05 Juni 2023
19:45 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan, Indonesia terus melakukan berbagai upaya konkret untuk terus memperluas kerjasama dalam penggunaan Transaksi Mata Uang Lokal masing-masing negara (Local Currency Transaction/LCT). Sejauh ini, penyelesaian transaksi via LCT terus bertumbuh signifikan.
Pada tahun lalu, skema pembayaran lewat LCT Indonesia dengan negara-negara mitra dagang telah mencapai US$4,1 miliar. Secara eksplisit, skema ini melanggengkan transaksi ekonomi melalui mata uang bilateral atau dedolarisasi, alih-alih menggunakan dolar AS konvensional.
“Secara keseluruhan, dapat kami laporkan, total nilai transaksi Local Currency Transaction Indonesia dengan empat negara mitra yang sudah berlangsung dan berjalan pada tahun 2022 yang lalu mencapai sekitar US$4,1 miliar,” sebutnya di Jakarta, Senin (5/6).
Sebagai info tambahan, Indonesia telah meneken perjanjian LCT dengan Thailand, Jepang, China, dan Malaysia. Perry menyebutkan, realisasi LCT 2022 telah meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan pada 2021 yang hanya US$2,5 miliar.
Bahkan, dia menyampaikan, transaksi yang sama telah meningkat lebih dari 10 kali lipat dibandingkan sejak BI melakukan implementasi di periode pertama Perry menjabat sebagai Gubernur BI. “Saat itu (transaksi LCT) baru mencapai US$308,5 juta,” ungkapnya.
Ke depan, pihaknya juga akan terus mengupayakan perluasan kerja sama LCT dengan negara-negara mitra lainnya. Apalagi, dia juga menyampaikan, bahwa Indonesia telah menandatangani kesepakatan LCT dengan Singapura di 2022, begitu juga dengan Korea Selatan belum lama ini.
“Kami juga melakukan upaya-upaya untuk terus memperluas kerjasama dalam penggunaan Local Currency Transaction dengan berbagai negara, baik ASEAN maupun mitra dagang utama lainnya termasuk dengan Jepang, Tiongkok, dan kami juga sudah bekerja sama dengan Korea Selatan,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Perry juga mengungkapkan, BI juga akan terus memperluas digitalisasi sistem pembayaran, untuk perluasan ekonomi dan keuangan digital dan penguatan stabilitas sistem dan layanan pembayaran. Salah satunya, lewat target 45 juta pengguna QRIS pada 2023.
“Pada 2023, fokus kami adalah QRIS yang terus kami perluas untuk mikro maupun untuk tarik tunai transfer dan setor tunai QRIS TUNTAS. Kami menargetkan 45 juta pengguna QRIS, demikian juga perluasan mengenai BI-FAST baik untuk kepesertaan maupun layanan lain debit, maupun direct-debit, bulk-credit, request for payment,” ujarnya.
Begitu juga peningkatan intensitas kampanye terkait manfaat QRIS termasuk Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk merchant kategori Usaha Mikro (UMI), serta QRIS TUNTAS (Tarik Tunai, Transfer, dan Setor Tunai).
Pada gilirannya, QRIS juga akan terus dikembangkan ke negara lain di kawasan maupun di luar itu, seperti dengan Singapura, Filipina, Jepang, India, dan Tiongkok. Hal ini dilakukan BI sebagai upaya merealisasikan konektivitas pembayaran regional atau regional payment connectivity.
Adapun saat ini, Indonesia baru menjalin kerja sama untuk implementasi penggunaan QRIS dengan Malaysia dan Thailand. BI juga akan terus mengupayakan akseptasi BI-FAST kepada masyarakat.
Selain itu, BI juga akan mendorong implementasi dan sosialisasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) segmen pemerintah. Pemanfaatan kartu kredit tersebut mendukung penggunaan anggaran belanja pemerintah secara lebih tepat guna.
“Kami juga kemarin bersama Bapak Presiden sudah meluncurkan Kartu Kredit Indonesia untuk segmen pemerintah, dimana kartu kredit untuk segmen pemerintah ini bisa digunakan untuk belanja pemerintah baik pusat maupun daerah,” terang Perry.
Kartu kredit yang diresmikan pada Mei lalu itu mengakomodasi transaksi keuangan pemerintah pusat dan daerah dengan biaya nol persen untuk pemerintah dan biaya yang lebih efisien untuk merchant.
“Dengan menggunakan kartu kredit (KKI), biaya pemerintah adalah nol, sementara biaya untuk rekanan juga lebih rendah dibandingkan kartu kredit komersial yang lain,” katanya.
Info saja, KKI memfasilitasi transaksi pemerintah untuk penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).