22 Februari 2023
18:00 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengecam keras gaya hidup mewah dan sikap pamer harta yang dilakukan keluarga pegawai Kementerian Keuangan.
Menurutnya, hal ini dapat menyebabkan sentimen negatif terhadap kepercayaan publik pada pengelola keuangan negara oleh pemerintah.
Pernyataan ini muncul buntut dari tindak penganiayaan yang diduga dilakukan oleh anak dari salah satu pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan kemudian viral di media sosial.
“(Hal ini) menimbulkan erosi kepercayaan terhadap integritas Kemenkeu dan menciptakan reputasi negatif terhadap seluruh jajaran Kemenkeu yang telah dan terus bekerja secara jujur, bersih, dan profesional,” sebutnya dalam akun medsosnya, Jakarta, Rabu (22/2).
Selain itu, Sri Mulyani juga mengecam segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh terduga pelaku dan turut prihatin atas kondisi korban.
Menkeu akan mendukung penanganan hukum secara konsisten oleh instansi yang berwenang atas kasus tersebut.
Lebih lanjut, dirinya terus melakukan langkah konsisten untuk menjaga integritas seluruh jajaran Kementerian Keuangan. Dengan menerapkan tindakan disiplin bagi mereka yang melakukan korupsi dan pelanggaran integritas.
“Kepercayaan publik adalah hal esensial dan fondasi yang harus dijaga bersama dan tidak boleh dikompromikan oleh seluruh jajaran Kemenkeu,” tegasnya.
Baca Juga: Pemerintah Terbitkan PP 55/2022, Atur Penyesuaian PPh
Sementara itu, Stafsus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo juga mengatakan, Kemenkeu mempunyai mekanisme dalam upaya pencegahan dan deteksi terhadap pelanggaran integritas.
Salah satunya, melalui analisis dan pemeriksaan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Aplikasi Laporan Perpajakan dan Harta Kekayaan (ALPHA).
Kemenkeu menilai upaya tersebut menjadi bentuk pertanggungjawaban atas harta kekayaan pribadi sebagai penyelenggara negara.
Saat ini, Inspektorat Jenderal Kemenkeu bekerja sama dengan unit kepatuhan internal Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan proses pemanggilan dalam rangka pemeriksaan terhadap pegawai yang bersangkutan
“Kemenkeu menyampaikan terima kasih atas perhatian yang diberikan publik. Atas informasi yang disampaikan akan dilakukan pendalaman sesuai ketentuan yang berlaku,” sebut Yustinus.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo pun memastikan akan melakukan pendalaman sesuai ketentuan yang berlaku terkait aduan masyarakat tentang harta kekayaan pegawai yang bersangkutan yang belum dilaporkan.
“Saat ini unit kepatuhan internal DJP yakni Direktorat Kepatuhan Internal dan Transparansi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan tengah memanggil pegawai tersebut dalam rangka pemeriksaan,” tambah Suryo.
Diketahui pegawai yang bersangkutan dalam statusnya sebagai penyelenggara negara telah melakukan kewajiban melaporkan harta kekayaannya dalam LHKPN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terakhir, Suryo mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan publik terhadap DJP.
“DJP berkomitmen menjunjung tinggi nilai-nilai Kementerian Keuangan, khususnya integritas dan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang menjadi kewenangan DJP, serta akan menindaklanjuti setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai DJP,” tegasnya.
Masalah Kepercayaan Pembayaran Pajak
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan, pejabat terutama yang berkaitan dengan pajak harus memberi teladan ke masyarakat.
Dia tak dapat memungkiri bahwa gaya hidup yang sedemikian rupa mewah dilakukan pejabat memiliki sangkut-paut dengan erosi kepercayaan kepada publik.
Apalagi, dia mengingatkan, kebiasaan gaya hidup mewah pejabat itu cukup jomplang dengan kondisi ekonomi yang masih baru pulih dari pandemi covid-19.
Belum lagi, Bhima menggarisbawahi, angka kemiskinan dan pengangguran nasional masih cukup tinggi dan banyak.
“Kalau ada pejabat atau keluarga yang pamer harta di tengah kondisi masyarakat yang terjepit ekonomi, nanti ada masalah trust issue dengan pembayaran pajak,” terang Bhima kepada Validnews, Rabu (22/2).
Baca Juga: Kemenkeu Formulasikan PMK Pajak Kenikmatan
Sebagai pertimbangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menyebut, sementara ini rasio pajak Indonesia pada 2022 adalah 10,4%.
Pemerintah menilai, rasio pajak ini telah meningkat cukup signifikan dan sudah melampaui rasio perpajakan sebelum pandemi covid-19.
Asal tahu, rasio pajak terhadap PDB di 2019 berada di level 9,77%, kemudian merosot jauh ke 8,33% pada 2020, dan naik ke level 9,11% pada 2021. Per 31 Januari 2023, realisasi penerimaan pajak Indonesia baru mencapai Rp162,2 triliun atau setara 9,4% dari target yang dipatok sebesar Rp1.718 triliun.
Bhima pun meminta, agar pemerintah harus mengusut tuntas aliran dana, terutama aset pejabat pajak yang tidak dilaporkan di LHKPN.
“Jadikan kasus ini menjadi pembelajaran pentingnya transparansi dan etika dari pejabat negara” ungkapnya.
Koherensi Kepercayaan dan Keadilan Dalam Kepatuhan Pajak
Mengutip kesimpulan Jurnal Pajak Indonesia, kepercayaan kepada pemerintah berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak. Artinya, kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah akan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).
Pajak sendiri merupakan kontribusi Wajib Pajak terhadap negara yang dikelola oleh pemerintah, sehingga harus ada trust atau kepercayaan yang dibangun antara Wajib Pajak dengan pemerintah.
“Trust yang terbentuk akan mendorong Wajib Pajak secara sadar dan sukarela untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya,” sebut jurnal tersebut.
Kedua, persepsi keadilan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak. Semakin tinggi persepsi keadilan pajak yang dimiliki WP, maka kepatuhan pajak akan meningkat. Keadilan yang dirasakan oleh WP atas kebijakan pemerintah kepada rakyat akan membuat masyarakat semakin patuh dan taat kepada pemerintah.
“Kepatuhan tersebut termasuk kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan,” jelasnya.
Baca Juga: Pemerintah Pungut Pajak Natura Mulai Semester II/2023
Ketiga, kepercayaan kepada pemerintah berpengaruh positif terhadap persepsi keadilan pajak. Arah positif menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan kepada pemerintah maka persepsi keadilan pajak juga akan meningkat.
Wajib Pajak akan menilai segala sesuatu yang dilakukan pemerintah berdasarkan keyakinan yang ada di dalam dirinya sendiri.
“Oleh karena itu, masyarakat yang memiliki kepercayaan yang tinggi pada pemerintah akan menganggap pemerintah telah berlaku baik dan adil,” sambungnya.
Keempat, persepsi keadilan pajak menjadi mediasi antara kepercayaan kepada pemerintah terhadap kepatuhan pajak. Tak berbeda dengan sebelumnya, semakin tinggi kepercayaan kepada pemerintah, maka persepsi keadilan pajak akan meningkat.
Pada gilirannya, hal ini juga akan berdampak terhadap peningkatan kepatuhan pajak. Wajib Pajak yang percaya terhadap pemerintah akan menganggap semua yang dilakukan pemerintah baik termasuk penilaian keadilan pajak.
“Setelah Wajib Pajak menganggap bahwa perpajakan telah dilakukan secara adil oleh pemerintah, maka Wajib Pajak akan terdorong atau memiliki motivasi untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, sehingga kepatuhan pajak akan meningkat,” pungkasnya.