02 Januari 2024
19:29 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penerimaan pajak nasional sepanjang tahun fiskal 2023 menembus target dengan realisasi senilai Rp1.869,2 triliun.
Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak melebihi target APBN 2023 yang dipatok Rp1.718 triliun dan Perpres 75/2023 yang senilai Rp1.818,2 triliun.
"Penerimaan pajak sampai Desember 2023 Rp1.869,2 triliun. Ini 108,8% dari target APBN awal, dan direvisi ke atas di Perpres 75/2023 dan masih tembus juga, yaitu 102,8%," ujarnya dalam Konferensi Pers APBN 2023 di Gedung Djuanda Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (2/1).
Kemenkeu mencatat setoran pajak Januari-Desember 2023 tumbuh 8,9% secara tahunan (yoy). Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan 2022 yang tumbuh 34,3%, sebab ada penurunan harga komoditas dan impor, serta program pengampunan pajak yang tidak berulang.
Baca Juga: Tarif Efektif PPh Pasal 21 Resmi Berlaku Mulai 1 Januari 2024
Berikutnya, Sri Mulyani menyampaikan penerimaan pajak 2023 terdiri dari 4 kelompok. Setoran Pajak Penghasilan Non Migas terealisasi Rp993 triliun atau tumbuh 7,9%.
PPN dan PPnBM terkumpul Rp764,3 triliun atau tumbuh 11,2%, PBB dan Pajak Lainnya terkumpul Rp43,1 triliun atau tumbuh 39,2%. Sementara itu, PPh Migas terkumpul Rp68,8 triliun dan terkontraksi 11,6%.
"3 kelompok growth positif, yang turun adalah PPh migas, karena harga komoditas migas turun, dan ada faktor lain mengenai penerimaan yang tidak berulang, yaitu tax amnesty II," terang Menkeu.
PPN dan PPh Badan Dominasi Setoran
Lebih lanjut, Menkeu pun memerinci capaian penerimaan pajak 2023 berdasarkan 8 jenis pajak. Sepanjang Januari-Desember 2023, setoran pajak didominasi oleh pajak pertambahan nilai (PPN). Kemudian disusul oleh PPh Badan alias pajak korporasi.
Dia menyebutkan PPN Dalam Negeri berkontribusi sebesar 25,5% dengan pertumbuhan 22,1%. Lalu, setoran PPh Badan berkontribusi 21,9% terhadap total penerimaan pajak dan tumbuh 20,3%.
"Tahun lalu PPh Badan sudah tumbuh 71,7%, tadinya kami mengira ini enggak akan tumbuh dua digit, ternyata bisa. Ini menggambarkan meskipun PPh Badan mulai terkoreksi, tapi masih resilien, korporasi kita masih cukup baik," kata Menkeu.
Sisanya, PPh Pasal 21 porsinya mencapai 10,8%. PPh Pasal 22 impor sebesar 3,7%, PPh Orang Pribadi sebesar 0,7%, PPh Pasal 26 sebesar 4,4%. Kemudian, PPh Final sebesar 6,7%, dan PPN impor berkontribusi sebesar 13,7%.
Baca Juga: Pemerintah Pajaki Rokok Elektronik Awal 2024
Sri Mulyani mencatat ada tiga jenis pajak yang kinerja kumulatifnya mengalami pertumbuhan negatif. Itu terdiri dari PPh Pasal 22 impor kontraksi 6,3%, PPN impor turun 5,5%, serta PPh Final anjlok sebesar 24,6%.
Menkeu menjelaskan PPN impor dan PPh Pasal 22 impor kontraksi karena penurunan nilai impor, baik komoditas migas ataupun nonmigas. Sementara PPh Final kontraksi karena kebijakan pengampunan pajak yang tidak berulang.
Pajak dari Industri Manufaktur Terbanyak
Berikutnya, Sri Mulyani memaparkan kontribusi penerimaan pajak berdasarkan 8 sektor usaha di Indonesia. Industri pengolahan atau manufaktur menjadi kontributor utama penerimaan pajak nasional pada 2023 dengan porsi 26,9%.
"Kalau dilihat kontribusi dari sektoral, dua yang teratas adalah industri pengolahan dan perdagangan. Industri pengolahan kontribusinya paling besar 26,9% dan penerimaan pajaknya tumbuh 7,4%," kata Menkeu.
Kemudian disusul oleh industri perdagangan sebagai kontributor pajak terbesar nomor dua. Adapun porsinya sebesar 24,4% terhadap penerimaan pajak keseluruhan.
Jika ditotalkan, penerimaan pajak dari dua industri tersebut lebih dari setengah setoran pajak nasional atau sebesar 51,3%.
Sisanya, penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi kontribusinya mencapai 11,5%, sektor pertambangan sebesar 9,4%, industri transportasi dan pergudangan berkontribusi 4,4%.
Lalu, setoran pajak dari sektor konstruksi dan real estat sebesar 4,4%, sektor informasi dan komunikasi berkontribusi 3,4%, serta sektor jasa perusahaan porsinya sebesar 3,3%.