c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

KULTURA

02 Oktober 2025

19:12 WIB

Bawang Goreng Palu, Aroma Gurih Indikasi Geografis Sulawesi Tengah

Bawang goreng Palu berawal dari dapur rumah tangga. Sekitar tahun 1978, Mbok Sri, seorang perempuan Palu yang mempromosikan bawang merah varietas lokal kepada warga asing, hingga menjadi populer.

Penulis: Annisa Nur Jannah

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p id="isPasted">Bawang Goreng Palu, Aroma Gurih Indikasi Geografis Sulawesi Tengah</p>
<p id="isPasted">Bawang Goreng Palu, Aroma Gurih Indikasi Geografis Sulawesi Tengah</p>

Seorang ibu rumah tangga memasak bawang Goreng Palu. Dok: DJKI.

JAKARTA - Kota Palu terkenal akan daya tarik kulinernya, yang menawarkan ragam makanan dengan cita rasa istimewa. Salah satunya yang populer yakni bawang goreng Palu, oleh-oleh yang selalu diingat oleh pelancong setiap berkunjung ke ibu kota Sulawesi Selatan.

Bukan sekadar olahan kuliner, bawang goreng Palu juga adalah cerita. Olahan ini menyimpan jejak panjang identitas kota Palu.

Bawang goreng Palu berawal dari dapur rumah tangga. Sekitar tahun 1978, Mbok Sri, seorang perempuan Palu memperkenalkan bawang merah varietas lokal kepada warga asing tempat ia bekerja. Tak disangka, eksperimen sederhana itu menjelma jadi tren. Sejak 1980-an, bawang goreng Palu mulai diproduksi massal dan naik kelas sebagai ikon daerah.

Keistimewaan bawang goreng Palu terletak pada varietas bawang merah Lembah Palu yang digunakan. Varietas ini hanya tumbuh baik di Palu, Donggala, dan Sigi. Kondisi geografis ini menghasilkan bawang merah yang berumbi pipih bulat dengan warna merah pucat, kadar air rendah, serta gula alami seimbang. Hasilnya, bawang goreng berwarna keemasan, renyah, gurih, dan tahan lama tanpa rasa getir.

"Perpaduan rasa manis alami, tekstur ringan, dan aroma berbeda menjadikan produk bawang goreng ini tak tergantikan serta diakui sebagai kebanggaan kuliner Sulawesi Tengah," jelas Prayitno, Ketua Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis (MPIG) Bawang Goreng Palu.

Tak hanya bahan baku, proses pengolahannya pun ketat. Bawang dipanen usia 60–70 hari, diolah maksimal tiga hari setelah panen, digoreng pada suhu 150°C, lalu ditiriskan hingga minyaknya berkurang. Beberapa produsen bahkan sudah mengantongi sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) untuk menjamin keamanan pangan.

Popularitas bawang goreng Palu semakin diperkuat oleh kiprah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) seperti Raja Bawang, Sri Rejeki, hingga Mbok Sri. Mereka berulang kali meraih penghargaan, mulai dari Paramakarya yang diserahkan langsung Presiden RI, UKM Pangan Award, Sidhakarya hingga tampil di layar kaca nasional.

"Penghargaan yang kami raih bukan sekadar simbol prestise, melainkan pengakuan nyata atas kerja keras petani dan pelaku usaha bawang goreng Palu. Itu bukti bahwa usaha kami menjaga kualitas dan cita rasa benar-benar dihargai," tambah Prayitno.

Baca juga: 8 Kota Indonesia Masuk "Best Food Cities & Regions in the World"

Meski demikian, perjalanan bawang goreng Palu tidak selalu mulus. Ancaman produk tiruan berkualitas rendah sempat menghantui dan berpotensi merusak citra asli. Situasi itu mendorong masyarakat dan pelaku usaha untuk mengambil langkah dengan mendaftarkannya sebagai produk indikasi geografis.

Kesadaran ini kemudian diwujudkan lewat pembentukan MPIG Bawang Goreng Palu. Organisasi ini menjadi garda terdepan dalam menjaga keaslian produk, dari pengawasan mutu, pendampingan pelaku usaha, hingga penerapan logo indikasi geografis pada setiap kemasan resmi setelah memperoleh sertifikat dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

"Dengan sertifikat indikasi geografis, bawang goreng Palu kini memiliki identitas hukum yang membedakannya dari produk lain. Logo indikasi geografis pada kemasan adalah tanda pengenal bagi konsumen sekaligus menjadi nilai tambah bagi pelaku usaha," terang Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu.

Razilu menambahkan, dukungan DJKI tidak berhenti pada sertifikasi saja, melainkan juga melalui fasilitasi promosi yang memperkenalkan produk-produk indikasi geografis Indonesia, termasuk bawang goreng Palu, baik di tingkat nasional maupun mancanegara.

Menurutnya, bawang goreng Palu berdiri bukan hanya sebagai produk pangan, melainkan simbol kebanggaan kolektif. Dari kerja keras petani di ladang kering Lembah Palu, ketekunan UMKM menjaga kualitas, hingga komitmen pemerintah dan akademisi, semuanya berpadu menjaga harum bawang ini tetap lestari.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar