c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

21 Januari 2022

20:00 WIB

Tangkap Peluang Dari Bisnis Pengemasan Oleh-Oleh

Persoalan penganan oleh-oleh tradisional untuk mendunia bukan hanya masalah pengemasan dan ketersediaan. Persaingan antar-bangsa cukup keras soal ini.

Penulis: Zsasya Senorita

Editor: Dian Kusumo Hapsari

Tangkap Peluang Dari Bisnis Pengemasan Oleh-Oleh
Tangkap Peluang Dari Bisnis Pengemasan Oleh-Oleh
Omiyago, salah satu pusat camilan dan oleh-oleh khas Nusantara. Instagram/omiyago_official

JAKARTA – Pernahkah Anda membawa oleh-oleh khas Indonesia ke luar negeri? Pengalaman ini sepertinya menjadi sangat menantang karena mayoritas penganan khas Indonesia tidak dikemas dengan tepat dan layak. Tak jarang yang membawanya harus mengisap jempol. Barang bawaan itu malah disita otoritas negeri yang dituju dan tak diperbolehkan dibawa.

Kelemahan itu, rupanya dilihat oleh Djohari Zein, seorang pebisnis pengemasan oleh-oleh Indonesia yang bercita-cita membawa camilan atau kudapan khas Nusantara bisa dinikmati turis di negara asalnya.

Bisnis itupun dinamai Omiyago yang berasal dari bahasa Jepang, yakni ‘Omiyage’ atau buah tangan. Nama ini dipilih dengan harapan lebih mudah dikenali turis atau wisatawan mancanegara (wisman). Terbukti, beberapa turis Jepang yang melihat produk Omiyago, langsung tertarik dan bisa memboyong beragam makanan khas daerah dari Indonesia, ke negara asalnya.

Ide bisnis dimulai saat Djohari kerap mengunjungi berbagai daerah di Indonesia untuk membangun jaringan kerja. Kala itu, pria berusia 67  tahun ini masih menjadi CEO perusahaan ekspedisi.

Setiap menyambangi satu daerah, dia menerima pesanan oleh-oleh dari kerabat, teman, maupun rekan kerja. Namun, ia sering kesulitan menjaga buah tangan tetap enak, aman, dan layak diberikan kepada orang lain.

Peluang bisnis ini awalnya telah digarap dengan membuka lini usaha baru di perusahaan ekspedisi yang dipimpin, Pesona namanya. Lini usaha ini menyajikan kebutuhan konsumen yang ingin mencicipi camilan khas daerah.

“Kemudian pada 2016 saya mundur dari CEO, jadi komisaris sampai sekarang. Rencana kerja berbeda untuk kotanya jadi tidak lagi berkonsentrasi seperti marketplace untuk makanan,” ujar Djohari kepada Validnews, Sabtu (15/1).

Melanjutkan visi yang dirancang sejak awal, ia akhirnya mendirikan Omiyago pada 2017. Berbekal pengalaman mengelola Pesona, serta respons positif dari konsumen Omiyago yang mengaku senang bisa mendapat makanan khas daerah, Djohari tekuni lagi bisnis pengemasan oleh-oleh ini.

“Kita lihat banyak turis ingin mencoba makanan khas Indonesia tetapi sampai sekarang, belum ada brand yang bisa dijadikan rekomendasi oleh-oleh,” katanya.

Karenanya, Omiyago bermaksud membangun citra sebagai merek atau brand oleh-oleh khas Indonesia yang aman dan layak dibawa ke luar negeri. Ini merupakan ceruk pasar yang menjanjikan. Djohari menilai, banyak produk oleh-oleh di Indonesia yang enak dan menarik, namun tidak dikemas baik atau bahkan stoknya terbatas. Padahal, turis membutuhkan oleh-oleh yang tersedia kapan saja mereka datang, dan tentunya menarik untuk dijadikan pemberian atau hadiah.

“Jadi Indonesia belum punya brand yang bisa menjamin. Karena itu Omiyago ingin mewakili di sisi tersebut,” imbuh Djohari.

Dalam perkembangannya, ia menyadari bahwa bukan hanya masalah pengemasan dan ketersediaan oleh-oleh yang menjadi penghalang penganan khas daerah untuk mendunia. Persaingan antar-bangsa cukup keras soal ini. 

Berdasar ingin memenangkan kompetisi ini, Omiyago diciptakan untuk memperbaiki kemasan produk oleh-oleh UMKM, serta memastikan kualitas penganan dengan adanya izin atau sertifikasi produk sesuai ketentuan berlaku.

“Yang paling penting adalah pengalaman wisatawannya yang membawa buah tangan dari Indonesia. Tidak peduli isi kacang goreng atau pisang goreng tapi brand Omiyago dilihat sebagai produk yang aman, sehat, dan harganya terjangkau,” tegas Djohari.

Peluang Besar
Dia menilai, bisnis menjual penganan dari Indonesia memiliki peluang besar karena ragamnya banyak dari Sabang sampai Merauke. Belum lagi autentikasinya tidak sembarang bisa ditemui di negara lain. Dengan rasa yang juga enak atau kerap cocok di lidah wisatawan Asia, Djohari meyakini oleh-oleh khas daerah di Indonesia bisa mendunia asalkan pengemasannya terpercaya.

“Sederhana sajalah, contoh wingko babat itu dari saya SD tidak berubah kemasannya. Dari situ saya berpikir mengubah tampilan produk,” sambungnya.

Di pasar, sekalipun ada produk makanan khas Indonesia yang sudah terkenal, tampilannya mayoritas masih sangat konvensional. Dan, Omiyago berupaya membantu UKM dengan selalu mencantumkan nama produsen penganan yang dikemas dan dijual. Jadi pembeli bisa saja langsung membeli produk oleh-oleh yang mereka inginkan ke UMKM yang bersangkutan secara langsung. Tanpa memungut biaya tambahan dari produsen, Omiyago memberi tempat pada label pengemasannya untuk nama UMKM pembuat oleh-oleh khas Nusantara.

Ciri khas lainnya yang Djohari sematkan pada Omiyago adalah porsi oleh-oleh per kemasan yang dibuat menyesuaikan kebutuhan personal. Hal ini bertujuan agar tidak banyak produk sisa yang terbuang.

Djohari meyakini, produk penganan yang dijualnya, semakin dibutuhkan setelah adanya pandemi dan kemajuan teknologi. Membeli, memberikan, dan mengonsumsi produk kuliner yang terkemas aman serta higienis telah menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat, terutama wisman masa kini.

Untuk membantu penjualan usaha-usaha kecil penganan khas Indonesia, Omiyago menggandeng UMKM dengan sistem beli putus. Artinya, seluruh jumlah penganan yang dibeli akan dibayar dan menjadi tanggung jawab Omiyago. Tidak seperti konsinyasi yang tipenya jual titip dan akan merugikan UMKM produsen penganan bila produk dikembalikan dan tidak dibayar saat tidak habis terjual.


Seleksi Produk
Adapun soal pemilihan penganan yang dikemas dan dijual, biasanya bermula dari rekomendasi orang-orang daerah. Kemudian diambil sampel untuk tes rasa dan memeriksa ketentuan seleksi lainnya, seperti izin dan sertifikat terkait, guna memastikan kesehatan, keamanan, hingga kehalalan produk.  

Izin dan sertifikasi produk yang sesuai ketentuan pemerintah turut menjadi nilai tambah bagi Omiyago. Terutama sertifikasi halal untuk peluang ekspor ke negara-negara yang mewajibkan itu, seperti pasar Arab Saudi dan Pakistan.

Setelah menemukan produk penganan yang cocok menjadi oleh-oleh, barulah perusahaan ini meriset porsi yang sekiranya sesuai kebutuhan konsumen. Selanjutnya, produk yang akan dijual, dikemas menggunakan kemasan yang sesuai karakteristik. Misalnya, jamu yang harus masuk botol, kerupuk yang harus pakai toples dengan tutup aluminium, hingga beras yang divakum.  

Selesai dikemas, barang dagangan Omiyago akan melalui tahap tes ketahanan yang dicoba di berbagai suhu, seperti di suhu ruang, di dalam kulkas, atau freezer.

Bila produk penganan telah lolos semua tes itu, Anda bisa membelinya di market place, seperti Tokopedia, Shopee, atau via situs resmi mereka; https://www.omiyago.com/.

“Kami juga punya offline store dulu, di antaranya Mblock dan Sarinah. Ada juga yang dijual ke perusahaan rekanan seperti Astra,” sebut Djohari.

Adanya hari-hari besar juga dijadikan sasaran momen penjualan. Idulfitri, Natal, Tahun Baru, Imlek, bahkan hari spesial pribadi seperti ulang tahun, pernikahan, maupun pertunangan juga tak luput. Selain pengemasan per produk, kiat membuat paket berbagai jenis oleh-oleh menjadi satu bingkisan, turut meningkatkan nilai tambah barang jual Omiyago.

Dalam menjualkan oleh-oleh khas Nusantara, Omiyago turut menerapkan sistem bagi hasil kepada produsen penganan. Hal ini berpotensi lebih menguntungkan produsen penganan karena target pasar Omiyago adalah masyarakat kelas menengah ke atas.

Bertumbuh Penjualan Daring
Ditanya soal pertumbuhan bisnis, ia mengaku bahwa startup berbadan usaha dagang (UD) ini masih berupaya membangun merek terlebih dulu. Perkembangan yang bisa perlahan dicapai Omiyago hingga hari ini adalah evolusi jenis kemasan yang menjadi lebih beragam. Di samping menekan biaya barang modal dan mempekerjakan karyawan seefektif mungkin, Djohari perlahan investasi mesin pengemasan dan membeli berbagai macam jenis kemasan yang sesuai karakteristik produk.  

Kini, untuk menggaet konsumen dari kalangan milenial, Omiyago juga berencana mengganti nuansa warna pengemasan. Mereka yakin kudapan tradisional juga disukai generasi muda.

Soal pasar, perusahaan ini masih fokus pada pasar Jabodetabek yang menguasai penjualan hingga 55% dari total penjualan di seluruh Indonesia. Konsumen wilayah ini diyakini punya daya beli yang sesuai dengan target pasar Omiyago, yakni masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.

Penjualan secara daring pun diakui cukup berpengaruh meningkatkan pemasukan Omiyago. Dari satu platform marketplace saja yakni Tokopedia, Omiyago mampu meningkatkan penjualan sekitar Rp30 juta sampai Rp50 juta per bulan. 

Selain dinikmati orang Indonesia, Omiyago juga telah berhasil dibawa ke berbagai negara di Asia, salah satunya Vietnam. Kala itu, Omiyago ditemukan turis di Smesco dan ternyata camilan Indonesia bernama sumpia sangat disukai turis asal Vietnam tersebut.

Pemasar Omiyago menganalisis bahwa pembeli dari Vietnam cenderung menyukai kudapan yang bernuansa makanan laut, maka dari itu sumpia cocok bagi selera mereka. 

Omiyago yang bisnis utamanya memberi nilai tambah pada oleh-oleh khas Nusantara melalui pengemasan yang lebih layak, dinilai sudah tepat untuk mempersiapkan ekspor penganan daerah. Pasalnya, Periset umkmindonesia.id Banu Rinaldi menyebutkan, kemasan adalah aspek penting pada produk ekspor.

Pengemasan ekspor dapat berfungsi melindungi, memuat, sekaligus mempromosikan barang. Master of Business Administration (MBA) in SME Development Leipzig University-Germany tersebut, turut memaparkan manfaat penting pengemasan, baik yang akan dijual di dalam negeri maupun ke luar. 

Bukan sekadar pembungkus makanan, Banu menyebutkan bahwa pengemasan juga bermanfaat menjadi alat marketing yang kuat untuk menarik pembeli, serta menghindari kerugian dari rusaknya produk pada proses pengiriman.

Selanjutnya ia mengamini bahwa pengemasan menjadi salah satu syarat penting untuk ekspor. Mengingat, beberapa negara memiliki standar pengemasan masing-masing yang wajib dipatuhi karena berkaitan dengan keamanan dan kesehatan produk.

Soal kemasan, Indonesian Packaging Federation (IPF) juga mencatat, pangsa pasar pengemasan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Mulai dari US$ 6,22 miliar pada 2014, hingga catatan terakhir menunjukkan angka US$ 9,6 miliar pada 2020. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar