22 Juni 2024
17:21 WIB
Utang Rafaksi Minyak Goreng Dibayar ke Produsen, Ini Tanggapan Aprindo
Pemerintah bakal membayarkan utang rafaksi minyak goreng kepada para produsen migor, bukan ke ritel modern. Aprindo meminta pemerintah transparan mengenai jumlah utang dan skema pembayaran.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Dua calon pembeli memilih minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan Jakarta (22/3/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berencana mulai menyalurkan pembayaran utang rafaksi minyak goreng (migor) kepada para produsen migor, bukan kepada peritel domestik.
Adapun perihal pembayaran utang rafaksi ini disampaikan oleh Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman kepada awak media saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian, Kamis (20/6).
Merespon hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, sah saja BPDPKS menyalurkan pembayaran utang rafaksi kepada produsen. Sebab, ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 3/2022.
"Kalaupun pembayarannya ke produsen sesuai Permendag 3/2022, ya kami terima saja, tetapi kami harus tahu dong angka-angkanya. Karena kan kita yang melakukan penjualan minyak goreng satu harga itu, masa (nominal utang) yang dibayarkan oleh BPDPKS kepada produsen kita enggak tahu," ujarnya kepada Validnews, Sabtu (22/6).
Karena itu, selain kepada produsen, ia meminta data dan informasi mengenai jumlah utang rafaksi migor itu ditembuskan juga ke peritel. Menurutnya, sudah seharusnya data tersebut disampaikan secara transparan.
Baca Juga: Belum Bayar Rafaksi Minyak Goreng, Ini Alasan Kemendag
Dengan transparansi data tersebut, peritel menjadi tahu berapa nominal dan jumlah pembayaran yang akan diterima produsen migor. Sebab nantinya, produsen juga yang akan membayarkan utang rafaksi migor kepada para peritel modern di dalam negeri.
"Betul produsen yang membayar kepada ritel, tapi kami kasih catatan, kami minta pemerintah atau BPDPKS harus transparan, harus bisa memberikan data-data (jumlah utang) yang akan dibayarkan ke produsen," tegas Roy.
Sebagai informasi, utang rafaksi muncul karena peritel sudah menjual migor sesuai kebijakan 'satu harga' yang dikeluarkan pemerintah. Karena itu, harga jual minyak goreng ke konsumen lebih rendah dibandingkan harga beli dari produsen pada tahun 2022 lalu. Selisih itu yang ditanggung pemerintah.
Saat ini, besaran klaim pembayaran rafaksi migor yang telah diverifikasi oleh Sucofindo totalnya senilai Rp474,8 miliar. Jumlah itulah yang akan dibayarkan ke produsen.
Secara teknis, setelah produsen mendapatkan pembayaran utang rafaksi, barulah produsen akan membayarkan utang kepada peritel.
Sampai sekarang, baik produsen maupun peritel, masih menunggu soal pembayaran utang rafaksi migor dari pemerintah.
"Aprindo tidak ada yang produsen, (utangnya) nanti dibayarkan (ke produsen), baru nanti produsen yang bayar ke kami. Jadi kami memang menunggu dari produsen," jelas Roy.
Skema Pembayaran
Selain transparansi besar utang yang dibayarkan pemerintah, Roy menegaskan satu lagi aspek yang harus dipenuhi yakni informasi soal skema pembayaran.
Ia menilai selama ini belum ada skema yang jelas mengenai pembayaran utang, apakah akan dibayarkan secara langsung dan lunas kepada puluhan produsen atau justru secara bertahap.
"Kita ingin dapat kepastian pembayarannya. Ini kan kita belum tau cara bayarnya, dari puluhan produsen minyak goreng apakah dibayar serempak atau dibayar satu atau dua produsen dulu," tuturnya.
Baca Juga: BPDPKS Bakal Segera Bayarkan Utang Rafaksi Migor Ke 14 Produsen
Apabila utang rafaksi dibayarkan bertahap, Roy menilai durasi pengembalian utang bakal menjadi lebih lama. Ditambah lagi, skema dan target pelunasan utang rafaksi belum jelas.
Dia pun menekankan, peritel sudah menunggu pembayaran utang rafaksi migor ini selama 2,5 tahun. Namun sampai sekarang pemerintah belum ada kejelasan, sehingga saat ini peritel masih harus memantau proses pembayaran utang tersebut.
"Kita perlu tahu, kalau memang dibayarkan satu persatu, nah itu kan menunggu waktu lagi. Padahal kita sudah hampir dua setengah tahun belum dibayarkan oleh pemerintah," imbuh Roy.