c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

29 September 2023

15:26 WIB

Transaksi Bursa Karbon Hari Kedua Rp0, Ini Kata BEI dan Analis

Menurut analis, bursa karbon adalah konsep yang relatif baru di Indonesia, dan pelaku pasar mungkin perlu waktu untuk memahami mekanisme perdagangannya

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

Transaksi Bursa Karbon Hari Kedua Rp0, Ini Kata BEI dan Analis
Transaksi Bursa Karbon Hari Kedua Rp0, Ini Kata BEI dan Analis
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi menteri dan pejabat terkait meluncurkan secara resmi Bursa Karbon Indonesia di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/9/2023). ANTARA/Yashinta Difa

JAKARTA - Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada hari kedua perdagangan, Rabu (27/9), tidak mencatatkan transaksi sama sekali alias Rp0. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan debutnya pada Selasa (26/9), dengan nilai transaksi bursa karbon mencapai Rp29,20 miliar.

IDXCarbon melaporkan sepanjang perdagangan Selasa (26/9), terdapat 27 transaksi dengan total volume mencapai 459.953 tCO2 berasal dari 15 pembeli.

Memang, produk karbon hanya berasal dari Pertamina New and Renewable Energy (Pertamina NRE). Pertamina NRE menawarkan Unit Karbon dari Proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Harga Pembukaan Pasar Reguler Rp69.600 dan Harga Penutupan Pasar Reguler Rp77.000.

Baca Juga: PLN Akan Segera Melantai di Bursa Karbon Indonesia

Lantas, bagaimana tanggapan Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku Penyelenggara Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) dan tanggapan analis soal sepinya transkasi Bursa Karbon?

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan bahwa nature bursa karbon memang tidak se-likuid bursa saham.

Terlebih, menurutnya, perdagangan Bursa Karbon ini masih tahap awal, sehingga diyakini jumlah pengguna jasa juga belum cukup banyak. Oleh karena itu, pihaknya terus menggencarkan sosialisasi dan pertemuan.

"Sosialisasi dan pertemuan masih kami lakukan dengan perusahaan potensial. Diharapkan nantinya jumlah demand dan supply akan cukup banyak sehingga bursa karbon akan lebih likuid," kata Jeffrey kepada awak media, Jumat (29/9).

Capital Market Analyst salah satu Bank terkemuka di Indonesia, Lanjar Nafi turut menyoroti hal ini. Lanjar Nafi mengatakan, ada beberapa faktor yang memengaruhi perdagangan karbon.

"Pertama, Bursa Karbon memiliki karakteristik likuiditas yang berbeda dari perdagangan saham. Likuiditas di Bursa Karbon tidak bisa disamakan dengan likuiditas pasar saham, dan transaksi di sini biasanya bukan untuk tujuan spekulatif," ujar Lanjar Nafi kepada Validnews, Jumat (29/9).

Kedua, lanjut dia, BEI masih menunggu arahan dari SPE-GRK (Sistem Registrasi Nasional-Pengelolaan Risiko dan Sertifikasi Karbon) dan permintaan dari pengguna jasa untuk mematok target volume transaksi di Bursa Karbon.

"Ini menunjukkan bahwa pasar masih dalam tahap pengembangan dan menunggu arah yang lebih jelas," imbuhnya.

Baca Juga: Bank Mandiri Beli 3.000 Ton CO2 di Bursa Karbon

Bandingan Dengan Malaysia
Ketiga, meskipun Bursa Karbon Indonesia berusaha untuk menjadi besar dan penting, namun jika dibandingkan dengan Bursa Karbon Malaysia terdapat perbedaan dalam volume perdagangan pada hari perdana. Di Malaysia tercatat 150 ribu kredit karbon dari 15 perusahaan pada hari perdana. Hal tersebut menunjukkan perbedaan dalam minat dan partisipasi awal di pasar karbon antara kedua negara.

Lanjar Nafi menjelaskan, meskipun perdagangan unit karbon pada hari pertama tercatat cukup aktif dengan 15 perusahaan yang berpartisipasi, minat tersebut tidak berlanjut pada hari kedua.

Hal ini, menurutnya, mungkin disebabkan oleh kebutuhan waktu untuk pelaku pasar memahami pasar baru ini dan menilai potensi investasi.

"Pasar karbon adalah konsep yang relatif baru di Indonesia, dan pelaku pasar mungkin perlu waktu untuk memahami mekanisme perdagangan dan potensi manfaatnya," pungkas Lanjar Nafi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar