15 April 2024
15:52 WIB
Memahami Filosofi Mendalam Bunga Sakura Pada Masyarakat Jepang
Tak hanya sekedar menjadi daya tarik wisata, bunga sakura yang sangat dijaga juga menjadi lambang kebanggaan dan warisan budaya yang kuat di Jepang.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Rendi Widodo
Bunga sakura yang punya makna mendalam di Jepang. Unsplash
JAKARTA - Jagat maya belakangan dibuat heboh dengan tersebarnya sebuah video rombongan wisatawan yang merusak sebuah pohon bunga sakura di Jepang. Setelah ramai beredar, diduga jika rombongan turis yang dimaksud berasal dari Indonesia.
Dalam video yang beredar, nampak salah satu pria paruh baya dalam rombongan yang dimaksud sedang menggoyang-goyangkan ranting agar bunga sakura berguguran. Di saat bersamaan, seorang perempuan muda memegang kamera tampak menikmati jatuhan bunga sakura.
Dugaan para wisatawan yang berasal dari Indonesia muncul lantaran dalam video tersebut terdengar celetukan berbahasa Indonesia.
Setelah ditelusuri, video sendiri awalnya diunggah dalam sebuah grup komunitas pencari tips pelesiran ke Jepang, pada Kamis (11/4). Menurut keterangan pengunggahnya, momen tersebut terjadi di kota Nara, dua hari sebelumnya atau pada Selasa (9/4).
"Saya bertanya kepada mereka dan orang itu menjawab Indonesia. Saya terdiam ketika melihat mereka melakukannya," tulis pengunggah video, saat mendapat komentar pertanyaan dari mana rombongan wisatawan itu berasal.
Meluas ke berbagai platform media sosial lainnya, video aksi 'perusakan' pohon sakura ini sontak langsung mendapat kritik tajam, termasuk dari masyarakat di Tanah Air.
Selain dinilai mencoreng nama wisatawan Indonesia, perbuatan tersebut nyatanya memang mencerminkan perilaku tidak menghormati destinasi wisata, dalam hal ini Jepang.
Pasalnya, di Jepang bunga sakura bukan sekadar menjadi daya tarik wisata, melainkan simbol atau lambang kebanggaan dan warisan budaya yang kuat dengan filosofi dan makna yang mendalam.
Mengenal Makna dan Filosofi Bunga Sakura
Bunga sakura, atau sering juga disebut sebagai cherry blossoms, mekar selama beberapa minggu setiap musim semi di antara bulan Maret hingga April.
Bagi masyarakat Jepang, bunga ini melambangkan kehidupan sekaligus mortalitas, serta keindahan sekaligus kekerasan.
Sedangkan dikutip dari arsip Library of Congress dan buku "Sejarah Asia Timur Dari Masa Peradaban Kuno Hingga Modern" (2017) karangan Anisa Septianingrum, bunga sakura memiliki dua makna.
Pertama, bunga sakura menjadi simbol utama sebuah perayaan yang dinamakan Hanami. Ritual Hanami adalah tradisi Jepang yang ditujukan untuk menghormati kecantikan singkat bunga sakura. Upacara ini sering disebut sebagai “mengamati bunga”.
Diceritakan bahwa di masa lalu, petani akan mengadakan doa, memberikan persembahan, dan mengadakan pesta di bawah pohon sakura. Tujuannya adalah berharap supaya mendapatkan hasil panen yang melimpah.
Namun saat ini, Hanami telah menjadi acara tahunan yang dinantikan oleh semua orang.
Pada musim semi, masyarakat bersama keluarga dan teman-temannya akan berkumpul untuk piknik dan merayakan Hanami di bawah pohon sakura. Mereka akan bersama-sama bernyanyi, menikmati berbagai makanan dan minuman.
Sementara itu di sisi lain, bunga sakura juga memiliki filosofi yang cukup kontradiktif, dengan menggambarkan kehidupan dan kematian sekaligus.
Bunga sakura melambangkan siklus kehidupan. Di mana saat bunga mekar, orang akan merayakannya dengan sukacita. Sementara saat bunga berguguran, orang akan merenung untuk mengenang yang telah pergi.
Kondisi di atas mirip dengan siklus kehidupan, yang dimulai dari kelahiran, berlanjut dengan menjalani hidup, kemudian berakhir dengan kematian.
Secara filosofis, dapat diartikan bahwa bunga sakura melambangkan kehidupan singkat namun indah.
Dari dua makna dan filosofi di atas, tak heran jika Jepang sebenarnya memiliki peraturan tak tertulis atau semacam etika yang wajib dipatuhi tak hanya bagi masyarakat lokal namun juga wistawan, dalam menikmati keindangan bunga sakura.
Salah satu peraturan yang dimaksud adalah larangan merusak, mematahkan, terlebih memanjat pohon yang dianggap sebagai tindakan tidak sopan. Larangan ini juga dibuat, lantaran pohon bunga sakura sendiri memiliki karakter halus dan ringkih sehingga cukup dinikmati dari jarak tertentu saja.