c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

KULTURA

10 Juli 2025

16:03 WIB

Iklan Produk Mamin Picu Obesitas Akan Dibatasi

Pembatasan iklan mamin dinilai penting agar anak tidak terpengaruh pemasaran mamin yang tidak sehat dan memicu obesitas, mengingat mereka sering mengakses informasi melalui media digital.

Editor: Rikando Somba

<p>Iklan Produk Mamin Picu Obesitas Akan Dibatasi</p>
<p>Iklan Produk Mamin Picu Obesitas Akan Dibatasi</p>

Ilustrasi seorang anak kelebihan berat badan atau obesitas. Shutterstock/kwanchai.c

JAKARTA-Pemerintah memastikan segera membatasi iklan produk tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) di layar televisi dan media digital lainnya.  Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga, salah satunya bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersepekat, pembatasan dilakukan untuk mencegah kegemukan dan obesitas pada anak yang kian jadi ancaman.

Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Kamis (10/7) menyebutkan bahwa hal tersebut sesuai amanah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Menurutnya, pembatasan iklan ini penting agar anak tidak terpengaruh pemasaran makanan dan minuman yang tidak sehat, mengingat mereka sering mengakses informasi melalui media digital.

"Sebenarnya obesitas itu suatu hal yang paling murah dan mudah dalam sisi penanganannya. Karena cukup dengan tadi membatasi konsumsi kita, olahraga, aktivitas fisik," kata Nadia dalam sebuah webinar di Jakarta, Kamis.

Nadia mengutip data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, bahwa prevalensi anak usia 5-12 tahun mengalami kegemukan (overweight) dan obesitas yakni 11,9% untuk overweight, dan 7,8% untuk obesitas. Kondisi itu, katanya, dapat menimbulkan penyakit lainnya.

"Kita akan pindah dari middle income country berusaha untuk di 2045 dengan generasi emasnya menjadi negara yang maju. Nah, negara maju pasti persoalannya adalah penyakit tidak menular," katanya.

Adapun penyakit tidak menular yang kini menjadi ancaman itu yakni ragam penyakit kardiovaskular mulai dari stroke hingga sakit jantung, diabetes melitus, kanker, masalah fertilitas seperti Polycystic Ovary Syndrome (PCOS), maupun berbagai penyakit metabolik dan non-metabolik.

Baca juga: Banyak Warga Gorontalo Alami Obesitas Sentral

                   Jangan Abai, Orang Tua Perlu Perhatikan Kadar Gula Camilan Anak

Kesemua penyakit katastropik, katanya, tidak serta merta muncul, melainkan berproses, sehingga ada waktu untuk intervensi. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya pencegahan secara dini.

Nadia menyebutkan, Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang ditargetkan untuk anak dan remaja usia sekolah nantinya dapat melihat tren kedua kondisi tersebut. "Saya yakin nanti kita mesti lihat lagi apa yang dari CKG angkanya jauh lebih tinggi dari angka ini," ujarnya.


Selain bersama Komdigi, pihaknya juga bekerja dengan kementerian dan lembaga lain, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk label makanan dan edukasi. Selain itu, katanya, bersama Kementerian Keuangan untuk penerapan cukai, yang dapat menambah pemasukan negara sekaligus mengendalikan konsumsi pangan tidak sehat.

Upaya sama dilakukan bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berupaya mengedukasi anak-anak tentang pangan yang sehat dan mengajak anak-anak beraktivitas fisik.

Potensi Kanker Empedu
Sementara, Dokter Spesialis Hematologi Onkologi Prof. DR. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM di kesempatan berbeda menjelaskan kaitan antara obesitas dan makanan yang berpotensi meningkatkan risiko terkena kanker empedu.

"Kita tidak menyebut (jenis) makanan ya.Tapi ada obesitas, ada diabetes. Umumnya kalau kita bahas ini, orang yang pada umumnya kanker itu berhubungan dengan makanan-makanan yang sifatnya karsinogenik," kata Ikhwan dalam temu media di Jakarta, Selasa.

Dikutip dari Antara,  dia menguraikan bahwa makanan karsinogenik adalah makanan yang mengandung zat atau senyawa yang dapat meningkatkan risiko kanker pada manusia. Contohnya seperti daging merah yang dikonsumsi dalam jumlah yang banyak.


Konsumsi daging merah dalam jumlah yang banyak dapat memicu seseorang mengalami kegemukan yang akhirnya berubah menjadi diabetes melitus.

Profesor Ilmu Epidemiologi di Universitas Indonesia itu sebelumnya juga sudah menyebutkan bahwa diabetes melitus dan obesitas dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kandung empedu yang signifikan. Sementara terkait dengan makanan pedas yang saat ini kerap dikonsumsi masyarakat khususnya perempuan, ia mengatakan belum ada penelitian yang mengkaitkan langsung makanan tersebut dengan kanker empedu.

Dalam kesempatan itu, Ikhwan menjelaskan kanker empedu merupakan sekelompok tumor yang bersifat agresif dan sulit untuk didiagnosis serta diobati. Dan, 60 hingga 70% pasien kanker empedu didiagnosis pada stadium lanjut yang tidak dapat dilakukan tindakan operasi (unresectable) atau metastatik.

Ia melanjutkan insiden kanker kandung empedu secara global adalah 2,2 per 100 ribu pada pria dan 2,4 per 100 ribu pada wanita. Serta untuk kanker saluran empedu adalah kurang dari dua per 100 ribu orang.

"Dari seluruh pasien kanker empedu, tingkat hidup dalam lima tahun terakhir hanya sekitar 5 sampai 15 persen," katanya.

Di sisi lain, dia meminta masyarakat untuk berhati-hati karena terdapat kemungkinan makanan-makanan pedas yang dijual tersebut dicampur dengan zat-zat lain yang dapat meningkatkan cita rasa jadi jauh lebih pedas.

Yang jelas, dia menyebutkan terlalu sering dan banyak mengonsumsi makanan pedas berisiko melukai lambung. Luka itu dikhawatirkan akan berubah jadi peradangan yang berpotensi menjadi kanker juga.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar