c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

09 September 2025

17:10 WIB

RI Banyak Masalah, Aliansi Ekonom Desak Darurat Ekonomi

Aliansi Ekonom Indonesia mengajukan tujuh desakan darurat ekonomi yang saat ini melanda masyarakat Indonesia, sehingga banyak masyarakat yang mengalami penurunan kualitas hidup.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>RI Banyak Masalah, Aliansi Ekonom Desak Darurat Ekonomi</p>
<p>RI Banyak Masalah, Aliansi Ekonom Desak Darurat Ekonomi</p>

Ilustrasi - Warga beraktivitas di kawasan permukiman padat penduduk, di bantaran Kali Krukut Bawah, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (20/7/2017). Antara Foto/Aprillio Akbar/ama

JAKARTA - Ratusan ekonom Indonesia yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia menjabarkan kondisi ekonomi Indonesia makin tertekan. Hal ini terlihat dari kualitas hidup masyarakat yang terus menurun, ketimpangan pendapatan, penyusutan lapangan kerja, hingga kebijakan yang dinilai tidak tepat.

Dewan Penasihat Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Vivi Alatas menekankan, saat ini telah terjadi penurunan kualitas hidup masyarakat di berbagai lapisan yang bersifat masif dan sistemik. 

"Walau ada tekanan dari guncangan global, kondisi di Indonesia ini tidak terjadi tiba-tiba, melainkan akumulasi dari berbagai proses bernegara yang kurang amanah sehingga menyebabkan berbagai ketidakadilan sosial," ungkap Vivi dalam konferensi pers 'Tujuh Desakan Darurat Ekonomi' yang dipantau secara daring, Jakarta, Selasa (9/9).

Baca Juga: Melambat, Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,03% pada 2024
Tantangan Berat! Ekonom Ragu Ekonomi RI Bisa Tumbuh Lebih dari 5%

Ekonom UGM lainnya Elan Satriawan menyebutkan, penurunan kualitas hidup masyarakat dapat terlihat dalam pertumbuhan ekonomi belakangan. Pada periode 2010-2020 atau sebelum covid-19, perekonomian nasional rata-rata tumbuh 5,4% per tahun dengan daya ungkit upah riil tumbuh 5,1% tiap tahun. 

Namun pada 2022-2024, rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya naik 5% dengan kenaikan upah riil stagnan di kisaran 1,2% saja. 

Elan juga menyinggung adanya ketimpangan pada berbagai dimensi antarkelompok pendapatan, antarwilayah, antarlatar belakang sosial dan demografi, yang ditandai dengan mandeknya peningkatan kesejahteraan kelompok bawah, rentan, dan menengah. 

"Sementara kelompok atas tumbuh lebih pesat," ujarnya.

Masyarakat Miskin di Maluku-Papua Masih Banyak
Menurut Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) UI, tingkat kemiskinan di Maluku dan Papua secara konsisten selalu lebih tinggi dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. 

Rata-rata penduduk miskin di Maluku-Papua ada sebanyak 38,9% di tahun 2005, menurun menjadi 28,7% di 2015 dan menjadi 24,7% di 2025. Meski ada penurunan, persentase penduduk miskin ini terpaut jauh dibandingkan wilayah lainnya. 

Baca Juga: BPS: Tingkat Kemiskinan Di 5 Provinsi Masih Meningkat
Jumlah Penduduk Miskin Turun Jadi 23,85 Juta Orang, Begini Kata Istana

Misalnya, jumlah penduduk miskin di Jawa pada 2005 ada sekitar 16,1%, Sumatra 17,8%, Kalimantan 11,6%, Sulawesi 17,2%, dan Bali Nusra 21,5%. Capaian ini terus lanjut menurun hingga 2025, di mana jumlah penduduk miskin di Jawa sebanyak 8,0%, Sumatra 8,2%, Kalimantan 5,1%, Sulawesi 8,9%, dan Bali Nusra 11,9%.

Dengan demikian, jumlah masyarakat miskin di wilayah Papua dan Maluku saat ini masih lebih tinggi dibandingkan wilayah lain di tanah air.

Lapangan Kerja Terus Menyusut
Berikutnya, ekonom UGM Wisnu Setiadi menyampaikan, salah satu bukti kentara penurunan kualitas hidup masyarakat RI terlihat pada penyusutan ketersediaan lapangan kerja di tanah air.

"Menyusutnya ketersediaan lapangan kerja yang berkualitas bagi masyarakat kebanyakan, termasuk untuk kalangan muda yang merupakan aset bangsa yang krusial," jelas Wisnu. 

Dia membeberkan, dalam kurun waktu 2008-2024, sebanyak 80% lapangan kerja baru atau sekitar 14 juta lapangan kerja, tercipta di sektor berbasis rumah tangga (home based enterprise) dengan upah di bawah rata-rata nasional. 

Baca Juga: Menagih Janji Tersedianya 19 Juta Lapangan Kerja
Gelombang PHK Buramkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

Bahkan di pekerjaan formal, terdiri dari 25% pekerja pemerintah dan 31% pekerja swasta belum memiliki asuransi kesehatan.

Aliansi Ekonom Indonesia juga menyoroti proses pengambilan kebijakan pemerintah yang tidak berdasar pada bukti dan minim teknokrasi. 

Hal ini menyebabkan misalokasi sumber daya, lemahnya tata kelola kelembagaan, kurangnya empati dan keterbukaan atas masukan dan kritik, sehingga berbagai kebijakan dan program tidak menjawab kebutuhan masyarakat. 

"Pungutan liar dan judi online turut merongrong kemampuan masyarakat terutama kelompok rentan," jelas Aliansi Ekonom Indonesia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar