c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

20 April 2021

09:42 WIB

Warung Tegal, Dari Paseduluran Hingga Franchise

Warteg jangan lagi diidentikan dengan rumah makan kelas menengah ke bawah 

Warung Tegal, Dari <i>Paseduluran</i> Hingga <i>Franchise</i>
Warung Tegal, Dari <i>Paseduluran</i> Hingga <i>Franchise</i>
Warga makan di Warung Tegal (Warteg) Ellya yang telah menerapkan protokol kesehatan di Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta, Senin (20/7/2020). Menurut pemilik Warteg Ellya, sejak dimulainya penerapan PSBB transisi, unit usahanya telah melakukan penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19 seperti pembatasan jarak fisik, menyediakan area cuci tangan, mewajibkan pengunjung untuk menggunakan masker, serta penggunaan pelindung wajah dan sarung tangan untuk pelayan. ANTARAFOTO/Aprillio Akbar

JAKARTA – Invasi Kerajaan Mataram ke Batavia pada abad ke-17 meninggalkan sebuah kenangan manis. Kekalahan prajurit Mataram membuat mereka banting setir menjadi seorang pedagang makanan di Ibu Kota. Dan, dagangannya hari ini kita kenal sebagai Warung Tegal (Warteg). 

Datang jauh dari Pantai Utara Jawa (Pantura) masyarakat Tegal dan Brebes kala itu harus membawa nama Tegal, untuk memberikan ciri khas asal daerah mereka di kota. Siapa sangka puluhan tahun terlewati, pamor Warteg tidak pernah berhenti berpendar. Cita rasa masakan rumahan dan harganya yang ekonomis, membuat warung makan ini sangat digemari masyarakat.

Koordinator Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni menjelaskan, dulu, Warteg dikelola dengan cara seduluran atau berdasarkan kekerabatan dalam hubungan keluarga. Mereka yang lebih dulu sukses di kota akan membawa saudaranya untuk ikut mengelola Warteg, agar mendapatkan penghasilan.

"Misalnya saya punya saudara di kampung belum ada pekerjaan yaudah nanti saya ambil 4 bulan pertama, lalu 4 bulan lagi saudara saya, biar dapat rezeki di Jakarta," cerita Mukroni kepada Validnews, beberapa waktu lalu. 

Katanya, Warteg yang kental rasa persedulurannya adalah Warteg Ridho Ibu, yang berasal dari Cabawan. Kemudian Warteg Podomoro, dan Warteg Bahari. Kini, setelah semakin berkembang, Warteg seduluran itu bergeser ke kekerabatan dan paguyuban.  

"Terjadi pergeseran ke organisasi menjadi lebih modern. Tidak memandang saudara lagi, tapi nuansa tumbuhnya itu dari seduluran," ujarnya. 

Bahkan kini, Warteg modern seperti Kharisma sudah memberlakukan sistem franchise dalam pengelolaannya. Jadi, siapapun bisa membuka Warteg Kharisma, asal mau membeli nama Warteg tersebut.  

Menurut Mukroni, apa yang terjadi pada Warteg Kharisma adalah modernisasi Warteg yang tidak bisa dibendung di era kemajuan teknologi hari ini. Oleh karena itu, para pengusaha Warteg juga terlihat lebih cair dengan membuka banyak organisasi dan paguyuban. 

Ke depan, Mukroni meminta seluruh pengusaha Warteg untuk berinovasi ke arah yang lebih modern, demi menjangkau mereka yang berada di kalangan menengah ke atas. Sebabnya, sejauh ini Warteg masih diidentikan dengan golongan masyarakat kelas menengah ke bawah. 

"Kita harus melek teknologi karena sudah enggak bisa lagi diam. Semua sudah terkoneksi makanya nanti program Kowantara, Warteg ini kita branding untuk online," ujarnya. 

Nantinya Warteg akan di upgrade untuk lebih melek teknologi. Pun, branding itu akan dimulai dengan menghilangkan nama Warteg di aplikasi daring dan menggantinya dengan sebutan rumah makan. 

"Untuk meningkatkan kelas menjadi warung makan yang modern. Jadi namanya adalah rumah makan. Jadi dia boleh nama Warteg tapi di online diubah untuk branding aja," pungkasnya. (Dwi Herlambang) 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar