c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

03 November 2022

15:01 WIB

Target RI Jadi Negara Maju, Mundur Karena Pandemi

Karena pandemi covid-19 yang berdampak terhadap perekonomian seluruh negara. Indonesia diperkirakan baru akan keluar dari middle income trap pada 2043 dan menjadi negara maju

Target RI Jadi Negara Maju, Mundur Karena Pandemi
Target RI Jadi Negara Maju, Mundur Karena Pandemi
Ilustrasi. Deretan bendera Merah Putih dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (11/8/2022). Antara Foto/Muhammad Adimaja

JAKARTA – Pemerintah menargetkan Indonesia menjadi negara maju pada 2043. Target ini diakui mundur dari target semula pada 2036-2038 karena efek dari pandemi covid-19.

“Karena pandemi covid-19 yang berdampak terhadap perekonomian seluruh negara termasuk Indonesia, kita akan keluar dari middle income trap pada 2043,” kata Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Ichsan Zulkarnaen dalam webinar Indonesia Development Talk 8 yang dipantau di Jakarta, Kamis (3/11).

Dia menjelaskan, pada 2043 Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia ditargetkan mencapai US$15.287. Target tersebut tumbuh dari target PDB per kapita pada 2040 yang sebesar  US$11.332.

Untuk mencapai target tersebut pemerintah berfokus melakukan pengembangan sumber daya manusia, membangun infrastruktur, menyederhanakan aturan dan birokrasi, serta melakukan transformasi ekonomi.

Pemerintah juga terus berupaya meningkat investasi yang masuk untuk mendukung peningkatan PDB dengan terus memperbaiki iklim investasi. 

Pada 2023, investasi yang masuk ke dalam negeri ditargetkan dapat mencapai Rp6.534,3 triliun.

Dari target tersebut sebanyak 83,6% atau senilai Rp5.368,6 triliun diharapkan datang dari pelaku usaha sebesar 9,8% atau senilai Rp640,8 triliun dari investasi pemerintah, dan sampai 8% atau Rp525 triliun datang dari investasi BUMN.

Pemerintah akan berfokus investasi pada program berskala besar agar bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja. 

Kemudian meningkatkan investasi dalam sektor manufaktur, melanjutkan reformasi birokrasi, dan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang berinvestasi pada sektor strategis.

“Pemerintah memprioritaskan sektor manufaktur bersama dengan sektor hilir dan sektor medis, yang secara langsung berdampak terhadap perekonomian nasional, terutama tingkat penyerapan tenaga kerja,” ucapnya.

Adapun sampai Juni 2022 sektor manufaktur memiliki investasi dengan nilai terbesar kedua atau mencapai 39,5 % dari total investasi.

Enam Syarat
Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, sejatinya ada enam prasyarat yang dapat menjadi fondasi bagi Indonesia agar mampu menjadi negara maju sesuai Visi Indonesia 2045.

Pertama, infrastruktur yang layak untuk mendukung mobilitas dan mendukung pembangunan. Kedua, penguatan sumber daya manusia yang dipenuhi melalui pendidikan riset, program kesehatan, dan perlindungan sosial.

Kemudian, ketiga, penyediaan teknologi melalui pengayaan inovasi dan teknologi untuk menjawab tantangan industri. Keempat, perbaikan birokrasi pemerintah dengan pembenahan kualitas layanan dan efisiensi proses bisnis.

Selanjutnya, kelima, pengelolaan tata ruang wilayah yang baik dan didukung oleh sistem yang integratif. Keenam, sumber daya ekonomi dan keuangan yang dipenuhi melalui APBN sehat untuk mendukung kesuksesan target pada 2045.


Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan enam prasyarat ini bukan merupakan jaminan. Pasalnya, upaya untuk mengantisipasi gejolak maupun ketidakpastian yang terjadi di lingkungan global dengan berbagai instrumen kebijakan juga sangat penting.

"Itu bukan jaminan karena kita juga dihadapkan oleh dinamika fluktuasi, volatilitas, bahkan krisis yang terjadi di lingkungan global. Kita tidak bekerja di lingkungan yang vakum," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Sri Mulyani juga memaparkan potensi Indonesia pada 2045 yaitu menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia dengan pendapatan per kapita sebesar US$23.199 dan usia produktif mencapai 47% dari jumlah penduduk.

"Visi tersebut tidak terjadi sendirinya, momentum perbaikan tidak berjalan otomatis. Seluruh visi bisa menjadi kenyataan bila di setiap periode kita menggunakan sumber daya untuk address isu fundamental ke depan," ujar Sri Mulyani.

Senior Executive VP Indonesia Financial Group (IFG) Progress Reza Siregar mengatakan, besar pasar keuangan Indonesia perlu capai 400% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk menjadi negara maju pada 2045.

"Kalau kita pelajari negara maju, negara yang dicita-citakan Pak Jokowi untuk Indonesia di 2045 dengan pendapatan per kapita US$20 ribu ke atas tidak mungkin dicapai tanpa kekuatan finansial yang besar," kata Reza.

Menurutnya, rata-rata negara maju dengan pendapatan per kapita di atas US$25 ribu per tahun, rata-rata memiliki besaran pasar keuangan hingga 400% dari PDB. 

"Kita masih di bawah 120% dari PDB. Jadi kalau target kita 2045, itu tidak jauh, itu 20 tahun ke depan. Kita mesti menaikkan size dari financial market dari 120 hingga ke 400% dari PDB," tuturnya.

Ditentang Negara Lain
Sementara itu, Menteri Investasi atau Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan, terdapat negara-negara maju yang tak ingin Indonesia mengikuti jejaknya menjadi negara maju. 

Penolakan Indonesia menjadi negara maju, ditengarai oleh rencana Indonesia yang terus melakukan hilirisasi dalam sumber daya alam mineral dan batu bara (minerba), seperti nikel, timah bauksit dan tembaga hingga batu bara yang menjadi Dymetil Ether (DME).

Bahlil mengisahkan, dalam rapat bersama menteri-menteri jajaran negara G20, ide atau gagasan Indonesia membangun hilirisasi, dibantah habis-habisan oleh negara-negara maju tersebut.

"Mereka tidak mau (kita hilirisasi), mereka ingin kita tetap membuka akses untuk mengekspor raw material (barang mentah). Berdebat kami selama tiga setengah bulan," ungkap Bahlil.

Kepada negara-negara maju tersebut, Bahlil mempertanyakan kenapa mereka tidak setuju dengan gagasan tersebut yang akan membuat Indonesia menjadi negara maju. 

Padahal, kata Bahlil, negara-negara maju tersebut melakukan step by step tangga hilirisasi yang membuat negara tersebut menjadi negara maju.

Dia mencontohkan, Inggris melarang ekspor wool mentah pada abad ke-16 untuk mendorong industri tekstil di dalam negeri. Kedua, Amerika Serikat (AS), menerapkan pajak impor yang sangat tinggi di abad ke-19 dan abad ke-20 untuk mendorong industri dalam negeri.

"Di awal abad ke-20, pajak impor AS naik 4 kali lipat pajak impor Indonesia saat ini, walaupun saat itu GDP per capita AS kurang lebih sama dengan Indonesia saat ini," ungkap Bahlil.

Ketiga, China menerapkan TKDN sampai 90% untuk otomotif. Kebijakan ini juga diterapkan Inggris untuk perusahaan otomotif di tahun 1960-an dengan peraturan TKDN sampai 80%.

Keempat, hingga tahun 1987, Finlandia melakukan pembatasan kepemilikan asing untuk memberdayakan pelaku usaha lokal. Perusahaan yang dimiliki asing di atas 20% dikategorikan sebagai perusahaan 'berbahaya'.

"Saya katakan kepada mereka. Yang kami tahu, negara tuan sudah melewati ini, dari fase anak tangga satu ke anak tangga yang berikut sampai dengan puncak tangga menjadi negara yang maju. Apakah kami Indonesia tidak boleh mengikuti tuan-tuan menjadi negara maju," tegas Bahlil.

"Saya katakan ke mereka, sudah stop, tidak ada negara merdeka di dunia ini yang tergabung dalam negara G20 ini merasa lebih hebat dibandingkan negara-negara lain. Debat saya sama mereka dan Alhamdulillah konsep ini disetujui," tandas Bahlil.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar