c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

27 Mei 2025

11:23 WIB

Wamen UMKM: 69,5% UMKM Belum Mampu Akses Kredit Perbankan

Masih terbatasnya kemampuan untuk mengakses kredit perbankan jadi salah satu penyebab pembiayaan di sektor UMKM masih menghadapi tantangan.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Wamen UMKM: 69,5% UMKM Belum Mampu Akses Kredit Perbankan</p>
<p id="isPasted">Wamen UMKM: 69,5% UMKM Belum Mampu Akses Kredit Perbankan</p>

Ilustrasi UMKM. Pekerja menjemur ikan tongkol sebelum diolah menjadi ikan kayu (keumamah) di rumah produksi UMKM Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Senin (14/10/2024). AntaraFoto/Khalis Surry

JAKARTA - Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Helvi Moraza menyebut salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pengusaha UMKM adalah akses pembiayaan, lantaran masih besarnya ketidakmampuan untuk mengakses kredit perbankan.

"Saat ini, tantangan dalam akses pembiayaan menjadi kendala besar. Sebanyak 69,5% UMKM belum mampu mengakses kredit perbankan," kata Wamen Helvi dalam acara PMII Economic Forum 2025: Era Baru Perekonomian, dikutip Selasa (27/5).

Dia menuturkan, beberapa faktor yang menyebabkan UMKM kurang memiliki akses perbankan mulai dari status Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang belum memadai, kurangnya agunan, hingga tingginya suku bunga kredit yang tidak bersahabat lagi bagi usaha mikro kecil.

Padahal, menurutnya 43,1% persen UMKM masih menyatakan membutuhkan kredit untuk ekspansi dan peningkatan produktivitas.

Sementara itu berdasarkan Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) pada Januari 2025 yang dirilis oleh Bank Indonesia, per Desember 2024 rasio kredit UMKM baru mencapai 19,84% atau Rp1.592 triliun dari total kredit perbankan yang sebesar Rp8.024 triliun.

"Sementara dalam kajian Ernst & Young tahun 2023, kebutuhan pembiayaan UMKM diproyeksikan akan mencapai Rp4.300 triliun pada 2026, sementara ketersediaannya hanya Rp1.900 triliun. Artinya, terdapat kesenjangan pembiayaan yang cukup besar," imbuhnya.

Menyikapi kondisi yang ada, Wamen Helvi mengatakan pemerintah menargetkan penyaluran KUR 2025 mencapai Rp300 triliun. Sebanyak 60% penyaluran ditargetkan untuk sektor produksi, dengan jumlah debitur baru mencapai 2,34 juta dan debitur graduasi mencapai 1,17 juta.

Baca Juga: Pertumbuhan Kredit UMKM Melambat, OJK: Perlu Prinsip Kehati-Hatian

Dirinya juga menegaskan Kementerian UMKM terus mendorong optimalisasi penyaluran kredit perbankan kepada pelaku UMKM, tidak hanya berorientasi pada peningkatan jumlah debitur, tetapi juga pada peningkatan kualitasnya.

Kementerian UMKM juga akan terus memperkuat peran perbankan dan lembaga keuangan, untuk menggenjot pembiayaan produktif terutamanya untuk UMKM.

"Bank Himbara, Bank Pembangunan Daerah, hingga Lembaga Keuangan Mikro akan dioptimalkan melalui integrasi data dan reformasi pembiayaan berbasis risiko yang lebih akurat dan adil," katanya.

Selain itu, ia melanjutkan, Pemerintah juga telah menghadirkan berbagai instrumen kebijakan untuk mendukung sektor UMKM, seperti PP 7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan KUMKM, serta PP 47/2024 tentang Penghapusan Piutang Macet.

Upaya OJK Dongkrak Kredit UMKM
Terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan untuk mendukung UMKM, perlu dibangun ekosistem yang bisa membantu pertumbuhan UMKM secara sehat yang mencakup berbagai aspek, diantaranya pelatihan, pendampingan, pemasaran dan akses pasar.

Ekosistem tersebut, dinilai dapat beroperasi dengan semakin baik dengan adanya dukungan optimal dari trade policy, industrial policy, dan investment policy serta kolaborasi antara otoritas dan lembaga terkait.

Dian menambahkan, OJK senantiasa berperan aktif mendukung peran Perbankan dan Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) dalam penyaluran program kredit/pembiayaan Pemerintah untuk UMKM, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Usaha Alsintan (KUA), dan sebagainya, sehingga dapat disalurkan secara tepat sasaran, tepat guna, serta tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.  

Baca Juga: Airlangga: 71 Ribu UMKM Telah Terima Fasilitas Hapus Tagih

Upaya tersebut, juga didorong dengan sejumlah ketentuan prudensial perbankan yang dapat mendorong penyaluran kredit kepada segmen UMKM, antara lain penetapan kualitas Aset Produktif dapat hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 pilar) untuk kredit kepada debitur UMKM dengan plafon sampai dengan Rp25 miliar, bagi bank yang memenuhi kriteria tertentu.

“Selain itu, dalam perhitungan rasio Kewajiban Penyediaan Minimum Bank (KPMM), kredit UMK dan ritel dikenakan bobot risiko ATMR Kredit yang relatif rendah (45%–85%) dibandingkan dengan kredit korporasi tanpa peringkat yang dikenakan bobot risiko sebesar 100%,” imbuhnya.

Dalam jangka panjang, Dian mengungkap OJK sedang menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Akses Pembiayaan kepada UMKM (RPOJK UMKM) mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan terhadap UMKM di tahun-tahun mendatang.

RPOJK tersebut, saat ini telah melalui tahap dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“RPOJK UMKM nantinya akan berlaku bagi bank dan LKNB, serta diharapkan dapat memberikan kemudahan akses pembiayaan kepada UMKM dalam seluruh tahapan pembiayaan yang dilakukan oleh Bank dan LKNB, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas usahanya,” pungkas Dian.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar