c

Selamat

Sabtu, 20 April 2024

EKONOMI

24 September 2021

20:35 WIB

RI Berpotensi Jadi Pasar Kendaraan Listrik Terbesar Ketiga Di Dunia

Penetrasi kendaraan listrik butuh bangun ekosistem lebih cepat

Penulis: Zsasya Senorita

Editor: Dian Kusumo Hapsari

RI Berpotensi Jadi Pasar Kendaraan Listrik Terbesar Ketiga Di Dunia
RI Berpotensi Jadi Pasar Kendaraan Listrik Terbesar Ketiga Di Dunia
Jurnalis melakukan uji coba motor listrik Anubis Cruisercross saat peluncuran di Sirkuit Sentul, Kab upaten Bogor, Jawa Barat. ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

JAKARTA – Ahli Senior di McKinsey &  Company, Rahul Gupta berpendapat, ada peluang ekonomi besar bagi Indonesia jika mampu menciptakan ekosistem kendaraan listrik karena Indonesia berpotensi menjadi pasar terbesar setelah China dan India.

Dalam analisis Rahul yang dipaparkan pada Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021, setidaknya ada tiga faktor pendorong utama percepatan adopsi kendaraan listrik, yakni tersedianya regulasi mendukung, infrastruktur yang memadai, serta keterjangkauan harga.

“Kami memproyeksikan kendaraan roda dua menjadi penggerak utama dalam hal penetrasi (kendaraan listrik) yang lebih tinggi secara signifikan,” jelas Rahul seperti yang disampaikan hari ini, Jumat (24/9).

Menurut dia, sebagai penghasil emisi terbesar kedua di sektor energi–setelah sektor pembangkit listrik–elektrifikasi sektor transportasi yang berbasis energi terbarukan akan menjadi salah satu pilar penting untuk menekan emisi karbon dan mencegah kenaikan suhu bumi melebihi 1,5° celcius.

Membandingkan dengan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, Wakil Presiden Pengembangan dan Standarisasi Teknologi PLN, Zainal Arifin mengakui bahwa infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia masih terbatas.

“Kami sudah membangun 32 stasiun pengisian kendaraan listrik di 14 kota. Berdasarkan roadmap (peta jalan kendaraan listrik .red) kita akan memiliki lebih dari 2400 unit untuk stasiun pengisian daya kendaraan listrik di seluruh Indonesia dalam lima tahun ke depan,” ungkap Zainal.

Ia menambahkan, untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur kendaraan listrik, 40% pembangunan stasiun pengisian daya akan dipenuhi oleh PLN sementara sisanya akan dibangun oleh perusahaan swasta.

Selain itu, Zainal juga menuturkan perbedaan harga yang jauh dengan kendaraan konvensional membuat permintaan kendaraan listrik kurang menggembirakan.

Persoalan harga juga menjadi sorotan oleh Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan, Kementerian Perindustrian, Sony Sulaksono.

Ia mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah menetapkan target 1.6 juta roda dua dan 400 ribu kendaraan listrik roda empat pada 2025. Sementara adopsi kendaran listrik di Indonesia hingga saat ini berada di bawah 2000 unit.

Menurutnya pemerintah telah berupaya menurunkan harga dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 yang mengatur insentif dan disinsentif kendaraan listrik dan kendaraan konvensional.

“Misalnya dengan pemberian 0% pajak mewah untuk kendaraan listrik,” tegas Sony.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa mahalnya harga kendaraan listrik juga dipengaruhi oleh biaya baterai yang mencakup 40–50% dari total biaya kendaraan listrik.

Menurut Sony, jasa penukaran baterai atau battery swap stations menjadi solusi mengurangi beban biaya, seiring proses pengembangan dan penelitian terkait baterai kendaraan listrik yang masih berjalan.

Ia menjelaskan, dengan menggunakan skema tersebut, nantinya perusahaan transportasi menyewakan baterai listrik untuk masyarakat. Biaya yang dikenakan bisa berdasar kilometer yang ditempuh kendaraan listrik.

Dihubungi di tempat yang berbeda, Peneliti dan Spesialis Energi dan Kendaraan Listrik IESR, Idoan Marciano memaparkan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi kesenjangan harga kendaraan listrik. 

Antara lain, peningkatan insentif pajak dari pemerintah, penggunaan model kendaraan listrik yang lebih terjangkau dan cocok dengan preferensi masyarakat Indonesia, serta secara paralel mempercepat pembangunan industri baterai domestik.

“Pengembangan industri baterai domestik menjadi hal yang penting untuk mendukung upaya pencapaian target dekarbonisasi mendalam. Keberadaannya akan mendukung penetrasi kendaraan listrik dan penting bagi jaringan listrik seiring dengan peningkatan bauran energi terbarukan,” jelas Idoan kepada wartawan.

Melengkapi pembahasan sebelumnya, Presiden Direktur Indonesian Battery Company (IBC), Toto Nugroho Pranatyasto pun menegaskan bahwa IBC sedang berproses memproduksi dan mengembangkan baterai listrik. Selain itu, melakukan pengembangan daur ulang baterai untuk mengantisipasi limbah baterai.

“Pengembangan ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan cepat, kami butuh investasi jumlah besar. Untuk mengembangkan 140 GWh kapasitas baterai, kami butuh investasi sekitar US$15,3 miliar dalam jangka waktu tiga hingga empat tahun,” ungkap Toto dalam IETD 2021.

Ia mengatakan, selain proses pengembangan baterai listrik, IBC juga melibatkan berbagai mitra untuk merancang rantai pasokan dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan rantai ekosistem kendaraan listrik.

“Pemerintah perlu mendorong kendaraan listrik untuk masuk ke segmen biaya menengah. Kendaraan roda dua rentang harganya juga perlu dibuat terjangkau,” tandas Toto.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar