c

Selamat

Jumat, 29 Maret 2024

EKONOMI

29 November 2022

16:21 WIB

Produsen Barang Substitusi Impor Diganjar Insentif

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP), capaian penggunaan produk dalam negeri sudah mencapai angka Rp547 triliun atau setara dengan 44,9%.

Editor: Rikando Somba

Produsen Barang Substitusi Impor Diganjar Insentif
Produsen Barang Substitusi Impor Diganjar Insentif
Ilustrasi pekerja dalam pakaian pelindung pekerja keras tengah melakukan proses produksi dengan logam cair di pengecoran. Shutterstock/Dok

JAKARTA - Investor dan industri yang berhasil memproduksi barang substitusi impor, akan peroleh insentif. Pemberian insentif, kata Presiden Jokowi, menjadi salah satu dari empat langkah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.

“Berikan insentif bagi investor dan industri yang mengembangkan dan memproduksi produk substitusi impor,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan secara daring dalam Rapat Koordinasi Monitoring Evaluasi Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 dipantau di Jakarta, Selasa (29/11).

Inpres Nomor 2/2022 sendiri berintikan percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk Usaha Mikro Kecil (UMK) dan koperasi dalam menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah

Selain insentif, Presiden menyerukan perlunya  peningkatan produk dalam negeri yang memiliki sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Kemudian, juga dibutuhkan percepatan proses digitalisasi untuk peningkatan penyerapan produk dalam negeri dan produk UMK dan koperasi. 

Dalam langkah tersebut, turut juga termasuk penggunaan kartu kredit pemerintah pusat dan daerah dalam pengadaan barang dan jasa.

Dan, yang ketinggalan harus dilakukan adalah peningkatan riset untuk menciptakan industri yang mampu mensubstitusi produk impor. Dengan meningkatnya penggunaan produk dalam negeri, kata Presiden Jokowi, maka akan bertambah lapangan kerja dan menjadi stimulus bagi industri-industri kecil.

“Sehingga perekonomian nasional akan terus bergerak dan tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Presiden Jokowi.

Lebih 500 Triliun
Soal penggunaan produk dalam negeri, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP), capaian penggunaan produk dalam negeri sudah mencapai angka Rp547 triliun atau setara dengan 44,9%.  

Capaian ini dinilai Presiden Jokowi cukup baik, karena sudah melewati target yang dicanangkan sebesar 40%. Namun, dia menegaskan, bahwa di tahun depan, capaian ini harus jauh lebih tinggi. 

“Tapi belanja produk dalam negeri tahun 2023 harus lebih tinggi lagi,” kata Presiden Jokowi.



Di sisi lain, pemerintah optimistis industri manufaktur Indonesia masih akan bergeliat di tengah ancaman resesi dan ketidakpastian global pada tahun 2023.

Asisten Deputi Strategi dan Kebijakan Percepatan Investasi Kemenko Kemaritiman dan Investasi Ferry Akbar Pasaribu menegaskan pemerintah tidak gentar dengan prognosis global. Dia memandang, peluang untuk pengembangan industri manufaktur nasional masih terbuka lebar.

“Terkait manufaktur, mau tidak mau kita harus cerdas. Kita harus tahu potensi resesi tetapi tidak boleh takut. Kita harus lebih cermat memperhatikan subsektor manufaktur mana saja yang punya potensi tinggi,” katanya, dikutip dari Antara.

Dia mengungkapkan, setidaknya ada dua bidang industri di sektor manufaktur yang potensi cemerlang ke depan, yakni semikonduktor dan kesehatan. Industri semikonduktor dinilai krusial karena jadi komponen di hampir semua barang mulai dari telepon genggam, laptop, perabotan rumah tangga, hingga mobil.

Kini, di tataran global, pemain di industri itu tak banyak. Ada Taiwan, China, Korea, dan Jepang yang membuatnya. Dari catatan tersebut, Indonesia bisa meraup potensi tersebut karena punya suplai lokasi yang besar serta dukungan kelistrikan yang sudah jauh lebih baik.

Di sektor lain, industri kesehatan dinilai tidak akan pernah mati dan selalu punya pasar. Paling tidak dua itu yang besar dan tidak ada matinya dan Indonesia bisa memanfaatkan. Industri manufaktur RI terus mengalami tren positif terutama pada masa pemulihan selepas terdampak pandemi covid.

Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, terdapat tujuh sektor yang menjadi prioritas pengembangan dalam kesiapan memasuki era industri 4.0 yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, kimia, alat kesehatan, serta farmasi. Sektor industri pengolahan nonmigas saat ini menjadi yang paling banyak berkontribusi terhadap perekonomian nasional, dengan mencapai 16,10%.

Sejumlah sektor industri yang tumbuh positif antara lain industri logam dasar; industri mesin dan perlengkapan; industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik hingga industri alat angkutan. 

Sementara itu, sejumlah subsektor industri yang terindikasi terdampak melemahnya perekonomian global yaitu industri makanan dan minuman, industri kimia, farmasi dan obat tradisional, industri barang galian bukan logam, serta industri furnitur.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER