c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

24 Oktober 2025

09:42 WIB

RI Garap Ekosistem Bioetanol! Toyota Jadi Inti, Koperasi Jadi Plasma

Pemerintah meyakini koperasi hingga petani ikut mengembangkan ekosistem industri bioetanol. Model bisnisnya, Toyota berperan sebagai inti, sementara petani di koperasi menjadi plasma.

Editor: Khairul Kahfi

<p>RI Garap Ekosistem Bioetanol! Toyota Jadi Inti, Koperasi Jadi Plasma</p>
<p>RI Garap Ekosistem Bioetanol! Toyota Jadi Inti, Koperasi Jadi Plasma</p>

Menkop Ferry Juliantono dan Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu dalam Rapat Pembahasan Percepatan Rencana Investasi Bioetanol di Jakarta, Kamis (23/10). Antara/HO-Kemenkop

JAKARTA - Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan, pengembangan ekosistem industri bioetanol nasional berpeluang besar melibatkan koperasi petani. Kolaborasi ini diyakini dapat memperkuat posisi koperasi dalam rantai pasok energi terbarukan berbasis pertanian.

“Kemenkop memiliki semangat yang sama dalam mengembangkan potensi bioetanol di Indonesia, koperasi petani bisa menjadi bagian penting dalam ekosistem ini,” ujar Ferry dalam Rapat Pembahasan Percepatan Rencana Investasi Bioetanol di kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Jakarta, Kamis (23/10), melansir Antara.

Baca Juga: Kementan-ATR/BPN Siapkan Lahan 1,5 Juta Hektare Untuk Etanol

Ferry optimistis ekosistem bioetanol dapat segera terwujud. Dia menginformasikan, Kementerian Investasi telah menyiapkan regulasi pendukung, dengan salah satu produsen otomotif besar asal Jepang memiliki kepentingan untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Sementara itu, lanjutnya, Pemprov Lampung telah menyiapkan lahan ratusan ribu hektare untuk bahan baku seperti ubi kayu atau singkong, tebu, dan jagung.

“Regulasi dari Kementerian Investasi sudah ada, Toyota juga siap produksi. Kami tinggal bahas model bisnisnya, yaitu skema inti plasma dengan koperasi sebagai penghubung,” ujarnya.

Dalam skema tersebut, Toyota berperan sebagai inti, sementara petani yang tergabung dalam koperasi menjadi plasma. Koperasi yang dimaksud meliputi koperasi petani ubi kayu, tebu, dan jagung.

“Yang terlibat bukan Gapoktan (gabungan kelompok tani), tapi koperasi. Karena, jika Gapoktan tidak merujuk ke satu badan usaha. Harus ada plasma petani yang terorganisir melalui koperasi petani, dengan Toyota sebagai intinya," katanya.

Baca Juga: Ada B50 dan E10, Zulhas: Enggak Ada Lagi Lahan Pertanian Kosong

Namun, dia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara inti dan plasma agar tidak terjadi ketimpangan.

Ferry juga menyampaikan, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes/Kel) dapat berperan sebagai pengumpul atau offtaker produk masyarakat dalam ekosistem bioetanol.

Menurut dia, Kopdes Merah Putih tidak hanya berfungsi sebagai tempat distribusi barang, tetapi juga sebagai penghubung antara petani dan industri.

“Kalau itu bisa dilakukan bersama-sama, kita bisa sediakan alat-alatnya agar Kopdes Merah Putih berfungsi sebagai offtaker. Saya rasa ini bagus,” kata Ferry.

Posisi Toyota di Ekosistem Industri Bioetanol
Sementara itu, Wakil Menteri Investasi Todotua Pasaribu mengatakan, Indonesia telah memasuki era bahan bakar E10, yaitu campuran 10% etanol dalam bensin. Dengan E10, potensi pasar domestik diperkirakan mencapai 3-4 juta kiloliter etanol per tahun.

Baca Juga: Multi-Pathway, Strategi Toyota Transisi Otomotif RI Menuju Netralitas Karbon

Bahkan, menurut Todotua, salah satu produsen otomotif Jepang di Indonesia itu telah menyatakan kesiapan untuk terlibat dalam pengamanan pasokan bahan baku (feedstock) bagi pengembangan produk hidrogen dan bioetanol.

"Begitu juga, akan terlibat dalam hulunya di industri etanol," kata Todotua.

Dalam kesempatan sama, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal berkomitmen untuk mengoptimalisasi sektor pertanian daerah sebagai bagian dari ekosistem industri bioetanol nasional.

Menurutnya, sektor pertanian menyumbang sekitar 26% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Lampung. Namun, kontribusi dari industri pengolahan hasil pertanian masih tergolong rendah, hanya sekitar 17-18%.

Ia menjelaskan, Lampung merupakan produsen utama singkong nasional, menempati peringkat kedua untuk tebu, dan ketiga untuk jagung. Ketiga komoditas tersebut ditanam di lahan seluas ratusan ribu hektare, namun belum dimanfaatkan secara maksimal untuk industri hilir.

Baca Juga: Ikabi: Etanol 3,5% Dalam BBM Sesuai Standar Dunia, Perlu Naik Bertahap

Rahmat menyebutkan, saat ini terdapat dua perusahaan etanol yang beroperasi di Lampung. Sayangnya, kapasitas serap terhadap hasil pertanian lokal masih terbatas, sehingga terjadi kelebihan pasokan di tingkat petani.

Rapat Pembahasan Percepatan Rencana Investasi Bioetanol di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi turut dihadiri Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, serta Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Nandi Julyanto.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar