c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

18 Desember 2024

10:30 WIB

Rupiah Melemah, Ekonom: BI-Rate Desember Bertahan Di Level 6%

BI ditaksir akan menahan kebijakan suku bunga di level 6% pada RDG edisi Desember 2024. Sentimen rupiah yang terdepresiasi  jadi pendorong level BI-Rate bertahan, kendati inflasi sudah mulai menjinak.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Rupiah Melemah, Ekonom: BI-Rate Desember Bertahan Di Level 6%</p>
<p>Rupiah Melemah, Ekonom: BI-Rate Desember Bertahan Di Level 6%</p>

Petugas menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Ayu Masagung Money Changer, Jakarta, Jumat (18/10/2024). Sumber: AntaraFoto/Muhammad Ramdan

JAKARTA - Ekonom LPEM FEB-UI Teuku Riefky memproyeksi, Bank Indonesia masih akan menahan kebijakan suku bunganya di level 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Desember 2024. Sentimen rupiah yang terdepresiasi disinyalir jadi pendorong level BI-Rate bertahan, kendati inflasi sudah mulai menjinak.

"Mengingat besarnya tekanan pada Rupiah, kami memandang BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6% dalam rapat Dewan Gubernur bulan ini," katanya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (18/12).

Dia menyampaikan, level inflasi pada November 2024 turun ke 1,55% (yoy) dan mencapai titik terendahnya sejak April 2021. Angka inflasi yang lebih rendah pada November 2024 terutama didorong oleh turunnya inflasi bahan makanan dan deflasi harga pangan bergejolak akibat efek high-base dan melimpahnya pasokan bahan makanan pasca musim panen.

Sedianya, inflasi yang sudah menurun tersebut bisa menjadi penguat otoritas moneter untuk melanjutkan penurunan BI-Rate yang dilakukan September silam. Kondisi ini juga bisa membuat ruang moneter menjadi lebih longgar.

"Walaupun ada ruang bagi BI untuk memangkas suku bunga acuannya (saat ini), Rupiah sedang mengalami tekanan depresiasi yang cukup signifikan dan pemotongan suku bunga dapat memperburuk tekanan tersebut," ujarnya.

Baca Juga: BPS: Bawang Merah Dan Tomat Sebabkan Inflasi November 0,03%

Dari sisi eksternal, Riefky menyebut, pasar modal di berbagai negara berkembang berada di bawah tekanan dalam dua bulan terakhir. Kondisi ini terjadi di tengah kekhawatiran atas potensi kenaikan tarif terhadap barang impor ke AS di bawah pemerintahan Donald Trump.

Potensi pengenaan tarif dan kebijakan perdagangan pemerintah AS menjadi faktor dominan yang memengaruhi pergerakan arus modal internasional. Oleh karena itu, mendorong investor untuk mengalihkan asetnya dari pasar negara berkembang dan memicu pelemahan mata uang negara-negara berkembang.

"Akibatnya, Indonesia mengalami arus modal keluar sekitar US$0,75 miliar sejak pertengahan November, sementara Rupiah terdepresiasi sebesar 1,39% (mtm) dari Rp15.770 per dolar AS menjadi Rp15.990 per dolar AS dalam 30 hari terakhir," urainya.

Selain itu, Riefky menggarisbawahi, konsensus pelaku pasar saat ini menetapkan probabilitas hingga 96% bahwa the Fed akan melakukan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan FOMC edisi Desember 2024.

Sementara itu, pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan pelemahan rupiah belakangan bisa menjadi alasan untuk menahan suku bunga acuan BI-Rate.

"Hari ini, BI kemungkinan mempertahankan suku bunga acuannnya meskipun The Fed (Federal Reserve) akan memangkas suku bunganya dini hari nanti. Pelemahan rupiah belakangan ini bisa menjadi alasan untuk menahan suku bunga acuan BI," ujar Ariston melansir Antara.

Terkait pemeriksaan KPK perihal kasus dugaan korupsi dalam penggunaan dana CSR BI, lanjutnya, masalah ini tak berkaitan dengan urusan kebijakan moneter. Namun, problem ini kurang lebih bisa mengganggu konsentrasi BI untuk mengelola kebijakan.

"Jadi, sedikit banyak bisa memberikan sentimen negatif ke rupiah paling tidak hingga permasalahannya jelas," ucap dia.

Baca Juga:  Hore! Pekan Ini Asing Borong Instrumen investasi Indonesia Rp7,33 T

Untuk pergerakan indeks dolar (DXY) pada pagi ini mengalami kenaikan menjadi 106,92 poin dibandingkan pagi sebelumnya, yakni 106,77 poin. Artinya, dolar AS masih menguat dibandingkan nilai tukar lainnya.

Selain itu, data penjualan ritel AS per November menunjukkan kenaikan menjadi 0,7% (mtm), melebihi bulan sebelumnya yang sebesar 0,5%. Hal ini menunjukkan, ekonomi AS masih apik, sementara sektor ritel masih menopang pertumbuhan.

"Hasil ini (data penjualan ritel AS) tentunya menambah ekspektasi bahwa The Fed bisa tidak memangkas suku bunganya dalam waktu yang lebih lama sesudah Desember ini sehingga membantu penguatan dolar AS," ungkap Ariston.

Dia memprediksi nilai tukar rupiah masih bergerak di atas Rp16 ribu per dolar AS dan potensi pelemahan rupiah ke arah Rp16.100 per dolar AS, dengan support di sekitar Rp16 ribu per dolar AS.

Pada pembukaan perdagangan hari ini, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 16 poin atau 0,10% menjadi Rp16.085 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.101 per dolar AS.

Peluang BI-Rate Turun
Terpisah, Chief Economist PermataBank Josua Pardede memperkirakan, peluang BI-rate dapat turun masih terbuka. Asalkan sinyal suku bunga The Fed dipangkas pada FOMC Desember 2024 semakin kuat, Rupiah tidak tembus Rp16.000 per dolar AS.

Namun, sejalan dengan perkembangan menuju RDG Desember 2024, ruang pemotongan menyempit karena pelemahan Rupiah akibat menguatnya Indeks Dolar AS (DXY) setelah bank sentral dunia selain the Fed cenderung lebih dovish dalam kebijakan moneternya.

"Namun, kami masih melihat timing untuk BI-rate diturunkan di RDG Desember masih bisa dilakukan, walau menjadi terbatas dari sebelumnya," jelas Josua, Selasa (17/12).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar