c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

01 Agustus 2023

14:16 WIB

PMI Manufaktur RI Naik Jadi 53,3, Menperin Tepis Isu Deindustrialisasi

PMI Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan indeks pada Juli 2023 sebesar 53,3 atau naik dari 52,5 pada bulan sebelumnya. Menperin pun menepis isu deindustrialisasi.

Editor: Fin Harini

PMI Manufaktur RI Naik Jadi 53,3, Menperin Tepis Isu Deindustrialisasi
PMI Manufaktur RI Naik Jadi 53,3, Menperin Tepis Isu Deindustrialisasi
Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan produksi tas di pabrik milik PT Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) di Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (14/62023). Antara Foto/Raisan Al Farisi

JAKARTA - Kondisi seluruh sektor industri manufaktur di Indonesia kembali menguat pada Juli 2023, didukung peningkatan permintaan. Pertumbuhan permintaan baru yang lebih cepat dan efisiensi ini menyebabkan peningkatan tajam pada aktivitas produksi di awal kuartal ketiga.

Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan indeks pada Juli 2023 sebesar 53,3 atau naik signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang menyentuh level 52,5.

“Tingkat ekspansi di bulan Juli yang melonjak naik ini merupakan tertinggi sejak September 2022 atau 10 bulan terakhir. Selain itu, ekspansi PMI manufaktur kita juga konsisten selama 23 bulan berturut-turut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi, Selasa (1/8).

PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Juli melampaui PMI Manufaktur Malaysia (47,8), Vietnam (48,7), Filipina (51,9), Taiwan (44,1), China (49,2), Jepang (49,6), Korea Selatan (49,4), Amerika Serikat (49,0), dan Jerman (38,8). 

Agus menuturkan, capaian ini menunjukkan tingkat optimisme dari para pelaku industri manufaktur di Indonesia masih tinggi dan terus bergeliat di tengah ketidakstabilan kondisi global dan melemahnya pasar dunia. 

“Ekspansi industri juga tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Juli yang mencapai 53,31. Artinya, tingkat ekspansi PMI Manufaktur Indonesia dan IKI ini sejalan,” tutur Agus.

Baca Juga: Sektor Industri Masih Jadi Kontributor Tertinggi Penerimaan Pajak

Pada aspek kepercayaan diri dalam bisnis, PMI manufaktur Juli 2023 menunjukkan, para pelaku industri menyatakan tetap optimistis terhadap produksi dalam setahun ke depan. 

Secara umum, perusahaan meyakini bahwa penjualan akan meningkat seiring dengan makin membaiknya kondisi ekonomi. 

Hal ini juga senada dengan mayoritas responden IKI (66,1%) yang optimis terhadap kondisi usaha enam bulan ke depan. Mereka juga menyatakan yakin kondisi pasar akan membaik dan kepercayaannya karena kebijakan pemerintah pusat yang lebih baik.

Menanggapi capaian PMI Manufaktur Indonesia pada Juli 2023, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence Jingyi Pan mengatakan sektor industri manufaktur Indonesia terus memperlihatkan momentum pertumbuhan yang kuat pada awal kuartal ketiga.

“Percepatan total pertumbuhan pesanan baru tidak hanya didukung oleh kenaikan permintaan domestik, tetapi juga didukung oleh kenaikan baru pada bisnis baru dari luar negeri, menunjukkan perbaikan kondisi permintaan secara meluas,” ujarnya.

Tepis Deindustrialisasi
Agus menegaskan, beberapa indikator tersebut menunjukkan Indonesia tidak mengalami deindustrialisasi. 

“Sebab, pertumbuhan industri masih baik, berada di level ekspansif. Kontribusi terhadap PDB juga masih yang tertinggi dibandingkan sektor lainnya, termasuk kontribusi dari ekspor dan pajak,” paparnya.

Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk terus menciptakan iklim usaha yang semakin kondusif bagi para pelaku industri di tanah air. Misalnya, kebijakan dalam percepatan pengembangan ekosistem kendaraan bermotor berbasis listrik.

Sejumlah keputusan pun sudah diambil, mulai dari evaluasi persyaratan pembelian sepeda motor listrik, relaksasi regulasi, dan insentif agar Indonesia semakin berdaya saing di antara negara kompetitor dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik.

“Pertama, pemerintah mengevaluasi program bantuan pemerintah yang sudah digulirkan. Berkaitan dengan requirement atau syarat-syarat yang sebelumnya ditetapkan sebagai syarat itu akan kita hapuskan. Jadi, nanti yang mendapat bantuan pemerintah untuk pembelian motor listrik itu berbasis NIK atau KTP. Satu KTP (atau) satu NIK itu hanya boleh beli satu motor listrik,” terangnya.

Baca Juga: Indef: Manufaktur Indonesia Tunjukkan Gejala Deindustrialisasi

Pemerintah juga akan menyiapkan regulasi untuk memberikan insentif terhadap calon investor yang akan membawa investasi mobil listrik ke Indonesia. 

“Kita ingin insentif fiskal itu kompetitif, dibandingkan negara kompetitor kita. Misalnya, pajak CBU (completely built up) itu nanti bisa kita nol-kan, PPN-nya nanti bisa kita nol-kan. Ini sedang kita rumuskan, tentu bersama dengan kementerian terkait,” imbuh Menperin.

Dia optimistis, melalui kebijakan strategis yang probisnis ini, akan meningkatkan ekspektasi positif pelaku industri terhadap kondisi ekonomi Indonesia, sehingga berpeluang dalam menarik investasi baru ke dalam negeri.

“Pemerintah akan terus mendorong daya saing ekonomi, terutama pada saat kondisi PMI Manufaktur Indonesia terus mencatatkan ekspansi,” jelasnya. 

Bahkan, lanjut Agus, penguatan permintaan domestik yang cukup tinggi turut mengangkat aktivitas produksi manufaktur nasional. Hal ini membuat beberapa perusahaan melakukan perekrutan tenaga kerja baru dengan jumlah yang cukup banyak.

“Kenaikan penjualan yang didorong oleh permintaan dalam negeri menjadi sentimen utama atas prospek positif ekonomi ke depan. Oleh karena itu, kami tetap berkomitmen untuk terus menjalankan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN),” ucapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar