14 Agustus 2023
16:22 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
JAKARTA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berencana menyusun positive list produk impor di bawah US$100 atau Rp1,5 juta pada revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020. Rencananya, usulan ini akan memperbolehkan impor barang yang tidak bisa diproduksi dalam negeri.
Menanggapi hal ini, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki rupanya tidak sejalan dengan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya bisa membuat kebijakan agar pelaku industri luar negeri yang sebelumnya tidak memproduksi dalam negeri akhirnya membuka pabrik dan bisa membuka lapangan pekerjaan.
"Saya enggak setuju kalau dibikin positive list, menurut saya justru kita, katakanlah barangnya belum ada di kita tapi kita tutup nanti produksi dalam negeri. Maka yang akan mengisi pasar kebutuhan yang tidak ada itu itukan kebijakan hilirisasi kebijakan dari pak Presiden," katanya dalam Konferensi Pers, Senin (14/8).
Dengan kebijakan tersebut menurutnya secara otomatis kekosongan produk impor akan diisi oleh produk-produk UMKM lokal. Dengan demikian, para UMKM pun akan terbantu dalam mempertahankan keberlanjutannya. Langkah ini menurutnya juga sejalan dengan kebijakan belanja pengadaan barang dan jasa pemerintah 40% wajib produk lokal.
"Kita butuh lapangan kerja yang cukup besar. Kita banyak angka pengangguran, jadi itu yang harus dipahami oleh seluruh para menteri. Saya paham betul apa yang disampaikan Pak Presiden," ujarnya.
Baca Juga: Teten: Presiden Turun Tangan Revisi Permendag 50/2020
Di sisi lain, Teten juga menyoroti terkait tarif biaya masuk yang tinggi bagi barang impor baik yang dijual secara online maupun offline agar segera teregulasi dengan baik. Dia memantau, tarif yang dikenakan selama ini terlalu rendah sehingga produk lokal bisa tergerus didalamnya.
"Karena, di tarifnya kita tarif bebasnya terlalu rendah. Saya akan lihat satu-satu nanti, kebetulan kita sedang melakukan program hilirisasi, mana yang tarif bea masuk harus keluar dan kita mau lihat lagi satu-satu. Jadi ini nanti akan ada beberapa rekomendasi lagi dari Kementerian Perdagangan," katanya.
Dia mengatakan, regulasi terkait ini akan melarang ritel online untuk langsung berjualan cross border. Pihaknya menilai selama ini pemerintah terus memberikan karpet merah untuk produk impor tanpa memperhitungkan produk dalam negeri, sehingga menimbulkan persaingan yang tidak adil bagi penjual lokal.
Menurut Teten, beberapa produk lokal seperti pakaian muslim dan produk skincare belakangan sudah berjalan dengan baik dan mulai digemari oleh masyarakat Indonesia. Namun, lantaran adanya barang luar yang masuk ke Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah akhirnya beberapa produk lokal tersebut mulai tergantikan.
"Kemarin sudah bagus lokal brand itu, sedang kuat-kuatnya. Tapi ya sekarang dibunuh oleh derasnya masuk barang dari luar yang harganya lebih murah. Ini karena kita kurang melindungi dari segi kebijakan misalnya biaya masuk ya, kebijakan impor kita kurang mengatur dengan baik," jelasnya.
Teten mengatakan banyak produk impor yang harganya terlampau murah dan sering kali tidak masuk akal sehingga produk dalam negeri tidak mampu bersaing bahkan untuk biaya produksi atau HPP (Harga Produk Penjualan). Ia menuturkan, pihaknya banyak melihat produk-produk impor yang masuk ke Indonesia banyak yang menerapkan praktik predatory pricing.
Dia meyakini telah ada white label atau pemberian merek dagang oleh perusahaan hingga afiliasi kepada pihak e-commerce tersebut, sehingga barang tertentu direkomendasikan langsung ke pengguna lewat laman utama platform. Untuk itu, dia juga menekankan dengan adanya cross border, barang impor harus berikan regulasi dan aturan main yang sama.
"Saya Menteri Koperasi UMKM saya harus melindungi produk UMKM. Jangan sampai kalah di kampung sendiri di negara sendiri ya. Karena kita punya market yang sangat besar, kita bangun infrastruktur internet ini tapi negara yang lain yang mengambil keuntungan," imbuhnya.
Keluhan Dari Beberapa UMKM
Seorang pengusaha fesyen, Dian Fiona menceritakan keluh kesahnya sebagai pengusaha lokal. Menurutnya dengan datangnya barang-barang impor yang berjualan secara bebas tanpa dikenakan pajak sama seperti dirinya akan mematikan pengusaha Indonesia.
"Alangkah sedihnya kita sebagai lokal brand. Saya sendiri produksi sendiri bahan dari Bandung dan 100% pekerja saya adalah kepala kepala keluarga dari kampung. Jadi kita sudah wajib pajak tapi sangat sedih ketika produksi dari negara China datang secara bebas untuk didistribusikan di online di marketplace," tuturnya.
Dia sendiri memohon kepada pemerintah agar segera melakukan pengawasan yang ketat pada barang impor agar terdapat keadilan bagi semua penjual baik lokal dan impor untuk sama sama membayar pajak. Apalagi dia menilai dalam waktu singkat akan masuk akhir tahun dimana puncak penjualan akan segera terjadi.
"Seperti tahun-tahun sebelumnya, kuartal IV sampai Desember adalah puncak penjualan online shopping paling tinggi. Jadi kita membutuhkan dukungan dari negara kita supaya UMKM ini bisa berjaya di negara kita sendiri," imbuhnya.
Baca Juga: Menkop UKM: Ada Bisnis Cross Border Di Tiktok Shop
Selain Dian, Founder dari brand real food produk kesehatan asal Indonesia yang berbasis sarang burung walet, Edwin juga mengeluhkan hal yang sama. Menurutnya, produk impor masih belum diregulasikan sehingga ketika sampai di Indonesia memiliki harga yang lebih murah daripada hasil produksi dari Indonesia.
Padahal, menurut pengalamannya sendiri, saat ingin melakukan ekspansi dengan mengirimkan produk ke luar negeri pihaknya perlu melalui proses yang panjang dan sulit serta dikenakan pajak yang lumayan tinggi.
"Kami juga pernah merasakan kesusahan ketika kita mau melakukan ekspor. Harapannya ke depan bagaimana kita di Indonesia sendiri bisa meregulasikan sesuatu yang lebih baik sehingga nanti produk-produk yang akan di masuk ke Indonesia itu bisa bersaing dengan produk-produk lokal," ucapnya.