24 Oktober 2024
15:03 WIB
SRIL Dinyatakan Pailit, Ada Potensi Delisting?
Berdasarkan pantauan Validnews, masyarakat yang masih menggenggam saham SRIL ada sebanyak 8.158.734.000 lembar saham atau setara dengan 39,89% dari total kepemilikan saham.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT Sri Rejeki Isman Tbk atau SRIL pada 2023 silam. Dok Sritex
JAKARTA - Emiten tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) secara resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Kamis (24/10). Bersamaan dengan ini, PN Kota Semarang juga memutuskan pailit kepada tiga anak usahanya, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Di sisi lain, saham SRIL sendiri sudah disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021 hingga hari ini, dengan harga yang mentok di Rp146 per saham.
Padahal, masih banyak masyarakat publik yang memegang saham SRIL. Berdasarkan informasi yang dilampirkan di laman BEI, terpantau masyarakat yang masih menggenggam saham SRIL ada sebanyak 8.158.734.000 lembar saham, atau setara dengan 39,89%.
Jumlah ini terbilang besar dan merupakan kedua terbesar pemegang saham SRIL. Adapun, saham terbesar SRIL dipegang oleh PT Huddleston Indonesia, yang masih menggenggang sebanyak 12.072.841.076 lembar saham, atau setara dengan 59,03%.
Dengan terlalu lamanya waktu suspensi saham dan dinyatakan pailit, membuat saham ini makin berpeluang untuk 'ditendang' atau delisting oleh BEI.
Baca Juga: PT Sritex Diputus Pailit
Pengamat Pasar Modal Lanjar Nafi mengamini adanya potensi delisting saham SRIL. Hal itu bisa terjadi, apabila SRIL tidak dapat mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan kreditor selama proses pailit.
"Perusahaan kemungkinan akan dilikuidasi, aset perusahaan akan dijual untuk membayar utang, dan saham akan kehilangan nilai, sehingga ada kemungkinan SRIL akan di-delisting dari bursa. Karena berpotensi tidak dapat memenuhi ketentuan dan persyaratan yang di tetapkan oleh BEI, termasuk ketidakmampuan untuk melanjutkan kegiatan operasionalnya," jelas Lanjar Nafi kepada Validnews, Jakarta, Kamis (24/10).
Dirinya mengingatkan kepada pemegang saham untuk bertindak hati-hati dan mengambil langkah proaktif meminimalkan kerugian dan menentukan alternatif investasi yang lebih baik. Pasalnya, kondisi emiten berkode SRIL ini sedang relatif tidak menentu dan berisiko tinggi menghadapi kebangkrutan.
Lanjar menekankan, secara fundamental, SRIL telah mengalami kerugian sejak 2021 silam. Oleh karena itu, dia merekomendasikan sektor saham yang lebih sensitif terhadap suku bunga yang bisa dicermati para investor, seperti properti, keuangan, industri dan konsumsi.
"Eksposur tambahan perhatikan sektor yang sensitif terhadap harga komoditas, seperti pertambangan," imbuhnya.
Harus Buyback
Secara terpisah, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengamini kabar SRIL yang telah dinyatakan pailit oleh PN Kota Semarang.
Ke depan, Nafan meminta agar SRIL dapat melaksanakan aksi korporasi buyback saham SRIL agar masyarakat tidak mengalami kerugian besar.
"Terkait dinamika SRIL, sudah diketahui bersama bahwa hasilnya demikian (pailit) sudah resmi. Jadi otomatis jika terjadi potensi delisting oleh BEI, seyogianya SRIL mesti melaksanakan aksi korporasi buyback karena masih terdapat masyarakat publik yang memegang saham SRIL," kata Nafan kepada Validnews, Kamis (24/10).
Baca Juga: Pengadilan Kabulkan Status PKPU Sritex
Dia pun turut merekomendasikan beberapa sektor saham yang bisa dicermati investor pada kondisi saat ini. Di antaranya sektor keuangan, perawatan kesehatan, dasar, energi, infrastruktur, transportasi, properti, teknologi, dan sektor nonsiklus (noncyclical sectors).
Sayangnya, saat dikonfirmasi lebih lanjut dan hingga berita ini ditayangkan, pihak SRIL enggan memberikan tanggapan apapun. Begitu pula dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).