01 September 2021
15:48 WIB
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA – Kembalinya kekuasaan rezim Taliban di Afganistan, adalah mimpi buruk bagi dunia seni hiburan di negara tersebut. Bayang-bayang pembatasan yang ketat, jadi momok bagi para pelaku seni, atau secara luas, bagi kelompok pembela hak asasi manusia.
Belajar dari masa lalu, saat berkuasa di Afganistan pada periode 1996 hingga 2001, Taliban memberlakukan hukum syariah yang ketat. Taliban adalah penganut Islam Sunni, namun berhaluan keras layaknya Wahabi. Mereka menerapkan hukum syariah ekstrem dengan melarang bioskop, televisi, hingga larangan pendidikan bagi anak perempuan di atas 10 tahun.
Meski Taliban hari ini mencoba membangun citra baru atas rezim mereka, yang lebih moderat dan akan menghormati hak-hak manusia. Namun nyatanya, banyak warga Afganistan skeptis, dan berduyun-duyun pergi ke bandara internasional Kabul untuk meninggalkan wilayah tersebut.
Beberapa hari terakhir, sejumlah sutradara film Afganistan mengungkapkan kekhawatiran tentang masa depan perfilman di negaranya, di bawah rezim Taliban. Hal ini pula yang mendorong lahirnya inisiatif insan perfilman dunia menghadirkan panel khusus untuk membicarakan isu tersebut dalam gelaran Venice Film Festival.
Kabar lainnya, beberapa waktu lalu, giliran skena musik yang mendapat sorotan dunia. Taliban mengeksekusi seorang penyanyi folk bernama Fawad Andarabi.
Melansir New York Post, Fawad Andarabi dilaporkan diseret dari rumahnya dan ditembak mati pada di lahan pertanian dekat rumahnya, wilayah utara Kabul, pada Jumat lalu. Peristiwa itu berselang beberapa hari setelah Taliban mengumumkan bahwa musik haram.
Kabar kematian penyanyi folk Fawad Andarabi turut disiarkan oleh mantan menteri dalam negeri Afganistan, Masoud Andarabi dalam cuitan twitternya, @andarabi.
“Kebrutalan Taliban terus berlanjut di Andarab. Hari ini, mereka secara brutal membunuh penyanyi folk Fawad Andarabi, penyanyi yang kehadirannya selalu hanya membawa kegembiraan bagi lembah ini dan penduduknya,” tulis Masoud membagikan rekaman penampilan sang penyanyi.
“Nyanyiannya ‘lembah indah kita... tanah nenek moyang...’ tidak akan tunduk pada kebrutalan Taliban,” sambungnya lagi.
Pembunuhan Andarabi memicu keprihatinan kalangan pembela hak asasi manusia internasional. Salah satunya, kecaman datang dari Karima Bennoune, pelapor khusus PBB untuk hak budaya.
"Kami menyerukan kepada pemerintah untuk menuntut Taliban menghormati #hak asasi #artis," cuit Karima, sebagaimana dikutip New York Post.
Perempuan Pemusik Terancam
Hingga saat ini, banyak para pemusik atau pembelajar musik, terutama anak-anak perempuan di Afganistan sedang terancam. Karena anak perempuan, bagi Taliban, tak boleh mengikuti pendidikan apalagi bermain musik.
Hal ini menjadi sorotan banyak musisi dunia. Salah satunya yaitu gitaris Rage Against the Machine, Tom Morello, yang baru-baru ini melayangkan surat terbuka agar industri musik membantu menyelamatkan anak-anak perempuan pemusik di Afganistan.
Morello meminta perhatian atas nasib para siswa yang berada dalam program sekolah musik yang dijalankan yayasan Miraculous Love Kids, sebuah organisasi nirlaba di Afganistan, yang didirikan untuk mengajar gitar kepada anak-anak di daerah yang dilanda perang.
Program sekolah gitar di Kabul, yang dinamai Girl With Gitar, telah berjalan sejak 2015, dikelola oleh eks anggota band Giuffria dan House of Lords, Lanny Cordola, dan melibatkan hampir 200 siswa. Tom Morello adalah satu dari sekian musisi dunia yang pernah berkolaborasi dalam proyek penciptaan musik bersama para pelajar tersebut.
“Saya menulis atas nama beberapa gadis yang sangat istimewa di Afganistan yang berada dalam bahaya besar,” kata Morello, dikutip dari Billboard.
“Sejak Taliban mengambil alih sekolah, mereka telah dihancurkan dan gadis-gadis itu bersembunyi. Mereka berada pada risiko yang ekstrem, karena mereka dikenal luas telah menampilkan musik Barat dan telah dididik oleh seorang guru laki-laki Amerika. Apa pun yang dapat Anda lakukan untuk membantu menyelamatkan hidup mereka akan sangat dihargai,” seru salah satu gitaris terbaik dunia tersebut.
Sang guru, Cordola, saat ini dikabarkan berada di Pakistan, dan berupaya untuk mengeluarkan murid-muridnya dari Afganistan. Kepada Billboard, Cordola mengatakan saat ini sedang mencoba mengevakuasi 12 siswa perempuan, keluar dari negara itu.
“Kami telah berbicara dengan banyak orang yang berbeda, organisasi penyelamat. Kita perlu mengeluarkan mereka dari Afganistan untuk memulai kehidupan baru di suatu tempat,” katanya.
Cordola juga telah meminta para muridnya untuk menghancurkan gitar mereka demi alasan keamanan.