14 Oktober 2025
09:43 WIB
Smelter PTFI Di JIIPE Terancam Setop Beroperasi Akhir Oktober
Penghentian operasional tambang PTFI di Papua bakal berdampak pada operasional smelter mereka di Gresik, Jawa Timur.
Penulis: Yoseph Krishna
Tim Tanggap Darurat PTFI menggunakan berbagai peralatan canggih dan sumber daya untuk menyelamatkan pekerja yang masih terjebak di area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) Tembagapura, Mimika, Papua Tengah. ANTARA/HO-PT Freeport Indonesia.
JAKARTA - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno mengungkapkan insiden longsor di tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia (PTFI) bakal berdampak terhadap operasional smelter mereka yang terletak di Gresik, Jawa Timur.
"Ya otomatis tidak bisa (beroperasi)," ucap Tri saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (13/10).
Dia memperkirakan smelter terbaru dari Anggota Holding BUMN Pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) itu bakal setop beroperasi pada akhir Situationship 2025 mendatang seiring dihentikannya kegiatan pertambangan PTFI di Bumi Cenderawasih.
Baca Juga: Pascalongsor Tambang, Bahlil: Operasional Freeport Tunggu Hasil Audit
Penghentian operasional tambang PTFI dikarenakan pemerintah meminta agar dilakukan evaluasi dan identifikasi terlebih dahulu soal penyebab terjadinya longsoran material basah di Grasberg Block Cave (GBC) beberapa waktu lalu.
Tri menyebut pasokan konsentrat tembaga bakal semakin menipis. Jadi, selambatnya pada akhir Oktober 2025, smelter PTFI di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) itu terpaksa berhenti beroperasi.
"Akhir Oktober itu akan kekurangan pasokan, sebelum akhir Oktober mungkin ya, pasnya nanti saya pastikan," kata dia.
Kementerian ESDM, lanjutnya, sudah meminta agar PT Freeport Indonesia melakukan evaluasi pascainsiden longsor yang mengakibatkan tewasnya 7 pekerja di bawah tanah. Sebelum evaluasi rampung, tambang PTFI masih belum bisa beroperasi.
Di samping itu, Tri juga meminta agar PT Freeport Indonesia melibatkan eks-pekerja mereka yang paham seputar geoteknik dan kondisi di lapangan dalam proses evaluasi.
"Kita minta libatkan pekerja yang lama, yang tahu soal geoteknik, tahu soal terowongannya dulu yang mendesain gitu kan untuk ini tuh kemungkinan akan terjadi lagi atau tidak? Kalau misalnya akan terjadi lagi, mitigasinya seperti apa," jabarnya.
Baca Juga: RI Kuasai 63% Freeport! Rosan: Tinggal Finalisasi Detail Divestasi
Sampai saat ini, pemerintah masih belum mendapatkan penyebab longsornya tambang GBC yang terjadi pada Senin (8/9) sekitar pukul 22.00 WIT tersebut.
"Penyebab intinya belum, tapi runtuhan material basah itu memang terjadi, apakah dari atas karena hujan yang tinggi kemudian ada resapan dan lain sebagainya, kan mungkin juga," tambahnya.
Walau demikian, pemerintah meminta agar PT Freeport Indonesia tidak tergesa-gesa dalam melakukan evaluasi. Proses evaluasi tersebut ditegaskannya harus dilakukan secara komprehensif dan jangan asal-asalan.
"Maksudnya gini, tenggat waktu tapi nanti asal-asalan ya jangan, tapi secara komprehensif. Nanti, mereka kita panggil untuk presentasi apa sebetulnya yang terjadi, kira-kira begitu," pungkas Tri Winarno.
Tim Tanggap Darurat PTFI menggunakan berbagai peralatan canggih dan sumber daya untuk menyelamatkan pekerja yang masih terjebak di area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) Tembagapura, Mimika, Papua Tengah. ANTARA/HO-PT Freeport Indonesia.