19 Oktober 2024
10:12 WIB
Memahami Sudut Pandang Unik Penyandang Autisme Di Aku Jati, Aku Asperger
Tak hanya memberi sudut pandang seorang penyandang asperger, lebih jauh, film Aku Jati, Aku Asperger menggambarkan tentang perjuangan mereka untuk menjalani keseharian dalam kehidupan.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Cuplikan Aku Jati, Aku Asperger. Sumber foto: YouTube/ Falcon.
JAKARTA – Jati seorang anak muda dengan cara pandang unik terhadap dunia. Cintanya hanya untuk kereta api dan kakak laki-lakinya, Daru, yang merawat dan menjaganya. Meski begitu, dia berdedikasi atas banyak hal, termasuk dalam pekerjaan.
Jati yang menyandang asperger, sindrom autisme, tak bisa memahami banyak aspek dalam komunikasi orang-orang kebanyakan. Namun dia memiliki hati yang tulus dan perkataan yang paling jujur.
Suatu ketika, seorang perempuan muda, seorang vlogger, datang untuk mewawancarainya. Jati yang sedang berada di kelas, fokus membuat gambar, dengan lembaran kertas dan pulpen yang tersusun rapi di atas mejanya, mengabaikan perempuan bernama Jenar itu.
Jenar berusaha menarik perhatian Jati agar bersedia untuk berbincang-bincang. Mula-mula mengarahkan kamera ke Jati, kemudian menggoda dengan menyentuh alat-alat menggambar hingga sedikit berantakan. Keduanya tak beroleh respon, Jati hanya beralih sejenak untuk merapikan lagi susunan letak alat-alat gambarnya.
Kehabisan akal, Jenar berusaha menarik lembar kerta lukisan Jati. Dia ingin melihat, agar bisa berbasa-basi setidaknya dimulai dengan memberi pujian atas gambar tersebut. Tapi gerakan tersebut mendapat perlawanan dari Jati hingga tanpa terduga, lembar kertas gambar itu sobek.
Jenar kaget, sementara Jati seketika gemetar, lalu meraung tak terkendali. Jati masuk ke dalam fase kritis, tak mampu lagi menenangkan dirinya, seolah berada dalam suatu bahaya besar.
Momen itu dipahami oleh Jati sebagai kejadian luar biasa. Yang bisa menenangkannya adalah kakanya, Daru yang segera datang, membuka percakapan dengan simulasi ala masinis kereta api. Daru meminta izin untuk komunikasi radio, Jati merespon dengan memberi izin. Selanjutnya, mereka saling melaporkan situasi terkait kereta dan lintasan.
Begitulah penggalan cerita pembuka film Aku Jati, Aku Asperger. Film produksi Falcon Pictures, dari sutradara Fajar Bustomi dan dibintangi Jefri Nichol dan Dikta Wicaksono.
Fajar Bustomi, bersama Jefri Nichol yang memerankan karakter Jati dan Dikta Wicaksono memerankan Daru, menggambarkan dunia seorang penyandang asperger dengan treatment yang mumpuni. Penggambaran miniatur kereta api di lintasan, hingga imbuhan teks animasi yang menggambarkan isi pikiran seorang Asperger, semuanya menjadi perpaduan yang menarik untuk disimak.
Melalui sorot kamera yang presisi, Fajar Bustomi berusaha memberi penjelasan bahwa begitulah pandangan dunia seorang penyandang asperger. Orang-orang spesial yang di satu sisi memiliki kekurangan dalam laku komunikasi sosial, namun di sisi lain memiliki kelebihannya sendiri.
Penonton diajak untuk memahami Jati, yang dibawakan dengan ciamik oleh Jefri Nichol. Seseorang yang menyukai keteraturan dan rutinitas dan sangat teliti, seseorang yang selalu menginginkan semuanya terkontrol, teratur, serta terjadwal. Perubahan adalah ancaman nyata bagi seorang asperger.
“Lewat film ini saya ingin teman-teman mengenal bahwa ada keluarga yang memang Tuhan ciptakan mereka itu anak-anak spesial, inilah ceritanya, kayak gini loh. Mereka mungkin terlihat berbeda sama kita, tapi mereka juga manusia, mereka punya hati,” ungkap Fajar Bustomi dalam kesempatan Gala Premier di Jakarta, Kamis(17/10).
Dukungan dan Kehadiran Orang Terdekat
Tak hanya memberi sudut pandang seorang penyandang asperger, lebih jauh, Aku Jati, Aku Asperger menggambarkan tentang perjuangan mereka untuk menjalani keseharian layaknya orang-orang pada umumnya. Seperti Jati yang juga menjalani pekerjaan sebagai pembersih taman pemakaman, menaiki bus bersama banyak orang, atau tetap mempunyai teman.
Film ini menggambarkan bagaimana peran orang-orang terdekat, dari keluarga dan teman, amatlah berarti bagi penyandang asperger.
Aspek drama juga dibangun dengan kuat, menghadirkan momen-momen emosional yang agaknya memang relevan dengan kondisi orang-orang dengan asperger di luaran sana. Bagi keluarga, mereka tak dianggap berbeda kecuali hanya memiliki karakter yang unik. Tapi bagi lingkungan sosial, mereka kerap dicap ‘gila’.
Dikta Wicaksono menyampaikan perspektif haru tersebut dengan baik pula, sebagai seorang Kakak yang menerima dan berusaha untuk terus mendukung adiknya. Dikta yang memiliki pengalaman langsung dengan para penyandang autisme dan juga disabilitas lainnya, tampak meresapi betul kegundahan hati orang-orang terdekat si penyandang asperger.
“Saya dari kecil itu kebetulan berhubungan dengan teman-teman yang punya kelebihan, macam-macam, autisme dan lain-lain. Kakak saya tuli, jadi dari kecil saya menemani, anterin kakak saya di sekolah dia. Saya kebetulan punya privilege berhubungan dengan mereka, jadi mengetahui gimana behaviour mereka,” tutur Dikta menekankan bahwa gambaran karakter Jati adalah gambaran yang lengkap tentang seorang asperger.
Adapun sang pemeran utama, Jefri Nichol mengungkapkan harapannya agar film Aku Jati, Aku Asperger bisa berdampak bagi penonton. Melalui perannnya itu, Nichol mengajak penonton untuk memahami lebih baik tentang orang-orang dengan asperger. Bahwa mereka juga manusia, maka perlu dipandang dan diperlakukan dengan penuh hormat.
Aku Jati, Aku Asperger disutradarai oleh dibintangi oleh Jefri Nichol, Dikta Wicaksono, Hanggini, Carissa Perusset, Livy Renata, Dikta Wicaksono, Willem Bevers, Nopek Novian, Gabriel Prince, serta Vonny Anggraeni. Film ini akan tayang di bioskop Indonesia 31 Oktober mendatang.