17 September 2025
11:51 WIB
Sudah Ada Danantara, BUMN Tak Patut Lagi Dapat Suntikan PMN
Setiap persoalan perusahaan pelat merah, termasuk permodalan, sudah harus menjadi tanggung jawab Danantara Indonesia.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Ilustrasi Gedung BUMN di Jakarta Pusat. Shutterstock/Wulandari Wulandari
JAKARTA - Pengamat BUMN Herry Gunawan menilai perusahaan-perusahaan pelat merah seharusnya sudah tidak lagi mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) melalui Kementerian Keuangan.
Hal itu dikarenakan perusahaan BUMN sudah berstatus lembaga privat semenjak bergabung ke dalam naungan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.
"Statusnya sekarang adalah lembaga privat, ini sesuai dengan UU BUMN yang baru tahun 2025. Makanya, BUMN tidak jadi objek audit BPK," tutur Herry saat berbincang dengan Validnews, Rabu (17/9).
Seandainya ada perusahaan BUMN yang butuh tambahan modal untuk menjalankan proyek penugasan, seyogianya Danantara-lah yang menyuntikkan modal tersebut dan bukan lagi melalui Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Erick Thohir Usul PMN Rp4,77 Triliun untuk KAI, INKA, dan Pelni
"Kalau ada kebutuhan tambahan modal, seharusnya yang nyuntik Danantara sebagai pemegang saham. Seperti pada Garuda Indonesia, Danantara beri pinjaman Rp6,6 triliun," sebut Herry.
Sejak Danantara Indonesia diluncurkan, penyelesaian setiap masalah BUMN dalam naungannya harus menggunakan mekanisme korporasi, baik itu lewat utang ataupun suntikan modal.
Karena itu jika ada BUMN yang mengajukan PMN, terlebih melalui Menteri BUMN Erick Thohir, sudah harusnya ditolak. Terlebih, pemerintah saat ini sudah tidak punya hak atas dividen yang dihasilkan perusahaan pelat merah.
"Pemerintah sudah tidak punya hak dividen di BUMN itu, bahkan sahamnya pun sudah dialihkan (inbreng) ke Danantara. Kalau masih ada PMN dari pemerintah, ya BUMN jadi kembali ke masa lalu sebelum ada Danantara," jabar dia.
Rencana PMN BUMN Tahun 2026
Sekadar informasi, dokumen Nota Keuangan dan RAPBN TA 2026 menuliskan setiap perusahaan pelat merah yang mendapat proyek penugasan akan tetap mengantongi suntikan modal dari pemerintah, salah satunya dengan skema PMN.
Dengan demikian, peralihan pengelolaan dari Kementerian BUMN ke Danantaara Indonesia tak serta merta menghilangkan risiko fiskal negara atas perusahaan-perusahaan pelat merah.
"Masih terdapat risiko fiskal, dalam hal BUMN mendapat penugasan pemerintah yang memberi dukungan dalam bentuk PMN, pinjaman, penjaminan pemerintah pusat, atau dukungan lainnya," tulis dokumen Nota Keuangan dan RAPBN TA 2026.
Setiap risiko fiskal yang sudah ada sejak sebelum diluncurkannya BPI Danantara pun harus dikelola dengan baik oleh setiap perusahaan BUMN, Danantara, maupun pemerintah sebagai pemegang saham utama.
"Risiko fiskal yang timbul sebelum terbentuknya Danantara tetap menjadi tantangan yang harus dikelola baik oleh BUMN itu sendiri, Danantara, maupun pemerintah. Untuk itu, koordinasi dan sinergi antara pemerintah dan Danantara perlu diperkuat," tambah dokumen tersebut.
Baca Juga: Meski Di Bawah Danantara, BUMN Bakal Tetap Dapat Suntikan Modal Negara
Teranyar, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengusulkan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Industri Kereta Api (INKA), serta PT Pelni.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR, Menteri Erick mengatakan, kebutuhan suntikan modal negara bagi ketiga perusahaan pelat merah tersebut mencapai sekitar Rp4,77 triliun.
Eks-Bos Inter Milan itu merinci, kebutuhan PMN untuk PT KAI mencapai Rp1,8 triliun untuk pengadaan sarana KRL lintas Jabodetabek, PT INKA Rp473 miliar untuk fasilitas pabrik, serta PT Pelni sebesar Rp2,5 triliun untuk pengadaan 3 unit kapal penumpang.
Dari ketiga BUMN itu, PMN untuk PT INKA mengalami penurunan dari yang sebelumnya diajukan sebesar Rp976 miliar. Angka tersebut diajukan sebelum terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.
"Dalam rangka penugasan pemerintah kepada Pelni sesuai dengan surat yang sebelum UU Nomor 1 Tahun 2025 yaitu sebesar Rp2,5 triliun, lalu KAI Rp1,8 triliun, dan INKA ada pengurangan menjadi Rp473,6 miliar," jabar Erick di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (15/9).
Sejatinya, usulan PMN itu sudah diajukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada tahun lalu. PMN tersebut awalnya bakal digunakan untuk periode 2025. Tapi di tengah jalan, UU Nomor 1 Tahun 2025 terbit yang mengatur semua BUMN dalam bentuk PT ada dalam naungan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
"Kita lihat ini memang karena ada UU Nomor 1 2025, ini diminta reroute dari Kementerian Keuangan, maka pada 9 Juli 2025, kami sudah menyampaikan surat kepada BPI Danantara mengenai tindak lanjut atas usulan tambahan-tambahan PMN pascapenetapan UU Nomor 1 Tahun 2025," tandasnya.