04 Agustus 2025
11:30 WIB
Rupiah Menguat Usai Data NFP AS Jauh Di Bawah Ekspektasi Pasar
Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah cukup tajam setelah data pekerjaan AS NFP yang sangat lemah memicu peningkatan pada prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Penulis: Fin Harini
Petugas menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Ayu Masagung Money Changer, Jakarta, Jumat (18/10/20 24). Sumber: AntaraFoto/Muhammad Ramdan
JAKARTA – Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin pagi (4/8) di Jakarta menguat sebesar 104 poin atau 0,63% menjadi Rp16.409 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.513 per dolar AS.
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan hari ini nilai tukar (kurs) rupiah menguat seiring data pekerjaan Nonfarm Payrolls (NFP) Amerika Serikat (AS) sangat melemah.
"Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah cukup tajam setelah data pekerjaan AS NFP yang sangat lemah memicu peningkatan pada prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed (Federal Reserve)," katanya dikutip dari Antara di Jakarta, Senin (4/8).
Mengutip Anadolu, NFP AS tercatat mencapai 73 ribu lapangan kerja pada bulan Juli 2025, jauh di bawah ekspektasi pasar yang sebesar 106 ribu. Adapun penambahan lapangan kerja untuk bulan Juni direvisi turun sebesar 133 ribu dari 147 ribu.
Baca Juga: Inflasi AS Naik, Rupiah Melemah Tertekan Indeks Dolar AS
Untuk tingkat pengangguran, naik tipis menjadi 4,2% pada bulan Juli dari 4,1% pada Juni, sesuai perkiraan. Jumlah pengangguran sedikit berubah di angka 7,2 juta pada bulan Juli, sementara tingkat partisipasi angkatan kerja berada di angka 62,2%.
Sementara itu, rasio lapangan kerja terhadap populasi stabil di angka 59,6% pada bulan Juli, dan jumlah orang yang bukan angkatan kerja tetapi saat ini menginginkan pekerjaan sedikit berubah yaitu 6,2 juta.
Rata-rata pendapatan per jam untuk semua karyawan non-pertanian naik 0,3% menjadi US$36,44 pada bulan Juli dibandingkan dengan Juni, sementara secara tahunan naik 3,9%.
Menurut Lukman, data NFP AS yang melemahkan kurs dolar AS mendorong harapan pemangkasan suku bunga Fed sebanyak dua kali pada tahun ini sebesar 100% dengan total 50 basis points (bps). Ekspektasi tiga kali pemangkasan suku bunga dengan total 75 bps juga meningkat dari 46,4% menjadi 48,1%.
Potensi pemotongan tersebut diperkirakan terjadi pada September, Oktober, dan Desember.
"Pelemahan besar pada data tenaga kerja ini besar kemungkinan karena kekhawatiran investor akan tarif Trump yang akan berdampak sangat negatif pada perekonomian AS," ungkap Lukman.
Baca Juga: Sri Mulyani Pede Nilai Tukar Rupiah Bakal Terus Stabil
Dikutip dari Bloomberg, Ketua The Fed, Jerome Powell, mengatakan minggu lalu bahwa para pembuat kebijakan perlu bersabar mengingat pasar tenaga kerja yang masih kuat dan inflasi yang di atas target.
Selain data ketenagakerjaan utama, angka yang lebih penting adalah tingkat pengangguran. Angka tersebut diperkirakan akan naik sedikit ke 4,2% setelah secara tak terduga turun ke 4,1% pada bulan Juni. Angka ini dianggap terjebak di antara perlambatan permintaan dan penurunan pasokan tenaga kerja di tengah tindakan keras imigrasi AS.
“Laporan hari Jumat sangat penting, tetapi lebih dari sekadar angka penggajian, saya pikir kita akan fokus pada tingkat pengangguran,” kata Priya Misra, manajer portofolio di JPMorgan Investment Management. “Agar The Fed memangkas suku bunga pada bulan September, perlu ada bukti yang jelas tentang melemahnya pasar tenaga kerja.”