28 Agustus 2025
14:26 WIB
Bukan Odol, Ini Cara Efektif Atasi Paparan Gas Air Mata
Pertolongan pertama terhadap seseorang yang terkena paparan gas air mata yakni dengan keluar dari kerumunan dan mencari sumber udara terbuka. Membersihkan wajah dengan air putih atau larutan garam.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Sejumlah pengunjuk rasa membawa bambu saat melakukan aksi di Jalan Letjend S Parman, depan Gedung DP R. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa.
JAKARTA - Saat mengikuti demonstrasi, gas air mata sering digunakan oleh petugas keamanan sebagai alat pengendali massa. Gas ini bersifat toksik, bisa membuat seseorang merasakan sensasi perih di mata, hidung hingga ternggorokan.
Sensasi rasa perih itu disebabkan oleh senyawa yang ada dalam gas air mata. Beberapa senyawa yang paling umum dipakai antara lain chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), dan chloropicrin (PS).
Menurut Centers for Disease Control (CDC), gejala akibat paparan gas air mata biasanya mereda dalam 15–30 menit. Meski efeknya hanya sementara, penting bagi setiap orang untuk memahami cara melindungi diri dan mengetahui langkah-langkah penanganan agar tetap tenang saat terkena gas air mata.
Melansir laman Science Notes, gas air mata berbeda dengan semprotan lada karena gejalanya tidak langsung muncul. Efeknya biasanya mulai terasa 20 detik hingga satu menit setelah terpapar.
Beberapa gejala yang umum muncul antara lain mata, hidung, mulut, dan kulit terasa perih atau terbakar; mata sangat sensitif terhadap cahaya, berair berlebihan, merah, bengkak, serta penglihatan menjadi kabur. Hidung bisa meler, mulut mengeluarkan air liur berlebihan, bahkan muncul ruam atau luka ringan akibat iritasi.
Selain itu, gas air mata juga dapat menimbulkan batuk, rasa sesak, kesulitan bernapas, mual, muntah, kebingungan, kepanikan, hingga kemarahan yang tiba-tiba meningkat. Kondisi ini bisa diperburuk oleh faktor kimia lain yang terkandung dalam gas. Disorientasi dan kebingungan yang terjadi tidak sepenuhnya bersifat psikologis. Dalam beberapa kasus, pelarut yang digunakan untuk menyiapkan gas air mata dapat memperburuk reaksi tubuh dan bahkan lebih toksik daripada zat kimia utamanya.
Efek parah dan potensial permanen dari paparan gas air mata bisa mengancam jiwa, seperti glaukoma, katarak, kebutaan, gagal pernapasan, dan luka bakar kimia berat pada mata, kulit, atau paru-paru. Biasanya, gas air mata ditembakkan melalui granat khusus, dan suara tembakan bisa menjadi tanda awal. Jika mendengar suara tersebut, perhatikan arah granat agar tidak berada di jalurnya. Beberapa granat akan pecah di udara dan mengeluarkan tabung logam panas, sehingga tidak boleh disentuh atau diangkat karena berisiko meledak dan melukai.
Baca juga: Foto Cerita: Demo DPR, Bersisian, Dan Terpaksa Berhadapan
Melindungi Diri dari Gas Air Mata
Pertahanan terbaik terhadap gas air mata adalah masker gas. Namun, jika tidak tersedia, masih ada langkah-langkah sederhana untuk meminimalkan dampaknya.
Salah satunya, rendam kain atau handuk kertas dalam jus lemon, susu, atau cuka apel, lalu simpan dalam plastik. Bahan-bahan dapur ini bersifat asam lemah yang dapat menetralkan zat aktif dalam gas.
Bernapas melalui kain ini selama beberapa menit bisa memberi waktu untuk berpindah ke arah angin atau menuju tempat lebih tinggi. Kacamata pelindung juga sangat berguna. Jika kacamata kimia tidak tersedia, kacamata renang yang rapat bisa menjadi alternatif.
Hindari memakai lensa kontak di area yang berisiko terpapar gas. Apabila sudah terlanjur terpapar, segera lepaskan karena lensa dapat memperburuk iritasi.
Jika masker atau kacamata tidak tersedia, bernapas melalui kain baju bisa membantu karena sirkulasi udara lebih terbatas dan konsentrasi gas lebih rendah, meski efektivitasnya menurun saat kain menjadi basah.
Selama ini, banyak orang mencoba menggunakan pasta gigi sebagai cara alternatif untuk meredakan rasa perih akibat gas air mata, namun metode ini tidak seefektif langkah dekontaminasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena pasta gigi tidak mampu menetralkan zat kimia penyebab iritasi secara efektif.
Fokus utama sebaiknya tetap pada pembersihan dengan air bersih atau larutan saline, serta penggunaan kain atau bahan asam lemah untuk menetralkan zat aktif dalam gas. Penanganan dan pertolongan pertama terutama fokus pada memindahkan korban ke udara segar.
Hingga saat ini, belum ada obat khusus untuk gas air mata, sehingga perawatan berfokus pada dekontaminasi, pengendalian rasa sakit, dan perawatan cedera. Mata yang terpapar sebaiknya dibilas dengan larutan saline steril atau air bersih hingga rasa perih berkurang.
Kulit yang terkena gas harus dicuci dengan sabun dan air. Kesulitan bernapas ditangani dengan pemberian oksigen dan, jika perlu, obat-obatan untuk asma. Luka bakar bisa ditutup dengan perban berobat, sementara analgesik bebas membantu meredakan nyeri.