04 Maret 2025
19:26 WIB
Serikat Pekerja Sritex Minta Hak Pesangon Dan THR Tetap Cair
Serikat pekerja PT Sritex menyuarakan pembayaran hak pesangon dan THR, pencairan BPJS Ketenagakerjaan, serta layanan berobat menggunakan BPJS Kesehatan.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Serikat Pekerja PT Sri Rejeki Isman atau Sritex meminta hak karyawan berupa pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR) tetap bisa cair, meski perusahaan sudah pailit. Permintaan ini disampaikan di hadapan Komisi XI DPR RI.
Koordinator Serikat Pekerja PT Sritex Slamet Kaswanto mengatakan, kurator melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada sebanyak 10.669 pekerja pabrik tekstil Sritex pada 26 Februari 2025. Putusan PHK itu berlaku efektif dua hari setelahnya.
Slamet menyayangkan, kurator memutuskan untuk mem-PHK karyawan persis sebelum Ramadan mulai. Itu sebabnya, dia meminta pemerintah dan legislatif sama-sama memperhatikan hak pekerja pabrik tekstil tersebut.
"Jangan sampai nanti harapan kita kerja kembali terwujud, tapi hak kita tidak terwujud. Kan masih melekat, kita kena PHK itu hak pesangon, THR dan sebagainya," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa (4/3).
Slamet menyampaikan, ada investor baru yang ingin menanamkan modalnya di Sritex. Dengan demikian, ada kemungkinan pabrik tekstil di Jawa Tengah itu dapat kembali beroperasi dengan pimpinan baru dan anggota atau karyawan baru.
Baca Juga: Istana Bocorkan Skema Baru Untuk Pekerjakan Kembali Karyawan Eks Sritex
Namun, dia menegaskan, PT Sritex seharusnya dapat menyelesaikan hak pesangon dan THR terlebih dahulu kepada pekerja yang kena PHK, sebelum kembali mempekerjakan orang-orang di perusahaan tersebut.
"Hak kita juga harus diselesaikan dulu, hak pesangon itu, dan THR menjadi mutlak karena memang yang kita nantikan di bulan Suci Idulfitri tentunya adalah THR," ungkap Slamet.
Selanjutnya, Koordinator Serikat Pekerja PT Sritex menyoroti hak jaminan ketenagakerjaan yang seharusnya diterima pekerja. Itu mencakup Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Menurutnya, uang para pekerja sudah terkumpul ketika mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan selama bekerja. Karena itu, dia juga meminta agar pencairan uang tersebut lancar.
Sebab, Slamet mempermasalahkan persyaratan pengurusan JKP dan JHT yang dilakukan secara online dengan kuota terbatas per harinya. Dia menilai, pekerja Sritex agak kesulitan mengurus pencairan dana tersebut.
"Pengurusan JKP maupun JHT itu kan berbasis online. Nah, bagaimana mungkin untuk 10.000 lebih orang itu melakukan online, pasti kan tidak bisa kekejar ya kalau sampai kita berkeinginan sebelum lebaran itu harus cair," tuturnya.
Slamet mengaku, sudah ada beberapa posko pencairan dana JKP dan JHT karyawan eks Sritex. Namun, layanan tersebut dibatasi, hanya sekitar 100-200 orang per hari. Sementara itu, karyawan yang kena PHK mencapai 10.669 orang.
Dia pun meminta agar anggota legislatif bisa berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk memperbaiki ataupun mempercepat mekanisme pencairan jaminan tersebut.
"Apakah tidak cukup (melayani) 10.000 (pekerja) sehari? Åtau mekanismenya lebih dipercepat, toh itu kan uang-uang kami juga yang JHT," tegas Slamet.
Perpanjangan Jaminan BPJS Kesehatan Eks Karyawan Sritex
Terakhir, pentolan pekerja Sritex juga menyoroti masalah BPJS Kesehatan bagi karyawan yang terkena PHK. Slamet meminta, tenggat pemberian jaminan kesehatan masih berlaku selama enam bulan setelah karyawan baru diputus PHK, bukan saat perusahaan dinyatakan pailit.
Baca Juga: DPR Kawal Hak Pekerja Sritex Yang Terkena PHK Terpenuhi
Dia mengatakan, kurator memutuskan untuk melakukan PHK pada 26 Februari 2025. Sementara itu, perusahaan diputus pailit oleh pengadilan niaga pada Oktober 2024.
"Jadi kami ingin untuk jaminan free gratis (BPJS Kesehatan) PHK itu ya dimulai sejak kami diputus. Karena pada saat kami sebelum diputus itu kami masih aktif membayar di BPJS Kesehatan," kata Slamet.
Dia menjelaskan, pengobatan yang ditanggung BPJS Kesehatan berlaku untuk enam bulan ke depan terhitung sejak Desember 2024. Padahal, karyawan masih membayar iuran BPJS Kesehatan sampai awal tahun ini, hingga diputuskan PHK pada akhir Februari 2025.
Oleh karena itu, pekerja Sritex meminta Komisi IX DPR RI untuk berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan. Agar layanan berobat tersebut masih bisa dinikmati pekerja hingga enam bulan ke depan terhitung sejak Februari 2025, bukan Desember 2024.
"Kami ini baru diputus (PHK) 26 Februari 2025 dan kami masih membayar aktif. Nah ini tolong juga dikomunikasikan kepada pimpinan BPJS Kesehatan," tutup Slamet.