03 Oktober 2025
12:36 WIB
Tagih Keadilan, RI Dorong UE Terima Putusan WTO Soal Sengketa Biodiesel
Banding yang diajukan ke Badan Banding WTO menimbulkan pertanyaan mengenai niat baik dan komitmen UE untuk menyelesaikan sengketa biodiesel secara adil.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
Ilustrasi bio diesel. Shutterstock/chemical industry
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mendorong Uni Eropa (UE) untuk mengadopsi putusan Panel Sengketa DS618 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan countervailing duties (CVD) biodiesel Indonesia yang telah diumumkan pada 26 September 2025 lalu. Pemerintah Indonesia menyesalkan langkah UE yang bersikeras tetap mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pun menyebut, banding EU tersebut diajukan ke Badan Banding WTO yang saat ini tidak berfungsi (appeal into the void).
“Keputusan UE untuk mengajukan banding terhadap putusan Panel Sengketa DS618 tidak relevan. Proses pengambilan keputusan panel telah dilakukan sesuai prosedur, serta dipimpin panelis berpengalaman dan kredibel. Langkah banding ini kurang sejalan dengan semangat penguatan hubungan ekonomi,” tegas Budi, dikutip dari keterangan resmi, Jumat (3/10).
Baca Juga: Indonesia Menang Sengketa Biodiesel, WTO Putuskan UE Bersalah
Sebelumnya, UE menuduh Indonesia memberikan subsidi ilegal yang menyebabkan ancaman kerugian material bagi industri biodiesel di Eropa. Atas tuduhan tersebut, maka UE sejak November 2019 telah mengenakan bea masuk imbalan sebesar 8% hingga 18% kepada biodiesel asal Indonesia.
Merespon kebijakan tersebut, maka Indonesia menggugat EU melalui mekanisme sengketa WTO pada Agustus 2023. Berselang dua tahun, tepatnya Agustus 2025, Panel WTO pun memutuskan untuk memenangkan Indonesia dalam kasus Panel Sengketa DS618 ini.
Budi pun menekankan pemerintah Indonesia tetap menghormati hak prosedural UE untuk mengajukan banding. Namun, ia menyoroti langkah UE yang mengajukan banding ke Badan Banding WTO.
Pasalnya, Badan Banding WTO saat ini tidak berfungsi akibat blokade Amerika Serikat (AS) terhadap pengisian keanggotaan, sehingga tidak ada kuorum minimum atau jumlah paling sedikit dari anggota yang harus hadir dalam keputusan Badan Banding WTO untuk memproses kasus banding.
Baca Juga: Siap Berlaku 2026, Kementerian ESDM Mantapkan Implementasi B50
Oleh karena itu, Budi menilai kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai niat baik dan komitmen UE dalam menyelesaikan sengketa secara adil.
“Banding memang merupakan hak setiap anggota WTO. Namun, langkah UE ini bisa dipandang sebagai upaya mengulur waktu. Karena itu, Indonesia mendorong UE untuk bekerja sama secara konstruktif, mengadopsi putusan panel, serta turut mengatasi kelumpuhan sistem penyelesaian sengketa WTO. Selanjutnya, Indonesia akan mengambil langkah strategis untuk mengamankan dan memperluas akses pasar biodiesel ke UE,” tutup Budi.