c

Selamat

Kamis, 16 Mei 2024

EKONOMI

01 Desember 2022

19:59 WIB

PMI Manufaktur Indonesia Turun ke 50,3, Sedikit di Atas Zona Kontraksi

Data PMI Manufaktur mengungkap pertumbuhan sektor manufaktur melambat pada pertengahan menuju kuartal IV.

Penulis: Rheza Alfian

Editor: Fin Harini

PMI Manufaktur Indonesia Turun ke 50,3, Sedikit di Atas Zona Kontraksi
PMI Manufaktur Indonesia Turun ke 50,3, Sedikit di Atas Zona Kontraksi
Ilustrasi manufaktur. Pekerja melakukan perakitan ponsel cerdas Nokia C-series di PT Sat Nusapersada di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (8/11/2022). Antara Foto/Teguh Prihatna

JAKARTA – Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari S&P Global tercatat di posisi 50,3 pada November 2022, turun dari 51,8 dari bulan selanjutnya. 

S&P mencatat headline PMI konsisten dengan lima belas bulan berturut-turut di atas 50 menunjukkan perbaikan kesehatan sektor manufaktur Indonesia. Akan tetapi, tingkat ekspansi merupakan yang paling lambat dalam lima bulan, dan hanya pada kisaran kecil di bawah zona kontraksi.

“Data PMI November mengungkap pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia melambat pada pertengahan menuju kuartal IV. Perbaikan lambat di keseluruhan kondisi permintaan di tengah penurunan besar pada penjualan asing merupakan salah satu penyebab hilangnya momentum pertumbuhan,” kata Economics Associate Director S&P Markit Jingyi Pan dalam laporannya, Kamis (1/12).

Ia menjelaskan, asal penurunan permintaan adalah kenaikan biaya yang terus terjadi. Meski inflasi harga kembali melambat pada November, yang memberikan sedikit kelegaan bagi perusahaan manufaktur. 

Namun demikian, harga juga terus naik karena perusahaan meneruskan biaya tambahan kepada klien, yang mungkin memerlukan perhatian kebijakan moneter lanjutan dalam waktu dekat.

“Kepercayaan diri dalam bisnis terus menurun pada bulan November menandai bahwa risiko bahwa sektor bisa jatuh kecuali ada perbaikan yang nyata pada permintaan,” imbuh Jingyi Pan.

Laporan S&P Global menyebut produksi manufaktur Indonesia terus berekspansi pada November, didorong oleh kenaikan permintaan. Namun demikian, tingkat pertumbuhan permintaan baru dan output turun dari posisi Oktober dan hanya pada kisaran marginal.

Responden survei melaporkan bahwa kondisi permintaan utama dan pemenangan klien baru mendukung keseluruhan ekspansi bisnis baru, meski beberapa perusahaan melihat permintaan turun di tengah kondisi ekonomi yang menurun dan permasalahan pasokan. 

Permintaan asing pun turun tajam dan pada kisaran cepat dalam 15 bulan, dengan kondisi ekonomi global yang lemah.

Dengan pertumbuhan produksi yang lambat dan permintaan yang turun, penumpukan pekerjaan mulai terbentuk kembali pada November, meski hanya sedikit. 

Permasalahan pasokan juga berkontribusi terhadap akumulasi bisnis yang belum terselesaikan, dengan waktu tunggu pesanan yang diperpanjang karena kondisi cuaca buruk dan hambatan pasokan.

Sementara itu, pertumbuhan aktivitas pembelian melambat sejalan dengan keseluruhan permintaan. Kuantitas pembelian naik pada kisaran rendah pada periode ekspansi 15 bulan saat ini, yang berakibat pada penurunan stok pembelian pada November. 

Kenaikan harga juga menyebabkan perusahaan manufaktur Indonesia mengurangi kepemilikan inventaris pra produksi. Secara bersamaan, inventaris pasca produksi terus turun di tengah perlambatan permintaan dan pertumbuhan output yang lemah.

Adapun tingkat ketenagakerjaan terus naik, meski pada kisaran marginal. Dilaporkan perusahaan manufaktur melakukan memperluas kapasitas tenaga kerja mereka pada November untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan produksi.

Dari segi harga, biaya input terus naik pada seluruh sektor manufaktur pada November. Namun demikian, tingkat inflasi turun ke posisi terendah sejak Desember 2020. Akan tetapi, kenaikan biaya sering berkaitan dengan kenaikan harga bahan baku dan BBM mendorong pabrik untuk kembali kenaikan harga output pada November.

Sentimen secara keseluruhan pada sektor manufaktur terkait tahun mendatang bertahan positif, namun kepercayaan diri dalam bisnis turun sejak Juni.

Sementara sebagian besar responden survei mengharapkan kenaikan penjualan pada masa mendatang, beberapa lainnya khawatir kondisi ekonomi global mempengaruhi kinerja mendatang.

Patut Disyukuri
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perindustrian Agus Kartasasmita mengatakan bersyukur PMI Manufaktur Indonesia masih bisa ekspansif di tengah perlambatan ekonomi global.

“Kondisi PMI manufaktur yang ekspansif ini patut disyukuri di tengah perlambatan ekonomi global. Hal ini berarti pelaku industri di Tanah Air tetap optimis dengan kondisi bisnisnya dan terus berekspansi,” katanya dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (1/12).

Penurunan PMI manufaktur dari bulan sebelumnya terjadi di sejumlah negara ASEAN, seperti Vietnam (50, 6 turun ke 47,4), Malaysia (48,7 turun ke 47,9), dan Myanmar (45.7 turun ke 44,6). 

Kondisi PMI manufaktur Indonesia juga lebih baik bila dibandingkan dengan Jepang (50,7 turun ke 49,0) maupun China dan Korea Selatan yang masih menunjukkan kontraksi di angka 49,4 dan 49.

Agus menerangkan, kondisi PMI manufaktur Indonesia pada November lalu dipengaruhi oleh permintaan baru dan output yang turun, namun masih terdapat pelaku industri yang melaporkan bahwa kondisi permintaan utama dan pemenangan klien baru mendukung keseluruhan ekspansi bisnis baru. 

Kondisi ini sejalan dengan hasil survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dilakukan oleh Kemenperin. Hasil survei IKI November 2022 yang telah dirilis pada 30 November 2022 juga menunjukkan penurunan produksi yang disebabkan oleh turunnya pesanan.

Meski demikian, industri manufaktur masih memiliki optimisme terhadap bisnisnya, dengan didukung daya beli masyarakat yang masih terjaga, tercermin dari inflasi pada bulan Oktober sebesar 5,71%.

Selain itu, persiapan perayaan Natal dan tahun baru di bulan ini juga mendukung peningkatan pesanan.

“Pertumbuhan ekonomi yang positif pada sejumlah negara mitra di triwulan III 2022, di antaranya China, Jepang, dan Amerika Serikat, juga menjadi sinyal yang mendukung kepercayaan diri para pelaku industri,” ucap Agus.

Sementara itu, Indeks Kepercayaan Industri yang dirilis oleh Kemenperin menunjukkan angka 50,89 pada November 2022, yang artinya berada dalam fase ekspansi. Dari 23 subsektor industri yang disurvei, 11 subsektor yang mewakili 71,3% dari keseluruhan sektor industri mengalami ekspansi.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan, 31,8% perusahaan industri yang disurvei menjawab bahwa terjadi peningkatan kegiatan usaha secara umum pada bulan 2022, sedangkan 36,5% menjawab tetap, dan 31,7% menurun. 

“Kemudian, mayoritas (58,1%) menjawab pandangan kondisi enam bulan ke depan optimis, 2,8% menjawab stabil, dan 18,1% pesimis,” kata Febri.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar