14 Agustus 2021
17:09 WIB
Editor: Rikando Somba
JAKARTA- Diabetes kian menjadi ancaman serius bagi kesehatan warga dunia, tak terkecuali bagi Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 mencatat prevalensi diabetes melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018.
Bahkan, kini juga tercatat bahwa prevalensi penyakit ini pada penduduk berusia ≥15 tahun mencapai 10,9%. Kenaikannya hampir dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Menurut estimasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2016, diabetes termasuk salah satu dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Ada 6% kematian di Tanah Air ini disebabkan diabetes.
Sayangnya, dicatat juga bahwa dari data yang sama, dari total penderita baru sekitar 25% penderita diabetes yang mengetahui dirinya menyandang diabetes. Karenanya, akan lebih baik tiap individu untuk mengetahui diabetes yang dialami dan gejala-gejalanya.
Ada tiga gejala khas pada penyakit diabetes tipe-2 yang perlu dikenali masyarakat sehingga mereka bisa segera berkonsultasi dengan dokter jika merasakan gejala-gejala tersebut.
Ketiga gejala itu adalah turunnya berat badan tanpa penyebab yang jelas, sangat sering buang air kecil (polidipsia) dan sering merasa haus (poliura). Dokter spesialis penyakit dalam dari Divisi Endokrin Metabolik dan Diabetes, Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dr. dr. Wismandari Wisnu, Sp.PD, KEM mengatakan, jika ada ketiga gejala itu, individu selayaknya memeriksakan diri .
"Gejalanya paling mudah yakni berat badan turun tanpa penyebab yang jelas, kencing terus dan haus terus. Kalau ada gejala seperti itu khas banget, udah mau usianya masih 12, 17 tahun periksa," katanya, dalam sebuah webinar tentang pengelolaan diabetes, Sabtu (14/8).
Selain tiga gejala itu, diabetes juga ditandai dengan badan terasa cepat lelah, kesemutan, gatal, pandangan kabur, gangguan ereksi pada laki-laki, serta gatal-gatal di kemaluan pada perempuan.
Mereka yang punya berat badan berlebih atau bahkan obesitas berapa pun usianya, juga harus waspada.
Bagi yang tidak merasakan gejala apa pun namun sudah memasuki usia 40-45 tahun maka sebaiknya segera periksa gula darah untuk memastikan kondisi gula darah normal. "Kalau secara klasik tidak ada apa-apa, misalnya di usia 40-45 tahun itu cek ada atau tidak ada gejala. Tetapi kalau ada gejala berapa pun usianya itu periksa," tutur Wismandari.

Dikutip dari Antara, pada mereka yang sudah terlanjur terdiagnosis diabetes, harus melaksanakan kontrol rutin. Jika hasil pemeriksaan HbA1C (hemoglobin A1c) di atas angka 6,5, maka yang bersangkutan harus kembali melakukan kontrol ke dokter setiap 3-4 bulan.
Tetapi, pada pasien yang gulanya masih baru terdiagnosis misalnya 200 miligram per desiliter (mg/dL) atau lebih dari itu, maka biasanya diminta kontrol kembali ke dokter pada bulan berikutnya.
"Kalau perlu bila ada gejala dua minggu kemudian suruh datang. Jadi, seberapa sering kontrol tergantung seberapa berat kondisi pasien, seberapa banyak yang dikeluhkan pasien. Semakin banyak, berat, maka semakin sering kontrolnya," kata Wismandari.
Pria Lebih Rentan
Diabetes sendiri mengacu pada sekelompok penyakit yang mempengaruhi bagaimana tubuh menggunakan gula darah atau glukosa. Penyebab yang mendasari penyakit ini bervariasi menurut jenisnya (tipe 1 atau 2). Tapi, yang jelas diabetes adalah kondisi kelebihan gula dalam darah. Akibat ini bisa muncul masalah kesehatan yang lebih serius, salah satunya penyakit kardiovaskular.
Penyakit kardiovaskular sendiri termasuk salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada penderita diabetes. Mereka dengan diabetes dua kali lebih mungkin mengalami penyakit jantung atau stroke daripada seseorang yang tidak menderita diabetes.

Penyakit kardiovaskular yang sering terjadi sebagai komplikasi pada diabetes adalah penyakit jantung koroner (PJK), stroke dan penyakit arteri perifer (PAP).
Diabetes merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di masyarakat. Faktor penyebabnya pun beragam. Bisa diturunkan secara genetik, bisa juga terjadi karena pola hidup yang tidak sehat.
Penyakit ini juga bisa menyerang siapa saja, pria maupun wanita. Tapi, dari sebuah penelitian oleh University of Glasgow, Skotlandia menemukan bahwa pria secara biologis lebih rentan terkena diabetes.
Pria lebih berisiko mengembangkan diabetes karena dikaitkan dengan faktor biologis yang lebih resisten terhadap insulin. Di sisi lain, pria juga memiliki hormon testosteron. Jika hormon ini rendah, akan meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Dan jika jumlah hormon testosteron normal, penumpukan lemak di perut akan rendah. "Selain itu, gaya hidup yang tidak sehat juga penyebab diabetes melitus mudah dikembangkan oleh pria," lanjutnya.