23 Oktober 2025
14:23 WIB
Kenali Penyebab Bayi Rewel, Dari Overstimulasi Hingga Perut Kembung
Buat ibu baru, bayi yang rewel tentu membuat cemas dan kebingungan. Penyebabnya bisa beragam, penting untuk mengenali penyebabnya.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi bayi menangis. Freepik.
JAKARTA - Bayi yang menangis terus-menerus sering membuat orang tua cemas dan kebingungan. Apalagi bagi ibu baru, tangisan tanpa henti bisa menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah bayi lapar, kembung, atau justru overstimulasi.
Menanggapi hal tersebut, dokter spesialis anak sekaligus konselor laktasi lulusan Universitas Indonesia, dr. Dimple Nagrani menekankan, hal terpenting yang perlu dilakukan orang tua adalah mengenali pola dan irama keseharian bayi.
Salah satu penyebab paling umum bayi rewel adalah kembung. Namun, menurut dr. Dimple, kembung sebenarnya bisa dicegah dengan kebiasaan sederhana.
"Sesimpel habis menyusu, sendawakan bayi selama kurang lebih 30 menit. Ini bisa membantu mengeluarkan udara yang terperangkap di perutnya,” ujar dr. Dimple di Jakarta.
Kebiasaan ini, lanjutnya, sering diremehkan padahal sangat penting. Bayi yang tidak sempat bersendawa bisa merasa penuh atau tidak nyaman sehingga lebih mudah menangis.
"Kalau kita rutin melakukannya, biasanya bayi akan lebih tenang dan tidurnya pun lebih nyenyak,” tambahnya.
Berbeda dengan kembung, overstimulasi biasanya terjadi karena bayi menerima terlalu banyak rangsangan dari lingkungan, bisa dari suara, cahaya, atau aktivitas di sekitarnya. Ia menjelaskan, bayi baru lahir belum mudah mengalami overstimulasi, karena fungsi penglihatan dan kesadarannya terhadap lingkungan belum berkembang sempurna.
Akan tetapi, ketika bayi berusia empat bulan, dr. Dimple menyebutnya sebagai usia kepo, menjadi fase di mana bayi mulai mengenal dunia sekitar. Ia mulai tertarik dengan wajah orang lain, suara yang berbeda, atau mainan yang berwarna terang.
"Nah, di fase ini overstimulasi mulai sering terjadi. Karena otak bayi seperti spons, menyerap semua hal yang dilihat dan didengar,” katanya.
Ketika overstimulasi terjadi, bayi biasanya tampak lelah namun sulit tidur. Ia bisa menangis tanpa sebab jelas, menolak menyusu, atau malah tampak gelisah saat digendong.
“Biasanya usia tiga setengah bulan ke atas, bayi mulai menghadapi banyak suara dan cahaya baru dari lingkungan. Itu sebabnya, mereka perlu waktu untuk menyesuaikan diri,” jelasnya.
Menurut dr. Dimple, salah satu kesalahan umum orang tua adalah mencoba menenangkan bayi dengan terburu-buru seperti memindahkan dari satu posisi ke posisi lain, mengganti pakaian, atau bahkan langsung menyusui tanpa tahu apa penyebab rewel sebenarnya. Terkadang, bayi hanya membutuhkan pelukan dan ketenangan.
“Gendong saja dulu, dekap dulu. Kadang cukup dengan sentuhan dan suara ibu yang lembut. Bisa juga dengan membuat suara shushing seperti desiran angin. Bayi itu sangat peka terhadap kehadiran dan energi kita,” tuturnya.
Ia mengingatkan, emosi ibu sangat berpengaruh terhadap bayi. Ketika ibu panik atau cemas, bayi bisa ikut merasakan getaran itu dan menjadi makin gelisah.
"Kalau bisa, ibunya juga jangan terlalu deg-degan. Tenangkan diri dulu, tarik napas, baru gendong bayinya. Percaya deh, bayi bisa merasakan ketenangan dari pelukan ibunya,” jelas dr. Dimple.
Selain itu, ia juga menekankan agar mengandalkan insting keibuan. Setiap ibu memiliki cara unik dalam mengenali dan menenangkan anaknya.
Ia menyarankan agar orang tua membangun rutinitas harian yang konsisten seperti jadwal menyusu, waktu tidur, serta sesi bermain yang tidak terlalu lama agar bayi tidak mudah lelah. Dengan begitu, bayi akan belajar mengenali ritme hariannya dan merasa lebih aman.
"Kalau kita punya pola yang jelas dan konsisten, bayi juga akan belajar untuk tenang. Dan yang paling penting, percaya pada diri sendiri. Karena pelukan ibu, ketulusan ayah, dan suasana hati yang damai adalah obat pertama bagi setiap tangisan bayi," pungkasnya.