22 September 2023
19:17 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Pemerintah dan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) sama-sama mendorong pelaku industri furnitur di Indonesia untuk membuka peluang pasar ke China, bukan lagi hanya menyasar negara barat seperti Amerika dan Eropa.
Sejalan dengan itu, pemerintah yang diwakili Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan HIMKI menyambut undangan pameran furniture yang diselenggarakan oleh China International Furniture Fair (CIFF). Nantinya, pameran CIFF akan digelar di Guangzhou, China, pada Maret 2024.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria meyakini produk mebel dan kerajinan dalam negeri mampu bersaing di pasar China meski sesama eksportir furnitur. Hal itu dikarenakan, Indonesia memiliki karakteristik produk furnitur yang berbeda dengan buatan China.
“Indonesia termasuk kuat di furniturnya, hanya saja selama ini pasar kita baru Amerika dan Eropa. Kolaborasi Indonesia-China nanti bisa memenuhi lini produksi, artinya kita dari solid wood-nya, mereka (China) dari engineered wood-nya, jadi kombinasi produk lengkap begitu harapannya,” ujarnya saat ditemui Validnews di Jakarta, Jumat (22/9).
Baca Juga: Jokowi Ingin Industri Mebel RI Saingi Vietnam Dan Malaysia
Merri menyampaikan Indonesia sedang memperluas pasar furnitur, ke China, India dan Timur Tengah. Dia mengatakan kondisi perekonomian Amerika dan Eropa sedang lesu, itu sebabnya Indonesia memperluas pasar furnitur dengan membidik tiga negara baru tersebut.
Dia menuturkan furnitur buatan dalam negeri sudah mampu bersaing di Amerika dan Eropa, yang notabene memiliki persyaratan lebih ketat. Oleh karena itu, dia pun optimis pemain mebel dan kerajinan bisa bersaing, terutama di China.
“Traditional market kita itu Amerika dan Eropa saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kita berupaya mencari non-traditional market, salah satunya yang penduduk terbesar yaitu China. Kita perkokoh pasar India, Timur Tengah dan China,” kata Merri.
Ia menyebutkan ekspor mebel dan kerajinan Indonesia pada 2022 mencapai US$3,6 miliar atau setara Rp55,33 triliun. Sementara HIMKI menargetkan ekspor mencapai US$5 miliar. Untuk mencapai target itu, sambung Merri, diperlukan upaya seperti perluasan pasar.
Merri memprediksi Indonesia akan meraup peluang dan transaksi yang cukup tinggi jika turut hadir di CIFF. Hal itu dikarenakan skala pameran CIFF sangat besar dengan menargetkan sebanyak 4.000 peserta pameran, dan 300.000 pengunjung. Sayangnya, dia tidak menyebut potensi transaksi yang bisa diraup.
“Kita pameran ke China itu mengambil peluang cukup baik, karena ada 4.000 exhibitor dan pengunjungnya 300.000,” kata Merri.
Rotan Harusnya Jadi Komoditas Unggul Indonesia di Pameran
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur membenarkan bahwa Indonesia tengah memperluas pasar furnitur ke China. Menurutnya, China memiliki pasar terbesar, ditambah dengan jumlah penduduk yang besar pula. Dengan demikian, dia menilai potensi pembeliannya pun lebih besar.
“HIMKI sudah membuat statement, kita tak lagi pikirkan pasar Amerika dan Eropa. Harus mau masuk ke pasar emerging market seperti China, India dan Timur Tengah. Jadi ajakan China akan kita sambut, kita coba kerja sama,” ucapnya.
Abdul mengatakan Indonesia perlu produk khas untuk bisa bersaing di pasar China. Pasalnya, negara tirai bambu itu juga sama-sama penghasil mebel dan kerajinan. Dia menyebutkan produk dalam negeri otentik yang mampu bersaing di antaranya rotan, jati, dan mahoni.
“Pasti kita harus lawan dengan sesuatu yang China tidak lakukan, atau teknologi yang mereka punya kita ambil, kita sentuh dengan added value berbeda. Misal rotan, jati, mahoni, mereka enggak punya tapi kita punya,” tutur Abdul.
Wakil Ketua Umum HIMKI Santori menambahkan Indonesia memiliki satu komoditas kuat, yaitu rotan. Namun dia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melihat rotan sebagai komoditas strategis. Padahal, dia menyebutkan bahwa rotan 86% tumbuh di Tanah Air.
Dia memerinci data miliknya, yang menyatakan bahwa eksportir rotan terbesar adalah China, lalu disusul dengan Singapura. Dia menekankan Singapura bukan negara penghasil rotan seperti Indonesia, tetapi justru menjadi eksportir rotan.
“Terus terang pemerintah belum memandang rotan sebagai komoditas strategis untuk negara kita. Tidak ada yang pandang ini (rotan) satu-satunya materi kita, yang bikin Indonesia jadi nomor satu di dunia jika kita kembangkan,” kata Santori.
Baca Juga: Menperin Minta Industri Furnitur Genjot Ekspor
Indonesia Kuat Sebagai Eksportir Rotan OIahan
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian yang diterima Validnews, China dan Singapura silih berganti menjadi eksportir rotan mentah nomor satu di dunia dalam kurun 5 tahun, yaitu 2017-2021.
Dalam 4 tahun berturut-turut, pada 2017-2020, Singapura bertahan menjadi eksportir utama rotan mentah. Sementara pada periode yang sama, China bertahan menjadi eksportir rotan mentah nomor dua di dunia.
Untuk Singapura, pada 2017, nilai ekspor rotan mentahnya sejumlah US$6,27 juta, kemudian 2018 senilai US$6,11 juta. Lalu pada 2019 naik menjadi US$7,19 juta, dan pada 2020 senilai US$8,31 juta.
Selanutnya pada 2020, China baru naik kelas menjadi eksortir nomor satu dengan nilai ekspor sejumlah US$11,39 juta. Sementara Singapura tergeser ke posisi nomor dua. Untuk Indonesia, selama 2017-2020 tidak masuk dalam 10 negara pengekspor rotan mentah terbesar.
Selanjutnya, data Kemenperin menyatakan Indonesia menjadi eksportir rotan olahan nomor satu di dunia pada 2021. Kemenperin mencatat nilai ekspor rotan olahan Indonesia sejumlah US$208,13 juta.
Kemudian disusul dengan negara pesaing, China dengan nilai ekspor US$101,25 juta. Lalu top 10 lainnya, ada Vietnam, Amerika Serikat, Filipina, Belanda, Jerman, Spanyol, Belgia, dan Perancis.