam The 12th International Conference on Computer, Control, Informatics and Its Applications (IC3INA) yang diselenggarakan oleh Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Rabu (15/10).
Dalam penelitiannya yang berjudul Preliminary Evaluation of an AI-Based Postural Assessment Application for Motor Skill Perception in Early Childhood Physical Education, Della dan tim menggunakan MediaPipePose dan OpenCV untuk menganalisis postur anak, termasuk kemiringan leher dan keseimbangan tubuh. Hasil analisis kemudian diklasifikasikan ke dalam kategori postur baik atau kurang baik.
Uji coba terhadap 25 siswa SD berusia 6-7 tahun menunjukkan hasil menjanjikan. Tingkat kesesuaian antara analisis AI dan penilaian ahli mencapai Cohen’s Kappa 0,618, menandakan reliabilitas tinggi dalam pengukuran postur tubuh.
Sistem ini juga dapat memetakan empat profil motorik anak, sehingga guru bisa memberikan latihan yang lebih personal, misalnya side shuffle atau crab walk bagi siswa dengan masalah keseimbangan. "AI bukan untuk menggantikan peran guru, melainkan menjadi mitra diagnostik yang memberikan data objektif," jelas Della, dikutip dari laman BRIN.
Pemanfaatan AI dalam dunia pendidikan terus berkembang, menghadirkan pengalaman belajar yang semakin personal dan adaptif. Namun, di balik peluang besar itu, peneliti menyoroti pentingnya menjaga keadilan dan nilai kemanusiaan dalam penerapannya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ika Diyah Candra Arifah dari Universitas Negeri Surabaya dalam presentasinya berjudul, “Menjembatani Adaptasi Algoritmik dan Kesetaraan Andragogis dalam Pembelajaran yang Dipersonalisasi oleh AI”.
Penelitian tersebut memperkenalkan konsep andragogical equity prinsip yang menegaskan bahwa AI harus menghormati kebutuhan pembelajar dewasa, termasuk aspek otonomi, relevansi, dan keadilan dalam proses belajar.
Melibatkan 160 mahasiswa pengguna alat bantu Two-Listed AI, studi ini menemukan bahwa personalisasi berbasis AI dapat meningkatkan pengalaman belajar dan prestasi akademik, terutama ketika peserta didik merasa nyaman dan percaya pada teknologi tersebut.
Meski demikian, Ika menekankan bahwa keberhasilan AI dalam pendidikan bukan semata bergantung pada kecanggihan algoritma. "Yang terpenting adalah bagaimana teknologi diterima dan dirasakan oleh pengguna," ujarnya.
Ia menambahkan, desain AI dalam pembelajaran sebaiknya manusiawi, transparan, adil, dan inklusif, agar manfaatnya dapat dirasakan semua kalangan. Para peneliti juga merekomendasikan agar penilaian manusia tetap dikombinasikan dengan umpan balik AI, serta dilakukan studi lintas budaya untuk memastikan penerapan teknologi ini tidak menimbulkan kesenjangan baru.