03 Februari 2022
18:38 WIB
JAKARTA – Asupan gizi yang baik dan seimbang, jadi kata kunci untuk memerangi stunting dan obesitas pada anak di Indonesia. Terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan anak sejak dalam kandungan dan periode usia 5-10 tahun.
Corporate Nutritionist Nestlé Indonesia Eka Herdiana mengatakan, asupan gizi merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung tumbuh kembang anak. Karena itu, peran orang tua sangat diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan gizi seimbang.
“Termasuk asupan makanan yang mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, lemak dan protein, dan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral,” ujar Eka dalam keterangannya, Kamis (3/2)
Untuk diketahui, zat gizi makro merupakan sumber energi yang dan bahan baku utama pembentukan sel dan juga beragam enzim, hormon, serta komponen pendukung lainnya dalam tumbuh kembang. “Sedangkan zat mikro berperan dalam pengaturan metabolisme serta mendukung daya tahan tubuh,” imbuhnya.
Sejalan dengan tema Hari Gizi Nasional tahun ini yakni ‘Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas’, Nestlé, lanjut Eka, juga berupaya untuk memenuhi kebutuhan gizi anak dan mengatasi masalah stunting dan obesitas.
Salah satunya, melalui fortifikasi gizi dalam produk makanan dan minuman yang juga sejalan dengan misi Nestlé, untuk menggunakan potensi makanan untuk meningkatkan kualitas hidup setiap individu, saat ini dan generasi mendatang.
“Pada 2020, Nestlé telah menyediakan 4 miliar sajian produk yang telah difortifikasi dengan zat-zat gizi penting, seperti zat besi, zink, vitamin A dan vitamin D,” serunya.
Mengutip data dari BKKBN menunjukkan, sekitar 24,4% balita di Indonesia mengalami stunting di tahun 2021. Menurut Eka, untuk mengatasi masalah ini dan memperbaiki asupan gizi, Nestlé telah melakukan fortifikasi gizi seperti zat besi, zink, vitamin A dan vitamin D dalam produk-produknya, termasuk Dancow, Milo, Lactogrow, Batita, Nestlé Ideal, Cerelac Dan Koko Krunch guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak Indonesia.
Selain stunting, obesitas pada anak juga menjadi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, angka obesitas anak di Indonesia berada diangka 3,8%.
“Oleh karena itu, Nestlé berupaya untuk memastikan kualitas serta pemberian gizi seimbang dengan mengurangi kandungan gula dalam produk kami dan mengaplikasikan logo “Pilihan Lebih Sehat” dari BPOM untuk produk-produk minuman kemasan siap konsumsi seperti Bear Brand, Dancow UHT, Milo UHT dan Nestlé Goodnes,” tuturnya.
Selain itu, imbuhnya, guna menjawab berbagai tantangan gizi di Indonesia, Nestlé secara global menciptakan program “Nestlé for Healthier Kids”, atau Nestlé Dukung Anak Lebih Sehat. Hal ini sebagai upaya untuk membangun pola hidup sehat bagi anak-anak sejak dini melalui orang tua dan guru.
Ia menjelaskan, program ini hadir guna mengajarkan anak-anak kebiasaan baik dalam mengatur pola hidup sehat, seperti makan makanan beragam dan bergizi seimbang, mengatur porsi, aktif bergerak, minum air putih, dan makan bersama keluarga. Selain itu, Nestlé juga mengadopsi Isi Piringku dari Pedoman Gizi Seimbang oleh Kementerian Kesehatan RI, sebagai acuan dalam mengatur porsi makan sesuai kebutuhan gizi sehari-hari.
“Program ini telah disosialisasikan melalui berbagai kampanye produk Nestlé seperti Milo Activ Indonesia, Dancow Siap Sekolah, Dancow Nutritods, Lactogrow Grow Happy, dan Batita Kampung Tangguh.
“Kami berharap dapat ikut berperan serta dalam memberantas stunting dan obesitas di kalangan anak-anak, melalui berbagai program edukasi serta upaya penyesuaian kualitas gizi pada setiap produk Nestlé. Ke depannya, kami akan terus ikut berkontribusi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia serta menciptakan masa depan yang lebih sehat untuk generasi selanjutnya,” ujar Eka.

Pola Makan
Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyoroti maraknya iklan makanan kemasan yang ditampilkan di televisi, telah mengubah pola makan anak di dalam keluarga.
“Saya pernah mendengar cerita, sekarang memberikan anak makanan bukan hal yang mudah. Karena mungkin ada dampak dari iklan,” kata Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KPPPA Agustina Erni baru-baru ini.
Ia menyoroti, banyak iklan dengan gencar mempromosikan produk makanan yang tidak sehat bagi anak-anak, dengan rata-rata makanan memiliki rasa banyak mengandung gula dan disukai oleh anak. Akibatnya, anak cenderung lebih memilih makanan dalam kemasan dibandingkan memakan makanan yang sehat dan bergizi, karena lidah dan otak anak lebih terbiasa dan mengenal rasa pada makanan olahan itu.
Menurutnya kondisi itu makin diperburuk dengan ketidaktahuan orang tua dalam memberikan asupan gizi yang tepat pada anak-anak mereka. Banyak orang tua yang menyamakan menu makan anak, dengan orang dewasa. Termasuk lebih memilih memberikan makanan yang praktis tanpa melihat kandungan nutrisi di dalamnya.
“Saya pernah bertemu dengan anak sekitar usia tiga tahun yang masih digendong ibunya di Semarang. Wajahnya kurus dan saya tanya makannya bagaimana, si ibu menjawab sudah diberi kangkung. Disamakan menunya, bila tidak dimakan, dianggap susah makan,” katanya.
Adanya ketidaktahuan yang dibarengi dengan gencarnya iklan produk kemasan, membuat Erni khawatir. Apalagi, bila hal itu tidak ditindaklanjuti, dikhawatirkan anak dapat menjadi kecanduan makanan tak sehat, syaraf anak terganggu, kekurangan gizi, sampai menjadi stunting.
“Makanya, pola makan keluarga ini yang kemudian menjadi perhatian. Pemahaman ibu terhadap makanan bergizi pada anak ini menjadi sangat penting,” tandasnya.