28 Agustus 2024
20:09 WIB
Agatha Christie, Sang Ratu Pengoleksi Misteri
Melahirkan lebih dari 60 novel kejahatan yang ikonik, Agatha Christie torehkan pengaruh dalam karya sastra bergenre misteri.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Satrio Wicaksono
Agatha Christie. Sumber: agathachristie.com/ Edited
Emily Inglethorp, seorang perempuan kaya raya berusia 70 tahun ditemukan tak bernyawa di dalam kamarnya, di Essex, Inggris. Kasus itu makin menggemparkan setelah diketahui kematiannya akibat diracun, tapi sama sekali tidak meninggalkan jejak pelaku.
Lebih mengherankan lagi, saat ditemukan, semua akses masuk ke kamar Emily dalam kondisi terkunci dari dalam.
Lalu bagaimana sang pembunuh melancarkan aksinya dan meninggalkan lokasi dengan mulus?
Mulai detik itu, semua penghuni rumah dicurigai sebagai tersangka. Dari suami kedua Emily, Alfred Inglethorpe yang berusia 20 tahun lebih muda, sang anak John Cavendish dan temannya Kapten Hastings, seorang anggota militer yang kebetulan ditawari tinggal selama satu bulan di kediaman Emily, lantaran luka perang yang diderita.
Ada juga Evelyn Howard, sekretaris sekaligus teman Emily. Kemudian Mary Cavendish istri dari John Cavendish, dan terakhir Cynthia Murdock, anak dari teman sekolah Emily yang diangkat menjadi anak asuh.
Cynthia sempat dicurigai sebagai pelaku, mengingat latar belakangnya yang bekerja di sebuah rumah sakit pada bagian obat-obatan. Tapi faktanya, mencari pelaku yang sebenarnya tidak semudah itu. Semua penghuni rumah memiliki motif yang tak kalah besar untuk merenggut nyawa Emily.
Selain mereka, ada satu sosok lain, namanya Hercule Poirot. Sosok ini adalah seorang mantan detektif asal Belgia yang sedang mengungsi ke Inggris dan menetap di rumah Emily, sejak beberapa hari sebelum pembunuhan terjadi.
Mau tidak mau, Poirot mengambil peran, mengumpulkan setiap bukti, dan mencari tahu segala informasi dari setiap penghuni rumah. Dia melarang semuanya keluar dari lokasi kejadian selama investigasi dilakukan.
The Mysterious Affair at Styles
Kisah itu bukan sebuah peristiwa nyata, melainkan cerita karangan Agatha Christie dalam novel pertamanya yang berjudul The Mysterious Affair at Styles.
Karya ini adalah pintu masuknya ke dunia sastra, hingga mengantarkannya menjadi salah satu penulis bergenre misteri-pembunuhan tersohor di dunia. Lebih dari 60 novel bergenre sama yang telah dihasilkannya.
Menyuguhkan pola yang sama dengan ketegangan dan alur yang selalu sulit ditebak, The Mysterious Affair at Styles dan puluhan karya Agatha lainnya punya ciri khas berupa kasus pembunuhan misterius yang sukar dipecahkan.
Semua novel misteri ini melibatkan banyak penokohan yang tidak hanya berperan sebagai figuran, namun sama-sama memiliki porsi besar lantaran berpotensi menjadi tokoh antagonis utama, yakni 'sang pembunuh'. Lewat penggalian karakter dan motif, pembaca kerap terjebak pada alur uniknya.
Kalau Anda suka membacanya, pastinya berkali juga Anda keliru menebak siapa sosok pembunuh sebenarnya dari setiap kasus yang ada. Ada banyak keunikan lain pada karyanya.
Seperti halnya pada karya pertama yang diterbitkan tahun 1920, baru terungkap beberapa dekade kemudian bahwa kisah itu diyakini terinspirasi dari peristiwa pembunuhan nyata yang terjadi di Mussoorie. Tepatnya di sebuah peristirahatan kelas atas di kawasan perbukitan yang populer di India Utara.
Pembunuhan nyata yang dimaksud terjadi pada Frances Garnet Orme (49) pada 1911, seorang pengacara Irlandia yang sudah tinggal di India selama satu dekade. Dia ditemukan tewas akibat racun sianida.
Dalam catatan sebuah surat kabar Australia tahun 1912, beberapa orang diyakini sebagai tersangka pembunuhan Orme. Persis seperti kisah dalam novel Agatha, kasus ini pada masanya berhasil membingungkan banyak orang, termasuk pihak kepolisian dan para detektif.
Kaitan antara pembunuhan asli di Mussoorie dengan debut novel Agatha Christie, pertama kali diungkap oleh seorang penulis India bernama Ruskin Bond, yang tinggal di Mussoorie melalui salah satu esainya.
Ruskin menilai bahwa ada banyak persamaan yang dimuat oleh Agatha, mulai dari tokoh utama yang meninggal karena diracun, kondisi korban yang ditemukan dalam kondisi terkunci dari dalam ruangan, hingga pelaku yang nyatanya merupakan orang terdekat.
Pengembara Perang Dunia I
Meski karyanya rumit dan kerap complicated, Dame Agatha Mary Clarissa Christie bukanlah penulis yang memiliki latar belakang pahit. Dia terlahir sebagai seorang perempuan dari keluarga kaya asal Torquay, Devon, bagian barat daya Inggris.
Menelusuri jauh ke belakang soal bakatnya dalam dunia sastra, sebenarnya Agatha hidup dari keluarga yang puritan, Keluarga itu punya aturan bahwa sang anak tidak boleh belajar membaca hingga usia delapan tahun.
Namun berkat rasa ingin tahunya, dia melawan aturan orang tua. Bahkan di usia empat tahun, dia sudah memiliki kemampuan membaca.
Bukan hanya itu. Pada saat dua orang kakaknya dikirim ke sekolah asrama, Agatha harus berpuas diri hanya dengan menerima pendidikan di rumah. Membaca dan menulis menjadi pelajaran yang paling ia suka dan nikmati.
Agatha tumbuh dengan membaca buku anak-anak karya Mrs. Molesworth dan Edith Nesbit. Memasuki masa remaja, dia menjadi pembaca setia karya Anthony Hope, Walter Scott, Charles Dickens, dan Alexandre Duma. Sementara saat beranjak dewasa, Agatha beralih ke puisi surealis karya Edward Lear dan Lewis Carroll.
Kenyataannya, sebelum sukses dengan The Mysterious Affair at Styles, Agatha sudah enam kali ditolak penerbit. Namun kesempatan Agatha untuk mendapat inspirasi lebih luas untuk menulis novel, justru datang setelah menikah dengan Archibald Christie, seorang pilot angkatan udara kerajaan, di 1914, bertepatan dengan tahun meletusnya Perang Dunia I.
Pengalaman mengikuti sang suami bepergian ke berbagai tempat di dunia, membuka cakrawala untuk karya-karyanya. Selama PD I, Agatha bekerja sebagai perawat sukarelawan di Rumah Sakit Voluntary Aid Detachment (VAD) di Torquay.
Kesempatan itu juga membuatnya akrab dengan racun, obat-obatan, kehidupan antara perawat dan tentara militer, yang sering digunakan sebagai elemen dalam berbagai novel misterinya.
Begitupun dengan lahirnya tokoh fiksi ikonik yang menjadi ‘maskot’ tersendiri bagi Agatha, yakni Hercule Poirot. Sosok detektif cerdas asal Belgia dengan ciri khas kumis yang sebenarnya digunakan untuk menutupi luka perang.
Detektif Poirot merupakan karakter ciptaan Agatha yang paling terkenal dan bertahan lama. Di mana tokoh ini muncul setidaknya di 33 novel, dua drama, dan 51 cerita pendek yang diterbitkan antara tahun 1920 hingga 1975.
Kontroversi 11 Hari
Dua tahun setelah sukses dengan novel pertamanya, Agatha tak pernah absen menerbitkan karya yang tak kalah laris di pasaran. Mulai dari The Secret Adversary (1922), Murder on the Links (1923), The Man in the Brown Suit (1924), Poirot Investigates (1924), dan The Secret of Chimneys (1925).
Namun sebagaimana kehidupan yang tidak pernah berjalan mulus, Agatha sempat menggemparkan Inggris lewat kontroversi dirinya yang menghilang secara misterius, selama 11 hari pada tahun 1926.
Agatha dilaporkan menghilang setelah pergi menggunakan mobil yang kemudian ia tinggalkan tak jauh dari rumah. Pihak keluarga geger. Mereka melakukan pencarian besar-besaran ke seluruh negeri.
Bahkan saat itu ada lebih dari seribu petugas polisi, 15.000 orang sukarelawan, serta beberapa pesawat terbang dikerahkan untuk mencari Agatha di lanskap pedesaan.
Saking berpengaruhnya sosok Agatha sebagai penulis sastra saat itu, kabar menghilangnya sampai menjadi berita utama internasional dan sampul halaman depan The New York Times.
Pada akhirnya setelah 10 hari pencarian, Agatha ditemukan menetap di sebuah hotel di Harrogate dengan nama palsu Teresa Neele. Belakangan diketahui jika Agatha mengalami tekanan hingga menderita masalah ingatan akibat sejumlah konflik yang terjadi.
Dari meninggalnya sang ibu, hingga perceraian dengan sang suami Archie Christie dampak perselingkuhan.
Namun, Agatha tak pernah mengungkap secara pasti perihal masalah yang sebenarnya terjadi dan membuatnya menghilang. Hal tersebut juga dilatarbelakangi kepribadiannya yang cenderung tertutup dan menghindari perhatian publik.
Dia lebih suka menulis dalam kesunyian rumahnya yang terletak di pedesaan Inggris, jauh dari gemerlap dan sorotan.
Bercerai dengan Archie yang telah memberinya kesempatan melihat dunia, tak lantas membuat Agatha kehilangan inspirasi atau kepiawaiannya dalam berimajinasi. Pada 1930, Agatha menikah dengan seorang arkeolog bernama Max Mallowan.
Pekerjaan Max yang biasa melakukan ekspedisi ke banyak tempat terutama ke wilayah Timur Tengah, nyatanya juga memberikan Agatha banyak kesempatan untuk mengeksplor dunia yang lebih luas. Dari pengalamannya itu, dia berhasil melahirkan beberapa karya besar lain, di antaranya Murder in Mesopotamia (1936) dan Death Comes as the End (1944).
Kehormatan Sang Ratu Misteri
Agatha Christie memiliki catatan bibliografi terpanjang di antara banyak tokoh penulis besar lainnya. Setidaknya, setiap satu atau dua tahun sekali tidak pernah absen menerbitkan karya baru, sejak debut di tahun 1920 hingga tutup usia di tahun 1976.
Bisa dibilang sejak kepergian Agatha, belum ada satu penulis cerita misteri yang seproduktif dirinya. Tak heran jika ia kemudian dijuluki sebagai Ratu Cerita Misteri (Queen of Mystery) atau Ratu Kejahatan (Queen of Crime).
Saking besarnya pengaruh dan kontribusi Agatha, bahkan mendapat kehormatan gelar DBE (Dame Commander of the Most Excellent Order of the British Empire), atas kontribusi yang bermanfaat bagi seni dan sains.
Meninggal di usia 86 tahun pada 12 Januari 1976, karya-karya Agatha nyatanya tetap hidup dan memiliki tempat tersendiri di kalangan para penikmat fiksi.
Guinness World Records juga mencatat Agatha Christie sebagai penulis fiksi terlaris sepanjang masa, di mana novel-novelnya telah terjual lebih dari dua miliar eksemplar.
Bahkan beberapa dekade sejak kepergiannya, tiga karya Agatha sukses diangkat menjadi sebuah film waralaba di antaranya Murder on the Orient Express (2017), Death of the Nile (2022), dan A Haunting in Venice (2023), menyisakan banyak karya lainnya yang kemungkinan juga akan diangkat dalam sebuah film di waktu yang akan datang.