04 Desember 2023
13:53 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) baru-baru ini mengungkapkan masih ada lima gejolak global yang membayangi Indonesia di 2024 hingga 2025. Mulai dari lemahnya ekonomi global, penurunan inflasi yang lambat, higher for longer, dolar menguat, hingga cash is the king.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar mengatakan, terkait dengan dengan lima gejolak yang akan berdampak di global kepada perekonomian seluruh dunia termasuk ke Indonesia pada 2024 dan 2025, pihaknya terus memantau hal ini.
Pasalnya, OJK merasa lima gejolak tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Pada akhirnya, juga dapat berdampak pada pertumbuhan nasional.
"Dapat kami sampaikan bahwa dalam assessment kami memang lima gejolak tadi merupakan faktor yang terus kami pantau risiko ke bawahnya (downside risk) karena kami juga merasa hal-hal tadi merupakan perkembangan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global dan pada gilirannya risiko pada pertumbuhan nasional kita," kata Mahendra dalam konferensi pers RDK Bulanan OJK November 2023, Senin (4/12).
Apalagi, lembaga-lembaga multilateral menyampaikan prakiraannya yang semula agak diharapkan optimistis untuk 2024, namun nampaknya direvisi ke bawah.
Baca Juga: BKF: Meski Turun, Surplus Neraca Dagang Oktober Topang Neraca Berjalan
Kendati demikian, Mahendra menegaskan bahwa kondisi sektor jasa keuangan Indonesia dalam masing-masing bidang saat ini masih terjaga stabil.
"Berdasarkan assessment tadi itu, kami berpandangan kondisi sektor jasa keuangan kita, seperti yang kami sampaikan pada konferensi pers saat ini yang tadi didengar langsung secara menyeluruh maupun di masing-masing bidang, terlihat terjaga stabil," terangnya.
Menurut Mahendra, sektor jasa keuangan terjaga stabil karena didukung dengan permodalan yang solid dan juga tingkat modalitas yang baik dalam menghadapi berbagai risiko ketidakpastian di masa yang akan datang.
Dengan demikian, OJK optimistis sektor jasa keuangan Indonesia mampu menyerap berbagai risiko, terkait guncangan-guncangan yang ada di tingkat global.
Lebih lanjut, Mahendra menyampaikan contoh kesiapan dari sektor jasa keuangan Indonesia. Untuk capital adequacy ratio (CAR) perbankan secara nasional, misalnya, tingkat agregat CAR pada saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Tercatat, sebagian besar negara tidak dapat mencapai CAR 20%, sedangkan di Indonesia CAR per Oktober 2023 adalah 27,48%. "Itu jelas menunjang solidnya sektor jasa keuangan kita terutama di perbankan," imbuhnya.
Kemudian, kasus krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) dan juga di Swiss pada awal tahun ini, memperlihatkan bahwa sektor jasa keuangan Indonesia, khususnya perbankan, akan tetap mampu memiliki daya tahan yang tinggi.
Mitigasi Risiko
Selain rasa optimistis, Mahendra menuturkan, pihaknya juga telah menjalankan strategi mitigasi risiko. OJK tetap mengambil langkah kebijakan yang mengutamakan stabilitas sektor jasa keuangan agar sektor jasa keuangan dapat memberikan kontribusi optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Salah satunya OJK dan lembaga-lembaga jasa keuangan secara berkala melakukan stress test untuk mengetahui tingkat ketahanan permodalan maupun ketahanan likuiditas.
Berikutnya, OJK melakukan upaya penguatan tata kelola dan manajemen risiko yang terus diperkuat dan melakukan penataan sektor jasa keuangan melalui penyempurnaan berbagai ketentuan yang terkait. Serta, penerbitan roadmap-roadmap untuk masing-masing industri yang telah diluncurkan pada tahun ini.
"Ini sebagai peta jalan kita untuk semakin memperkuat daya tahan, tapi sekaligus juga untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkuatan dari masing-masing industri jasa keuangan itu sendiri," tutur Mahendra.
Baca Juga: BI: Lima Bauran Kebijakan Siap Topang Pertumbuhan Ekonomi 2024
Secara khusus, OJK pun turut aktif mendorong pertumbuhan kredit perbankan dan meningkatkan inklusi keuangan.
OJK terus melakukan himbauan kepada bank untuk meningkatkan peran kreditnya dengan melakukan inovasi dan perbaikan berkelanjutan yang secara khusus perhatian untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang telah disampaikan dengan surat edaran terhadap pertumbuhan kredit UMKM maupun konsumsi.
"Jadi semua yang dilakukan telah meng-cover berbagai upaya untuk memitigasi semua risiko tadi," tegas dia.
Selain itu, OJK juga menjalankan agenda-agenda perkuatan dan pengembangan dari masing-masing industri jasa keuangan yang akan dilakukan dengan konsisten, sesuai dengan peta jalan yang ada.
Hal itu dilakukan supaya kontribusi dari sektor jasa keuangan Indonesia bukan hanya dalam menjaga stabilitas jasa keuangan dari risiko ke bawah (downside risk) dari pertumbuhan ekonomi global. Akan tetapi, justru memberikan kontribusi lebih optimal lagi kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024 dan selanjutnya.