25 Oktober 2022
16:51 WIB
Editor: Fin Harini
WASHINGTON DC – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memproyeksikan nilai surplus dagang Indonesia bisa mencapai US$60 miliar pada akhir tahun ini. Nilai ini disebut lebih besar dibanding era ledakan komoditas (boom commodity) di 2010-2011.
“Perdagangan kita tahun ini diproyeksikan menjadi US$60 miliar secara signifikan lebih besar dari surplus perdagangan tahunan sekitar US$22 miliar dan US$26 miliar selama commodity boom terakhir pada 2010 atau 2011,” ujarnya dalam katanya dalam Indonesia’s Economic Priorities: A Conversation with Coordinating Minister Airlangga Hartarto yang diselenggarakan Center for Strategic & International Studies, Selasa (25/10).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga September 2022, neraca dagang Indonesia tercatat mengalami surplus sebesar US$39,87 miliar. Neraca perdagangan tumbuh 58,83% dari surplus 2021 yang tercatat hanya US$35,34 miliar.
Kinerja dagang tersebut, kata Airlangga, telah banyak mendorong perbaikan serta pertumbuhan ekonomi Indonesia. Surplus dagang yang terjadi selama 29 bulan berturut-turut juga ikut memompa pemulihan ekonomi dalam negeri.
Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami pemulihan secara cepat ketimbang negara-negara lain. Ini ditunjukkan dengan level pertumbuhan ekonomi yang selalu ada di kisaran 5% sejak kuartal IV/2021.
"Kami berharap pada akhir tahun pertumbuhan ekonomi kami sekitar 5,2%. IMF (International Monetary Fund) juga menjaga proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap optimis di kisaran 5,3%," terang Airlangga.
Lebih lanjut, dia mengatakan cerahnya prospek ekonomi Indonesia itu terjadi ketika perekonomian global terancam resesi.
IMF juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,2% tahun ini, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yakni 3,6% yang dirilis pada April 2022.
Lebih jauh, lembaga pemberi pinjaman itu juga memperkirakan 143 negara, atau 92% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia akan bergerak melambat hingga akhir tahun ini.
“IMF juga menyebut 143 ekonomi atau hampir 92% dari PDB dunia tumbuh pada kecepatan ruang yang lebih lemah pada 2023. Saya berharap Indonesia tercepat adalah pertumbuhan tercepat, sekitar 5% dibandingkan dengan global 2,7%,” kata Airlangga.
Meski begitu, Airlangga mengatakan pemerintah tetap waspada terkait keadaan ekonomi global. Sebab, saat ini dunia sedang dilanda kondisi yang gelap akibat covid-19, konflik Rusia-Ukraina, melambungnya harga komoditas, biaya hidup yang tinggi, dan perubahan iklim.
“Sayangnya, pembentukan awan gelap sedang mengumpulkan kecepatan untuk badai yang berpotensi sempurna di cakrawala dekat,” ujarnya.
Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini akan ditopang permintaan domestik, konsumsi, dan investasi yang juga didukung kinerja sektor eksternal yang kuat.