c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

27 Agustus 2025

20:01 WIB

Pinjam Rp3 Juta Jadi Rp30 Juta, AFPI Ingatkan Bahaya Pinjol Ilegal

Pembatasan bunga pinjol 0,8% per hari yang diberlakukan sejak 2019 bukanlah kesepakatan harga antarplatform, melainkan arahan regulator, yakni OJK.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Pinjam Rp3 Juta Jadi Rp30 Juta, AFPI Ingatkan Bahaya Pinjol Ilegal</p>
<p id="isPasted">Pinjam Rp3 Juta Jadi Rp30 Juta, AFPI Ingatkan Bahaya Pinjol Ilegal</p>

Sharing session Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)  di Jakarta, Rabu (27/8). ValidNewsID/Fitriana Monica Sari

JAKARTA - Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal di Sleman, Yogyakarta, sempat menghebohkan masyarakat Indonesia. Lantaran, laporan masyarakat mengungkap praktik bunga 4% per hari, membuat pinjaman yang semula Rp3 juta membengkak menjadi Rp30 juta hanya dalam hitungan bulan.

Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyebut, praktik itu sebagai bentuk predatory lending yang berbahaya bagi konsumen.

“Bayangkan, pinjam Rp3 juta dalam 2–3 bulan bisa jadi Rp30 juta. Itu jelas predatory lending, dan praktik seperti itu dilarang. Karena itu, ada pembatasan bunga,” kata Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansyah dalam sharing session di Jakarta, Rabu (27/8).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, perbedaan antara pinjol ilegal dan legal. Pada pinjol legal, yang sekarang kerap disebut pinjaman daring (pindar), bunga yang dibebankan pada konsumen dibatasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara, pada pinjol ilegal, bunga yang diberikan bisa menjulang tinggi.

Baca Juga: AFPI: Jumlah Pinjol Ilegal 30 Kali Lebih Besar Dari Pinjol Legal

Karena itu, pembatasan bunga 0,8% per hari yang diberlakukan sejak tahun 2019 bukanlah kesepakatan harga antarplatform, melainkan arahan regulator.

“Kalau ini (pembatasan bunga) kan arahan OJK. Jadi bukan inisiatif pelaku usaha yang duduk bersama untuk menetapkan harga,” tegas dia.

Menurut Kuseryansyah, aturan itu justru membatasi keuntungan perusahaan. Tapi di sisi lain, konsumen dapat terlindungi dari pinjol ilegal.

“Awalnya pelaku usaha mungkin merasa tidak happy karena tanpa aturan mereka bisa menetapkan bunga lebih tinggi. Dengan adanya batas, keuntungan mereka dibatasi, konsumen terlindungi,” ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, ketentuan bunga dipangkas menjadi 0,4%, hingga akhirnya OJK menetapkan batas maksimal 0,3% per hari melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19 Tahun 2023 (SEOJK 19/2023).

Seiring dengan hal itu, AFPI pun merespons dengan resmi mencabut aturan internalnya pada 8 November 2023.

“Jadi, selain memang tidak pernah ada kesepakatan, bukti yang dianggap ada pun sebenarnya sudah tidak relevan lagi karena sudah tidak berlaku,” ungkap Kuseryansyah.

Masih dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha FHUI Ditha Wiradiputra menilai penggunaan istilah "kartel" dalam polemik pinjaman daring kurang tepat.

“Kalau kita konsisten dengan UU, istilah kartel tidak tepat. Yang sesuai disebut penetapan harga atau price fixing. Ini penting agar tidak terjadi misinterpretasi,” terang dia.

Baca Juga: Pakar: Sidang Dugaan Kartel Pinjol KPPU Bisa Hambat Investasi Asing

Ditha pun turut meragukan apakah pedoman asosiasi bisa langsung dikategorikan sebagai price fixing.

Ia memberikan contoh, praktik price fixing biasanya berbentuk kesepakatan tertutup antarperusahaan untuk menyamakan harga. Salah satunya adalah kasus SMS operator telekomunikasi beberapa tahun lalu.

Sebelumnya, KPPU menyebut, ada 97 perusahaan fintech P2P lending yang berstatus terlapor dalam perkara dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999. Mirisnya, jumlah ini menjadi yang terbanyak dalam sejarah lembaga tersebut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar