Wamenkeu menyatakan saat ini pemerintah masih membahas komoditas apa saja yang akan terbebas dari TKDN. Komoditas tersebut akan ditentukan secara selektif.
JAKARTA - Wamenkeu Anggito Abimanyu menegaskan, relaksasi atau pelonggaran kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 hanya berlaku untuk komoditas tertentu, bukan untuk seluruh komoditas.
Adanya aturan tersebut juga menjadi respons Indonesia dalam menyesuaikan hambatan dagang dari keluhan pemerintah AS selama ini, yang merasa terhambat dengan kebijakan TKDN pada komoditas telekomunikasi dan elektronik. Anggito menyebut, penentuan komoditas apa saja yang terbebas dari TKDN dipilih secara selektif.
"Tidak semuanya TKDN akan dihapuskan. Pada akhirnya kita akan melihat
commodity by commodity, dan ini yang sudah dikeluarkan dalam Perpres (46/2025) sebagai respon kepada keinginan dari Amerika Serikat untuk melakukan
adjustment," ungkapnya dalam Forum 'Trump Effect: Bagaimana Indonesia Mendulang Peluang di Tengah Perang Dagang', Jakarta, Rabu (14/5).
Baca Juga: Menperin Klaim Industri Sambut Baik Aturan TKDN TerbaruAnggito juga mengungkapkan, pemerintah masih membahas lebih lanjut penetapan komoditas apa saja yang akan terbebas dari ketentuan TKDN. Namun, dia menjamin, pemerintah tetap akan mempertimbangkan industri di dalam negeri untuk memberikan kebijakan TKDN terbaru.
"Pada akhirnya kita lihat daya saing kita dan juga dari pertimbangan nilai tambah industri dalam negeri. Nah itu sedang dinego dan dikaji ya kita seperti apa," lanjut Anggito.
Perlu diketahui, dalam Perpres 46/2025 Pasal 66 Ayat (2), terdapat empat aturan yang menetapkan kewajiban TKDN bagi pemerintah pusat dan daerah.
Pertama, kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) untuk produk industri menggunakan PDN yang memiliki nilai TKDN paling sedikit 25%. Apabila terdapat PDN yang memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai bobot manfaat perusahaan paling sedikit 40%.
Kedua, dalam hal PDN yang memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai bobot manfaat perusahaan paling sedikit 40%, sebagaimana yang pertama tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan PDN yang memiliki nilai TKDN paling sedikit 25%.
Ketiga, jika TKDN poin pertama dan kedua tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan PDN yang memiliki TKDN kurang dari 25%.
Keempat, jika tingkat TKDN poin satu hingga tiga tidak terpenuhi atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka akan menggunakan PDN yang telah tercantum dalam sistem informasi industri nasional.
Langkah tersebut bertujuan agar semakin banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan dibeli oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.
Agus pun mengeklaim bahwa selama ini Kemenperin sudah memulai reformasi kebijakan TKDN, jauh sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif resiprokal secara mendadak.
"Jadi, reformasi kebijakan TKDN tidak disebabkan karena kebijakan tarif resiprokal Trump atau tekanan akibat perang dagang global, tapi berdasarkan kebutuhan industri dalam negeri," tegas Agus, Rabu (7/5).
Kemenperin telah memulai reformasi kebijakan TKDN jauh sebelum AS mengumumkan kenaikan tarif masuk impor ke Amerika Serikat pada awal April 2025. Pembahasan reformasi Tata Cara Perhitungan TKDN menurutnya sudah dilakukan sejak Februari lalu.