c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

06 Oktober 2022

20:24 WIB

Purbaya: Masih Ada Peluang Ekonomi RI Tumbuh Baik Di 2023

Indonesia dinilai sudah menemukan cara yang jitu untuk menghindari dan meringankan tekanan eksternal. Juga terlatih dalam menghadapi krisis

Purbaya: Masih Ada Peluang Ekonomi RI Tumbuh Baik Di 2023
Purbaya: Masih Ada Peluang Ekonomi RI Tumbuh Baik Di 2023
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa. ValidNewsID/Arief Rachman

JAKARTA - Tahun depan, sejumlah pihak banyak yang meramalkan resesi global akan terjadi. Kelesuan ekonomi di paruh kedua tahun 2022 ini menjadi sinyal negatif kinerja ekonomi global tahun depan.

Meski begitu, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Sadewa masih optimistis, ekonomi Indonesia masih akan mampu tumbuh dengan baik pada tahun depan di tengah adanya ancaman resesi global.

“Kalau saya lihat kita masih bisa tumbuh dengan baik tahun depan. Jadi teman-teman sektor perbankan tidak perlu terlalu takut dan pesimistis terhadap prospek ekonomi ke depan,” katanya dalam Webinar di Jakarta, Kamis (6/10).

Purbaya mengatakan, banyak orang khawatir ekonomi tahun depan akan susah karena global diprediksikan mengalami resesi, seiring adanya berbagai tantangan pasca pandemi covid-19. Tantangan itu di antaranya terkait kenaikan inflasi dan harga energi.

Lalu, ada pelemahan beberapa ekonomi utama dunia seperti Amerika Serikat dan China serta kenaikan suku bunga. Faktor-faktor tersebut dianggap bakal membuat masyarakat hidup di era yang penuh dengan gejolak, ketidakpastian, kompleks dan ambigu.

Tak heran, berbagai lembaga internasional memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh sebesar 2,9% sampai 3,2% untuk 2022. Sementara itu, tahun depan hanya 2,8% sampai 3%.

“Pelambatan ekonomi yang dikombinasikan kenaikan harga akhirnya dapat memicu risiko terjadinya stagflasi di beberapa negara,” ujarnya.

Meski demikian, Purbaya menuturkan Indonesia sudah menemukan cara yang jitu untuk menghindari dan meringankan tekanan eksternal, sehingga terlatih dalam menghadapi krisis.

“Kalau saya lihat dari pengalaman kita selama ini dan strategi yang sudah kita terapkan selama ini, kita sudah menemukan cara jitu untuk menghindari atau meringankan tekanan negatif dari luar,” cetusnya.

Ia mengatakan bahwa siklus bisnis Indonesia paling pendek tujuh tahun jadi jika Indonesia resesi pada 2020 dan mulai pulih pada 2021, seharusnya perbaikan ini bisa ekspansi maksimal sampai2028.

“Itu paling tidak. Kalau kita pintar sedikit maka 10 tahun kita bisa ekspansi atau sampai 2031 nanti,” serunya.

AS Dan Eropa
Terpisah, Kamis (6/10), Kantor Riset Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO) memproyeksikan Amerika Serikat (AS) dan Kawasan Eropa akan mengalami resesi pada akhir tahun 2023. Tepatnya dalam 12 bulan hingga 18 bulan ke depan.

Kemungkinan perkiraan tersebut semakin meningkat memasuki akhir tahun 2022, dimana pada awalnya di Juni 2022 kemungkinan resesi kedua wilayah tersebut belum mencapai 50%.

"Bahkan khusus untuk AS, risiko resesi dalam 12 hingga 18 bulan ke depan meningkat hampir 80%, atau juga kemungkinan dengan Eropa," ucap Kepala Ekonom AMRO Hoe Ee Khor dalam konferensi pers "Quarterly Update on ASEAN+3 Regional Economic Outlook 2022" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

Sejauh ini, kata dia, AS masih bertahan cukup baik meskipun baru-baru ini terdapat pelonggaran di pasar tenaga kerja. Namun, Bank Sentral AS, Federal Reserve (Fed) bertekad untuk menurunkan tingkat inflasi sehingga, timbul kekhawatiran global atas kebijakan tersebut.



Ia melanjutkan, krisis energi Eropa mendorong kawasan Eropa lebih dekat ke resesi. Sementara pengetatan moneter agresif The Fed, meningkatkan risiko hard landing atau kesulitan mengakhiri periode kelebihan permintaan dan inflasi tanpa memicu resesi.

Khor menyebutkan, pasar memperkirakan suku bunga acuan Fed akan meningkat ke kisaran level 4,5%, dimana saat ini sudah berada dalam rentang 2,25% sampai 2,5%.  Dengan peningkatan kekhawatiran resesi di Negeri Paman Sam dan Kawasan Eropa, lanjutnya, permintaan aset aman seperti dolar AS pun meningkat.

Implikasinya, mata uang regional ASEAN+3 telah melemah, dengan pasar saham jatuh dan biaya pinjaman meningkat lebih tinggi.

"Saya pikir ada aksi jual besar-besaran dalam pergerakan pasar di kawasan ASEAN+3. Ini seperti aset risiko pasar ekuitas dan tekanan pada solvabilitas di pasar negara berkembang karena terdapat arus modal keluar dan suku bunga domestik juga telah naik," tuturnya.

Revisi Ke Bawah
Untuk Indonesia, AMRO juga meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022, dari 5,1% pada Juli menjadi 5,2% pada Oktober. Dengan perkiraan inflasi yang juga meningkat dari 3,4% menjadi 4,4%.

"Untuk beberapa negara-negara ASEAN, inflasi memang mulai menjadi lebih kuat dan besar," Hoe Ee Khor.

Meski begitu untuk tahun 2023, lembaga riset tersebut memperkirakan ekonomi Indonesia akan sedikit menurun menjadi 5,1% atau direvisi ke bawah dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,4%.

Selain itu, inflasi domestik pada tahun depan diproyeksikan meningkat menjadi 5%, yang juga merupakan revisi ke atas dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,6%.  Revisi ke atas perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 diikuti oleh mayoritas negara lainnya di ASEAN, seperti Kamboja, Laos, Malaysia, serta Vietnam.

Sebaliknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi beberapa negara lainnya seperti Brunei Darussalam dan Myanmar justru menurun, sementara Thailand cenderung sama.

"Khusus Brunei terutama karena mereka sedang berjuang dalam produksi minyak," jelasnya.

Dengan peningkatan proyeksi pertumbuhan mayoritas negara tersebut, Khor mengatakan perkiraan pertumbuhan ekonomi ASEAN juga ditingkatkan dari 5,1% menjadi 5,3% pada 2022. Tetapi untuk tahun depan diturunkan dari perkiraan pertumbuhan 5,2% menjadi 4,9%.

Proyeksi inflasi juga ditingkatkan dari 6,2% menjadi 7,6% pada 2022 untuk wilayah tersebut. Kemudian dari 3,2% menjadi 4% pada 2023.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar