25 Juli 2025
19:13 WIB
Rojali Dan Rohana Marak Jalan Di Mall, Ekonom Ungkap Faktor Penyebabnya
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai faktor utama dari adanya rojali dan rohana adalah kondisi finansial masyarakat, tercermin dari beberapa indikator.
Penulis: Fin Harini
Ilustrasi. Suasana yang terjadi di Lotte Mall, Jakarta, Jumat (1/9/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni
JAKARTA – Fenomena rojali dan rohana kian marak ditemui di pusat-pusat perbelanjaan, sesungguhnya mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak baik-baik saja. Kemampuan masyarakat untuk berbelanja terbatas.
Rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya nanya) merupakan istilah yang disematkan pada pengunjung pusat perbelanjaan tapi tidak melakukan transaksi pembelian atau berbelanja.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal di Jakarta, Jumat (25/7), dikutip dari Antara, menilai faktor utama dari adanya rojali dan rohana adalah kondisi finansial masyarakat.
Hal ini, lanjut Faisal, bisa dilihat dari tingkat tabungan yang mengalami penurunan pada kuartal II dibandingkan kuartal I/2025. Begitu tingkat penjualan sektor riil yang juga melemah. Sementara, pinjaman melalui fintech lending justru meningkat.
“Ini yang menunjukkan bahwa di kalangan masyarakat sebetulnya terbatas dari sisi kemampuan finansial mereka,” ujarnya.
Baca Juga: APPBI: Kunjungan Ke Pusat Perbelanjaan Naik, Daya Beli Masyarakat Masih Rendah
Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi simpanan masyarakat perseorangan di bank umum dan BPR meningkat sejak Januari ke Maret, namun dari Maret hingga Mei, nilainya terus menurun. Pada Januari, nilainya sebear Rp3.750 triliun, naik menjadi Rp3.775,2 triliun di Februari dan Rp3.847,66 triliun pada Maret. Lalu turun menjadi Rp3.804,7 triliun pada April dan Rp3.781,59 triliun pada Mei.
Sementara itu, Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada bulan Juni 2025 berada di level 83,8, menguat 4,8 poin dari posisi bulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan penguatan komponen Indeks Waktu Menabung (IWM) sebesar 2,4 poin pada periode yang sama ke level 95,3 dan Indeks Intensitas Menabung (IIM) sebesar 7,2 poin ke level 72,4.
Di saat yang sama, hasil SKP LPS terkini juga menunjukkan sedikit pelemahan pada Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada bulan Juni 2025. IKK Juni 2025 tercatat sebesar 99,4, turun 0,3 poin MoM.
Indeks Menabung Konsumen (IMK) menunjukkan niat dan kemampuan menabung konsumen. Sedangkan, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) menunjukkan persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi, lapangan kerja dan pendapatan rumah tangga.
Perlu Intervensi Pemerintah
Sependapat, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai, fenomena rohana dan rojali didorong oleh tren kenaikan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa sektor industri, yang mempengaruhi konsumsi masyarakat.
“Memang saat ini daya beli masyarakat berkurang karena kenaikan jumlah PHK di sejumlah industri. Di sisi lain, ada kenaikan harga harga bahan pokok,” ujar Esther.
Baik Faisal maupun Esther sepakat bahwa diperlukan adanya intervensi pemerintah untuk mendongkrak daya beli melalui solusi yang berdampak luas dan berkelanjutan.
Baca Juga: Program Undian Jadi Cara Pusat Perbelanjaan Gaet Pengunjung
“Penciptaan lapangan pekerjaan dengan meningkatkan investasi yang bersifat padat karya. Kemudian melonggarkan dan mendorong wirausaha agar mereka yang terkena PHK bisa menciptakan lapangan kerja sendiri,” kata Esther.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pada Kamis (24/7) menyebut fenomena rojali di pusat perbelanjaan bukanlah hal baru.
Menurut dia, masyarakat bebas untuk menentukan pilihan untuk berbelanja secara daring ataupun luring, serta memberikan penilaian kualitas terlebih dahulu secara langsung sebelum membelinya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan fenomena ini akan berkurang apabila daya beli masyarakat kembali membaik melalui sejumlah kebijakan atau insentif pemerintah.