03 November 2025
10:44 WIB
Rupiah Tertekan Sentimen Hawkish Pejabat The Fed
Analis menilai rupiah melemah karena pernyataan hawkish para pejabat The Fed. Sejumlah pejabat The Fed masih menyoroti tingkat inflasi yang tinggi dan sektor pekerjaan yang stabil.
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong menyampaikan, nilai tukar (kurs) rupiah melemah dikarenakan pernyataan hawkish dari para pejabat Federal Reserve (The Fed).
"Rupiah melemah terhadap dolar AS yang kembali menguat oleh dukungan pernyataan hawkish dari pejabat-pejabat the Fed, yaitu Schmid (Presiden The Fed Kansas City Jeff Schmid), Logan (Presiden Federal Reserve Bank Dallas Lorie Logan), dan Hammack (Presiden Fed Cleveland Beth Hammack)," ucapnya melansir Antara, Jakarta, Senin (3/11).
Baca Juga: Asing Beli Tipis Instrumen Investasi RI Rp1 T Pekan Ini
Schmid menyampaikan bahwa sektor pekerjaan masih stabil dan inflasi AS masih tinggi. Begitu pula dengan Logan yang menyinggung hal serupa, dan menentang pemangkasan suku bunga The Fed apabila inflasi tak menurun.
Adapun Hammack menyatakan suku bunga tinggi masih diperlukan untuk menurunkan inflasi.
Namun, mengutip Anadolu, Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mendukung penurunan tersebut, dengan menekankan bahwa kebijakan moneter AS masih tetap restriktif, bahkan setelah suku bunga diturunkan.
Berdasarkan pantauan, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Senin (3/11) di Jakarta, melemah 0,04% atau sebesar 7 poin, dari sebelumnya Rp16.631 menjadi Rp16.638 per dolar AS.
Sementara itu, melansir Bloomberg, dolar AS terpantau menguat 0,12% atau naik 20 poin menjadi sekitar Rp16.651 per dolar AS pada pukul 10.10 WIB. Diperkirakan dolar AS akan bergerak harian di kisaran Rp16.635-16.655 per dolar AS.
Baca Juga: Pasar Langsung Fokus FFR Desember, Rupiah Bergerak Hati-Hati
Adapun dolar AS tersebut bergerak membaik setelah indeks DXY ditutup melemah sehari sebelumnya (2/11) yang melemah 0,03% ke level 99,77 poin. Di sisi lain, rentang dolar AS setahun terakhir berada di level 96,21-110,17.
Terkait inflasi Indonesia, Lukman memprediksi akan sedikit lebih tinggi 2,7%, kendati masih dalam rentang target Bank Indonesia, sehingga masih terbuka peluang bagi BI untuk memangkas suku bunga.
"(Sedangkan neraca dagang) September diperkirakan surplus US$4,79 miliar," kata Lukman.