c

Selamat

Minggu, 19 Mei 2024

EKONOMI

15 Mei 2023

14:14 WIB

Tuntutan Bank Konvensional Kembali Hadir Di Aceh Makin Menguat

Sejak terjadinya gangguan layanan perbankan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sejak Senin (8/5), banyak pengusaha asal Aceh tak bisa bertransaksi, menarik uang di dalam rekening atau transfer antarbank

Editor: Faisal Rachman

Tuntutan Bank Konvensional Kembali Hadir Di Aceh Makin Menguat
Tuntutan Bank Konvensional Kembali Hadir Di Aceh Makin Menguat
Pengguna jalan melintasi jasa tempat pengiriman uang di ruas Jalan Manekroo, Meulaboh, Kabupaten Ace h Barat, Ahad (14/5/2023) sore. Antara/Teuku Dedi Iskand

MEULABOH – Tuntutan agar bank konvensional kembali diperbolehkan beroperasi di Provinsi Aceh semakin ramai disuarakan. Ini karena layanan perbankan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) belum optimal melayani para nasabah, khususnya para pengusaha.

Kali ini, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, yang menyuarakan hal ini. 

Mereka meminta pemerintah untuk mengizinkan kembali bank konvensional di daerah itu, sebagai pilihan untuk transaksi keuangan guna mendukung kemajuan ekonomi dan investasi.
 
“Kehadiran bank konvensional di Aceh selama ini sangat dibutuhkan masyarakat dan pelaku usaha, karena memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri,” kata Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, Yuslan Thamren, seperti dikutip dari Antara, Senin (15.5).

Menurut dia, sejak terjadinya gangguan layanan perbankan melalui PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sejak Senin (8/5) lalu, banyak pengusaha asal Aceh di Jakarta termasuk dirinya, tidak bisa bertransaksi keuangan untuk berbisnis. Ini karena ia tidak bisa menarik uang di dalam rekening miliknya maupun transfer antar bank.
 
Yuslan mengatakan, selama ini banyak pengusaha asal Aceh termasuk masyarakat Aceh yang menyimpan uang di rekening BSI, tidak bisa bertransaksi secara maksimal karena layanan yang masih terganggu (eror).
 
Dampak gangguan yang kini masih terjadi, kata dia, membuatnya tidak bisa membayar barang yang sudah tiba dari Amerika Serikat ke Indonesia, karena tidak bisa melakukan transfer dari aplikasi perbankan bergerak (mobile banking) yakni BSI "mobile". Hal yang sama juga dialami oleh rekan bisnisnya dari Aceh yang saat ini berada di Jakarta yang tidak bisa bertransaksi karena gangguan layanan di BSI.
 
Untuk itu, dia mengharapkan agar persoalan ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, dengan menghadirkan kembali layanan bank konvensional di Aceh, sehingga masyarakat memiliki pilihan untuk bertransaksi keuangan.
 
“Kami dukung BSI tetap ada di Aceh, tapi masyarakat dan pelaku usaha juga diberikan pilihan agar kami bisa bertransaksi melalui bank konvensional,” katanya.

Pegawai melayani nasabah mengisi data diri di KCP Bank Syariah Indonesia (BSI), Cimanggis, Depok. Se lasa (21/2/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni 

 

Pengiriman Uang
Hal senada juga diungkapkan sejumlah pelaku usaha jasa pengiriman uang dan top-up uang digital di Meulaboh, Ibu Kota Kabupaten Aceh Bara. 

Mereka juga mengaku belum bisa melayani masyarakat untuk melakukan jasa pengiriman uang dan pengisian uang dompet digital melalui layanan perbankan PT Bank Syariah Indonesia (BSI).

“Memang kalau untuk transfer sesama Bank BSI sudah bisa meski masih sering terganggu,” kata Yusmaidi, seorang pekerja layanan jasa pengiriman uang yang beroperasi di ruas Jalan Manekroo, Meulaboh. 

Sampai Minggu (14/5), kata dia, masyarakat atau pelanggan yang ingin melakukan pengisian uang dompet digital masih belum bisa dilayani, mengingat layanan melalui Bank BSI  belum maksimal.

Yusmaidi mengaku, sampai saat ini, banyak pelanggan yang mengeluh karena tidak bisa melakukan transaksi perbankan. Padahal sebagian besar masyarakat di Aceh hanya menggunakan layanan bank tersebut untuk bertransaksi.

Fajri, seorang pelaku usaha layanan pengiriman uang di Meulaboh, Aceh Barat pun mengeluhkan hal serupa. Menurutnya, layanan pengisian uang tunai melalui mesin ATM Bank BSI masih sering terganggu dan belum maksimal.

“Sebagai pelaku usaha kami juga terganggu, karena saat ingin mengisi uang di ATM di hari libur melalui mesin juga terkendala,” katanya.

Menurutnya, meski layanan perbankan melalui PT Bank BSI sudah mulai bisa digunakan untuk transaksi transfer uang melalui mobile banking, namun untuk layanan lain seperti top-up uang digital hingga Ahad sore masih belum bisa dilakukan.

“Kami berharap layanan BSI segera pulih dan normal kembali,” kata Fajri mengharapkan.

Lumpuhnya Perekonomian
Sebelumnya, ketiadaan layanan bank-bank konvensional di Aceh pun dirindukan Ketua Umum Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Provinsi Aceh Nurchalis. Karena itu ia pun mendesak pemerintah Aceh dan pemerintah pusat agar kembali mengizinkan layanan perbankan konvensional beroperasi di Aceh.

“Sehingga apabila terjadi kelumpuhan layanan perbankan syariah di Aceh, maka ekonomi masyarakat di Aceh tidak ikut lumpuh,” kata demikian Nurchalis, seperti dikutip dari Antara, Selasa (9/5).

Dia mengatakan, dampak dari gangguan layanan BSI, lanjutnya, menyebabkan lumpuhnya perekonomian masyarakat di sejumlah daerah di Aceh. 

“Gangguan layanan Bank BSI di Aceh merupakan sejarah terburuk dalam pelayanan perbankan di Aceh, ini sangat kita sesali,” ucapnya.

Menurut dia, dampak dari gangguan layanan perbankan dengan alasan maintenance tersebut, telah menyebabkan ratusan ribu masyarakat di Aceh tidak bisa melakukan transaksi ekonomi melalui perbankan. Karena layanan tersebut tidak bisa diakses sama sekali.

Akibat hal tersebut, banyak kalangan pelaku usaha di Aceh yang mengalami kerugian besar akibat tidak bisa melakukan transaksi keuangan. Pasalnya, saat ini sebagian besar masyarakat dan pelaku usaha di Aceh menggunakan layanan PT Bank Syariah Indonesia untuk melakukan transaksi keuangan.

Selain itu, kata Nurchalis, banyak kalangan mahasiswa dan orangtua di Aceh yang tidak bisa mengirim uang melalui rekening BSI, karena layanan tersebut lumpuh total, dan tidak bisa diakses.

Nasabah melakukan transaksi di mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di Gedung Wisma Mandiri I di Jakar ta, Kamis (11/5/2023). Antara Foto/M Risyal Hidayat


Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Aceh Nahrawi Noerdin juga mengeluhkan hal yang sama. Ia tidak bisa melakukan penebusan minyak dan gas ke Pertamina akibat sistem dari BSI yang eror.

"Saat eror layanan BSI, di Aceh tidak ada solusi bagi pemilik SPBU untuk melakukan penebusan minyak ke Pertamina, ini sangat mengecewakan," serunya.

Hal itu disampaikan Nahrawi Noerdin setelah dirinya beserta sejumlah pengusaha SPBU lainnya di Aceh gagal melakukan penebusan pembelian minyak dan elpiji ke Pertamina melalui BSI.

"Kalau BSI error sistemnya seperti ini, bisa kosong bahan bakar minyak di seluruh SPBU di Aceh, karena kita tidak bisa menarik dan mentransfer uang penebusan BBM di Pertamina," ujarnya.

Nahrawi menuturkan, sebelum BSI jadi 'pemain tunggal' transaksi penebusan minyak oleh pemilik SPBU bisa dilakukan dari sejumlah bank, karena ada sistem di setiap bank dengan nama host to host. Namun, saat sistemnya hanya ada di satu bank yaitu BSI, maka ketika terjadi layanan eror seperti hari ini secara otomatis semua transaksi di Aceh terhambat.

"Kondisi seperti ini bisa menjadi pelajaran dalam mengambil kebijakan, seharusnya ada bank konvensional lain satu di Aceh yang memiliki sistem host to host, jadi ada solusi saat satu bank eror," katanya.

Jauh Dari Harapan
Nahrawi menilai, hingga saat ini pelayanan bank syariah di Aceh masih cukup jauh dari harapan, terutama bagi kalangan dunia usaha. Jika kondisi ini terus berlarut, lanjut Nahrawi, ia menilai Aceh akan menjadi daerah terisolir secara nasional dan internasional dalam urusan transaksi keuangan.

“Akses dan layanan keuangan yang bisa dinikmati oleh saudara-saudara kita di seluruh Indonesia, tapi tidak bisa dinikmati di Aceh. Itu cukup besar pengaruhnya bagi dunia usaha dan perekonomian Aceh," tuturnya.

Sekadar informasi, sejak penerapan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah mulai diterapkan sejak tahun 2019 dan efektif pada 2021, masyarakat di kabupaten/kota di Aceh hanya mendapatkan dua pilihan bank untuk bertransaksi. Keduanya adalah Bank BSI dan Bank Aceh Syariah yang memiliki layanan di seluruh Aceh.
 
Hal ini merupakan kekhususan Aceh sebagai daerah istimewa yang melalui Qanun (Peraturan Daerah) Lembaga Keuangan Syariah, hanya memperbolehkan perbankan dengan sistem syariah islam yang boleh beroperasi di Aceh.
 
Kalau pun ada bank syariah lainnya di Aceh, menurutnya Yuslan, bank tersebut masih belum berkembang dari segi layanan dan kalah saing dari BSI. 

“Jadi, kami berharap pemerintah kembali membuka layanan bank konvensional di Aceh, agar ekonomi masyarakat Aceh tidak semakin terpuruk,” kata Yuslan. 

Dalam keterangannya, Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi menyampaikan seluruh layanan perbankan itu sudah kembali normal, baik di kantor cabang, mesin anjungan tunai mandiri (ATM) maupun mobile banking setelah selama beberapa hari terakhir BSI down.

Alhamdullilah pada hari ini, layanan cabang, ATM, dan mobile banking sudah kembali normal dan dapat digunakan oleh para nasabah untuk melakukan transaksi,” ujar Hery dalam Konferensi Pers Update Layanan BSI di Jakarta, Kamis (11/5).

BSI melakukan peningkatan kapasitas agar core banking dan critical channel bisa kembali dipulihkan dengan cepat dan stabil, sehingga layanan kepada nasabah dapat sepenuhnya normal.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar