c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

17 Desember 2021

18:47 WIB

Lombok Tengah Punya 100 Lebih Angkringan

Sejatinya, angkringan sudah ada sejak era sebelum kemerdekaan. Orang-orang di Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah disebut sebagai penggagasnya.

Editor: Rikando Somba

Lombok Tengah Punya 100 Lebih Angkringan
Lombok Tengah Punya 100 Lebih Angkringan
Petugas berada di Museum Angkringan di Sawit, Ngerangan, Bayat, Klaten, Jawa Tengah, Selasa (14/9/2021). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

PRAYA- Angkringan, warung tempat makan yang biasanya dominan terdapat di Jawa Tengah, kini meruyak di banyak wilayah di Tanah Air. Bahkan, kini warung sebagai ikon Usaha Kecil Menengah (UKM) tersebut juga marak di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Usaha angkringan kii menjadi tren untuk kalangan milenial menongkrong.

Data pemerintah setempat mencatat, tempat angkringan baik itu kedai kopi dan makanan di Lombok Tengah itu sekitar 128 angkringan yang tersebar di 12 Kecamatan.

"Bisa kita lihat sekarang di Kota Praya saja cukup banyak, belum di Kecamatan lainnya termasuk di Kuta yang menjadi bagian dari KEK Mandalika.  Ini tentunya menjadi momen bangkitnya ekonomi masyarakat di tengah pandemi covid-19 yang saat ini telah surut," kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Lombok Tengah, Ikhsan di Praya, Jumat (17/12).

Ia mengatakan, pada prinsipnya pemerintah daerah terus berupaya mendorong dan menggerakkan sektor riil dengan usaha yang kekinian. Angkringan yang menjadi tempat anak muda melakukan interaksi dan berkumpul, juga menjadi salah satunya.

"Kita akan terus melakukan pembinaan dan pelatihan kepada semua pelaku UMKM guna meningkatkan kualitas produksi mereka," katanya.

Dikutip dari Antara, pemerintah setempat juga berencana membuat keberadaan angkringan kian terakomodir, seperti Food Center dan kedai kopi serta usaha makanan lainnya bisa memiliki keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

“Walau ini sifatnya dalam skala kecil, tapi aktivasi yang berbelanja tetap ada setiap harinya, sehingga dampaknya bisa dirasakan langsung oleh warga," katanya.

Sebelum Kemerdekaan
Angkringan sendiri identik menjual aneka makanan dengan harga murah meriah. Menu yang dijajakan di kedai tersebut bervariasi. Ada nasi bungkus atau nasi kucing, nasi goreng, nasi oseng, bakmi, dan capjay sejenis capcay yang semuanya dikemas dalam ukuran mini. Ada pula beraneka lauk seperti  macam-macam jenis gorengan, aneka sate, tahu serta tempe bacem, dan berbagai camilan tradisional lainnya. 

Sejatinya, angkringan  sudah ada sejak era sebelum kemerdekaan. Dikutip dari Solo Posangkringan dibesut oleh orang-orang di Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Mereka lah yang  diyakini sebagai pencetus warung yang kini merambah ke berbagai daerah di Indonesia tersebut.

Awalnya angkringan dijajakan dengan pikulan. Pada kotak pikulan bagian depan digunakan untuk menaruh barang dagangan salah satunya nasi kucing serta perkakas. Pada pikulan bagian belakang digunakan untuk membawa cerek wadah minuman.

Hingga kini, warga Ngerangan dari generai ke generasi aktif berjualan angkringan yang mulai dirintis sejak 1930-an. Di luarJawa, mereka pula yang dominan menyebarkan dan mempopulerkan.

Sejarawan Solo Heri Priyatmoko mengaku pernah melakukan riset soal ini.  Ia menyebutkan, meski kini berada di berbagai daerah dengan nama berbeda, angkringan merupakan budaya asli Solo. 

Konsep makanan yang disajikan dalam ukuran mini, membuat konsumen kerap tak puas jika hanya makan satu bungkus nasi dengan satu tempe bacem. Beraneka ragam makanan dan lauk lainnya membuat biaya makan bertambah, dan waktu menyantapnya juga lebih lama.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar