04 Februari 2025
13:25 WIB
Studi: Tenaga Surya Opsi Terbaik RI Kejar Target 75 GW Lebih Cepat
Dari 45 GW, setidaknya ada 16,5 GW proyek tenaga surya prospektif di Indonesia. Menilik pengalaman Vietnam dan China, RI punya waktu mengupayakan proyek energi surya lebih besar sebelum 2030-2035
Ilustrasi. Dua petugas PLN Indonesia Power UBP Bali memeriksa titik panel surya pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Nusa Penida, Klungkung, Bali, Selasa (22/10/2024). Antara Foto/Nyoman Hendra Wibowo
JAKARTA - Laporan singkat terbaru dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mengungkapkan, tenaga surya menjadi opsi terbaik untuk memastikan target 75 gigawatt (GW) Indonesia tercapai lebih cepat dari jadwal.
"Mengusahakan proyek-proyek prospektif ini agar dapat diluncurkan dan dipantau, serta mungkin dipercepat pengembangannya, akan meningkatkan kapasitas energi terbarukan Indonesia hingga empat kali lipat pada dekade berikutnya, melampaui target yang ditetapkan dalam RUKN pada 2030, dan memastikan Indonesia untuk mencapai target di tahun-tahun selanjutnya, di mana capaian pengembangan EBT terus meningkat," kata Analis CREA Katherine Hasan di Jakarta, Selasa (4/2).
Dari 45 GW, setidaknya terdapat 16,5 GW proyek tenaga surya prospektif di Indonesia, lebih dari lima kali lebih tinggi dari yang diuraikan dalam JETP CIPP 3,1 GW, dan 30% lebih tinggi dari target RUKN 2030 12,8 GW. Menilik pengalaman Vietnam dan China, Indonesia masih punya waktu untuk mengupayakan proyek energi surya lebih besar sebelum 2030-2035.
Untuk energi angin, terdapat selisih yang harus diisi, mengingat proyek prospektif yang tercatat oleh GEM hanya 2,5 GW atau lebih rendah dari kapasitas yang ditargetkan pada 2030 dalam RUKN 4,8 GW.
Kesenjangan antara potensi tenaga angin dan penerapan yang optimal dari segi biaya, bahkan lebih besar dan mendesak. Untuk itu, Indonesia perlu lebih banyak upaya dalam pengembangan tenaga angin dan menciptakan iklim investasi yang dapat menarik pembiayaan yang dibutuhkan.
"Dengan memetakan proyek pembangkit listrik tenaga surya dan angin mana yang secara realistis dapat dilaksanakan sebelum 2030, Indonesia akan melampaui target yang saat ini dijabarkan dalam RUKN," kata Katherine.
Sementara itu, proyek prospektif 45 GW yang dimaksud, saat ini telah masuk ke tahap konstruksi, pra-konstruksi, dan pengumuman. Namun, baru 30,6 GW di antaranya yang telah ditetapkan jadwal mulainya.
Sementara 13,6 GW lainnya, yang mencakup energi surya 10,7 GW, angin 1,8 GW, dan panas bumi 1,1 GW, masih perlu ditetapkan tahun mulainya. Terealisasinya proyek-proyek ini akan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik Indonesia menjadi 58,5 GW atau 77% dari target RUKN pada 2035 sebesar 75,6 GW.
Di luar itu, untuk mencapai target RUKN 2035 dari kapasitas saat ini 13,5 GW, Indonesia masih membutuhkan tambahan 18 GW lagi, yang perlu diprioritaskan untuk segera dimasukkan dalam perencanaan nasional.
Target energi baru dan terbarukan (EBT) yang ditetapkan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024-2060 sebesar 75,6 gigawatt (GW) pada 2035, butuh percepatan energi surya dan angin melalui perencanaan strategis dan pemantauan ketat. Hal ini agar proyek prospektif dengan kapasitas total 45 gigawatt (GW), sebagaimana didata oleh Global Energy Monitor (GEM), dapat terealisasi dan memastikan Indonesia mencapai target pengembangan energi bersih tepat waktu.
Porsi Swasta
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pemerintah akan memberikan porsi lebih besar bagi pihak swasta, untuk membangun pembangkit listrik dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang ditambah sebesar 71 gigawatt (GW).
Bahlil di Sumedang, Jawa Barat, Senin mengatakan, rencana pelibatan swasta tersebut akan dituangkan dalam skema Independent Power Producer (IPP) yang dilakukan melalui pelelangan proyek, dengan porsi 60% dari total tambahan daya listrik dalam RUPTL.
"Jadi 71 gigawatt itu porsi yang paling besar, kurang lebih sekitar 60% kita akan serahkan kepada swasta,” kata Bahlil.
Dikatakan Bahlil, pemberian proyek pembangunan pembangkit listrik tersebut akan diberikan pihaknya kepada swasta yang memiliki kredibilitas, serta sejalan dengan pemerintah. "Swasta yang kredibel swasta yang searah dengan pemerintah, bukan swasta yang membuat gerakan tambahan," tuturnya.
Menteri ESDM menyampaikan, hingga satu dekade ke depan, pemerintah turut menargetkan untuk melakukan pembangunan transmisi listrik dengan lebih masif. Itu karena dirinya ingin pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, dan proses transisi energi bisa dilakukan secara optimal.
"Kami tambahkan juga, pengembangan transmisi untuk 10 tahun ke depan juga sangat masif," serunya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo juga mengatakan bakal memberikan porsi lebih besar kepada swasta dalam proyek infrastruktur di Indonesia. Presiden menegaskan, ia akan memberikan peran yang lebih besar pada perusahaan swasta dalam membangun proyek infrastruktur, daripada menugaskan pada kementerian ataupun BUMN.
Sementara itu, peran pemerintah lebih bertumpu pada proyek inti yang menyangkut pada perlindungan rakyat. Kepala Negara menjelaskan, proyek infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, hingga bandara akan diserahkan pada perusahaan swasta untuk membangunnya.
Menurut Presiden, perusahaan swasta lebih efisien, inovatif dan berpengalaman dalam membangun infrastruktur, sehingga diharapkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di daerah.