11 Maret 2025
16:18 WIB
Cegah Tawuran Remaja Dengan Perbanyak Ruang Dialog
Para remaja bisa dilibatkan dalam kegiatan festival budaya yang menghibur di kala menunggu berbuka puasa yang akan memunculkan sisi kreatif remaja
Ilustrasi - Dialog antara anak dan orang tua. dok.ANTARA
JAKARTA - Psikolog dan dosen Universitas Gadjah Mada Novi Poespita Chandra mengatakan, untuk mencegah tawuran pada remaja di bulan Ramadan, bisa dilakukan dengan memperbanyak membangun dialog dan merangkul anak muda untuk mengubah kesadarannya.
“Memang kita semua harus berpikir bersama-sama kira-kira ide apa yang bisa kita gunakan untuk merangkul anak-anak ini. Memindah dia dari satu cara berpikir yang merusak seperti itu ke cara berpikir yang memberi manfaat dan itu harus dibantu oleh masyarakat gitu,” kata Novi seperti dilansir Antara, Selasa (11/3).
Novi mengatakan, otak manusia akan belajar lebih efektif kalau berkelompok, maka itu dialog dan merangkul anak muda untuk mengarahkan ke kegiatan yang lebih positif akan lebih mudah jika dilakukan secara kolektif dan dilakukan bersama seluruh masyarakat.
Sehingga ada konektivitas antara otak remaja yang satu dan remaja lainnya untuk sama-sama berubah, dibandingkan jika hanya menasehati atau memberi sanksi pada satu per satu individu.
Dialog juga bisa dimulai dari rumah bersama orang tua, dengan meningkatkan intensitas berinteraksi secara tatap muka ketika di rumah. Di era digital saat ini kata Novi, banyak anak remaja tidak “menjadi manusia” karena ada tantangan distraksi sehingga tidak ada fasilitas untuk berdialog karena sibuk dengan gadget.
“Kita ini jarang membangun interaksi yang dalam dan dialog dengan anak-anak kita. Nah, ini menjadi akar permasalahan yang nanti berdampak ke mana-mana sehingga anak ini merasa, satu, dia tidak punya tempat untuk bertanya ini itu. Cara belajarnya dia hanya satu, dia cuma lihat gadget saja, sama dia hanya berinteraksi sama teman-temannya dia yang kalau beruntung baik, tapi kalau nggak beruntung ya teman-temannya yang pasti nggak baik,” bebernya.
Novi juga mengatakan, orang tua boleh menghukum anak jika terlibat tawuran dengan time out atau grounded tidak boleh keluar rumah. Namun saat anak menjalani hukuman ini, ia menyarankan untuk menggunakan waktu tersebut dengan mengobrol dan interaksi positif antara orang tua dan anak.
Dengan berkomunikasi, orang tua bisa menanyakan apa yang membuat anak merasa kurang diperhatikan sehingga harus melakukan tawuran, atau meminta maaf jika belum memberikan perhatian lebih pada anak.
Cara ini bisa mengembalikan kedekatan anak dan orang tua sehingga anak merasa ada tempat berlindung dan meluapkan perasaannya ketimbang melakukan hal yang merugikan. Ruang dialog juga bisa dilakukan di sekolah bersama dengan guru.
Kurang Kegiatan Bermakna
Novi melihat, remaja yang terlibat dalam tawuran yang kerap terjadi di bulan Ramadan karena kurangnya kegiatan bermakna dan kesempatan waktu berkumpul lebih banyak.
“Misalnya mereka habis tarawih sampai menjelang sahur gitu, mereka karena mungkin tidak mengisi kegiatannya dengan kegiatan-kegiatan yang meaningful. Maka mereka di situ ada ide nih, ada kesempatan mereka untuk melakukan kegiatan yang 'meaningful' buat mereka yaitu salah satunya tawuran,” kata Novi.
Ia mengatakan, tawuran merupakan suatu pelampiasan yang dilakukan remaja karena kurangnya kegiatan yang bermakna pada keseharian mereka. Remaja seringkali hanya melakukan rutinitas yang sama setiap hari, seperti mengerjakan tugas di sekolah, sehingga kurang ada kegiatan yang memantik rasa empati.
Hal ini menyebabkan adanya perasaan bosan dan kelelahan kronis karena menjalani rutinitas yang sama. Hal ini menyebabkan munculnya kecemasan yang dikeluarkan otak amigdala, yang membuat remaja bersikap agresif atau mendorong melakukan kekerasan.
“Padahal manusia itu harusnya yang banyak bekerja itu adalah otak manusianya atau namanya prefrontal cortex. Tapi syaratnya otak prefrontal cortex itu bekerja, dia itu harus punya perasaan bahagia dan meaningful gitu,” ucapnya.
“Nah mungkin menurut saya karena mereka kurang kegiatan-kegiatan yang membuat mereka punya meaning, akhirnya yang aktif adalah otak amigdala mereka untuk mengisi kekosongan, kebosanan, itu apa? 'Oh kita tawuran',” tambah Novi.
Novi juga menjelaskan tawuran dipilih sebagai pelampiasan kegiatan remaja karena kebutuhan ingin diakui keberadaannya dan menunjukkan bahwa mereka kuat secara psikologis. Ta heran, akhirnya tawuran menjadi permasalahan yang ada pada remaja, untuk mendobrak rutinitas dan kebosanan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Novi menyarankan sekolah melakukan kegiatan positif dari rutinitas yang ada misalnya yang berkaitan dengan berpuasa atau interaksi sosial misal mengunjungi desa. Hal ini akan membuat sebuah memori baru dan kegiatan yang berbeda namun tetap memunculkan rasa empati dan kebersamaan terlebih dalam memaknai bulan puasa.
Ia juga mengatakan, para remaja bisa dilibatkan dalam kegiatan festival budaya yang menghibur di kala menunggu berbuka puasa yang akan memunculkan sisi kreatif remaja.
“Jadi mereka energinya dipakai untuk hal positif, nah sayangnya kita tidak cukup kreatif gitu ya untuk menciptakan momen-momen yang meaningful itu di saat mereka tidak punya banyak kegiatan,” kata Novi.
Peran Orang Tua
Baru-baru ini, Polres Jakarta Pusat menyatakan tenga meningkatkan patroli di lokasi-lokasi rawan untuk mencegah aksi tawuran dan memberikan rasa aman kepada warga.
“Kami menerjunkan Tim Patroli Perintis Presisi Polrestro Jakpus bersama patroli Polsek setiap hari di tempat rawan tawuran dan jam rawan tawuran," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Condro. di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, peningkatan patroli yang dilakukan di lokasi rawan merupakan upaya menjamin rasa aman bagi warga. Ia mengatakan bahwa aksi tawuran yang terjadi juga dapat dicegah melalui peran dari para orang tua.
Untuk itu, Susatyo mengimbau kepada orang tua mengawasi anak-anak mereka agar tidak terlibat dalam aksi kriminal yang dapat merusak masa depan.
"Para orang tua agar menyampaikan kepada anak-anaknya untuk tidak keluar malam hari, tidak melakukan tawuran, serta menjauhi narkoba dan minuman keras. Berikan kegiatan yang positif untuk masa depan putra-putrinya," tegasnya.