c

Selamat

Rabu, 22 Mei 2024

EKONOMI

14 Juli 2023

13:20 WIB

Pergeseran Menuju Digitalisasi: Penggunaan AI Butuh SDM Berkualitas

Ketakutan akan adanya pekerjaan yang hilang karena adanya AI tidak sepenuhnya tepat, karena pada kenyataannya banyak profesi baru lahir dari adanya AI.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

Pergeseran Menuju Digitalisasi: Penggunaan AI Butuh SDM Berkualitas
Pergeseran Menuju Digitalisasi: Penggunaan AI Butuh SDM Berkualitas
Ilustrasi kecerdasan buatan. Seseorang sedang mengoperasikan Chatbot AI atau layanan komunikasi dengan kecerdasan buatan. Shutter stock/Ascannio

JAKARTA - Direktur Teknologi (CTO) Traveloka, Ray Frederick Djajadinata mengatakan penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) perlu didukung oleh sumber daya manusia berkualitas.

“Perkembangan teknologi AI dengan keterkaitannya dengan SDM. AI dan machine learning specialist adalah pekerjaan baru yang mendapat permintaan paling tinggi akhir-akhir ini, namun kebutuhannya belum terpenuhi dengan baik,” ungkap Ray dalam Webinar Digiweek 2023, yang diadakan oleh Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Jumat (14/7).

Ia mengatakan, beberapa hal penting dalam diskursus ini adalah pembangunan talenta di sektor digital ekonomi yang harus terus diperhatikan dengan mempertimbangkan aspek problem solving.

Menurut Laporan The Future Jobs dari WEF atau Forum Ekonomi Dunia, pada tahun 2025 mendatang terdapat 43% pelaku industri yang terindikasi akan melakukan reduksi jumlah tenaga kerja sebagai konsekuensi dari pilihan integrasi teknologi.

Tidak hanya itu, diproyeksikan pula akan terdapat 85 juta pekerjaan lama yang mungkin akan hilang dan 90 juta pekerjaan baru yang mungkin muncul akibat pembagian kerja antara manusia, mesin, dan algoritma.

Selain itu mengutip hasil studi dari LinkedIn, pada tahun 2020 lalu kebutuhan kecakapan digital di masa depan akan berfokus pada tiga hal yang dikenal sebagai The ABC, yaitu artificial intelligence, big data, dan cloud computing.

Baca Juga: Wujudkan Transformasi Digital Lewat Pelatihan dan Beasiswa

Sedangkan untuk kawasan Asia Pasifik sendiri diproyeksikan pada tahun 2030 akan terjadi kekurangan sebanyak 47 juta talenta digital di kawasan ini. Di level nasional, tercatat setidaknya 50% dari tenaga kerja baru memiliki keterampilan digital tingkat dasar dan menengah. Sedangkan mereka dengan keterampilan digital tingkat lanjutan merepresentasikan kurang dari 1% dari angkatan kerja Indonesia.

"Hal ini sangat relevan karena popularitas dan pertumbuhan adopsi AI menekankan pentingnya penguasaan aspek-aspek fundamental di bidang teknologi oleh tenaga kerja, termasuk ke mereka yang tergolong non-tech talent," katanya.

Ia melihat, inovasi teknologi termasuk AI, merupakan sebuah keniscayaan yang harus dihadapi dengan penuh kesiapan dan kemampuan beradaptasi. Sinergi antar pihak seperti pemerintah, industri, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menciptakan inovasi yang bermanfaat untuk masyarakat.

Ray melanjutkan, ketakutan akan adanya pekerjaan yang hilang karena adanya AI tidak sepenuhnya tepat. Karena, pada kenyataannya, banyak profesi baru lahir dari adanya AI.

Kembali menekankan pada perlunya SDM berkualitas dalam penggunaan AI, ia menyebut kekhawatiran akan pekerjaan yang tergantikan AI tidak diperlukan. Ia menilai, yang perlu menjadi perhatian adalah pada sumber daya manusia yang mampu menggunakan AI dengan baik.

Libatkan Industri
Sementara itu, Blockchain, Robotics and Artificial Intelligence Networks (BRAIN), Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Yandra Arkeman, menyebut, pengembangan AI ini harus dilakukan bersama-sama dan pengembangannya perlu melibatkan industri. Peran industri dalam hal ini adalah melihat peluang-peluang yang bisa diciptakan.

Industri menurutnya juga perlu melibatkan perguruan tinggi karena mereka memiliki kemampuan untuk riset. Sebaliknya, perguruan tinggi membutuhkan industri untuk mengaplikasikan hasil riset mereka. Sementara itu, pemerintah berperan dalam mengatur produk-produk riset bisa dikembangkan.

“Peranan ketiganya harus sama dan sama pentingnya. Dengan kolaborasi ini akan dihasilkan produk-produk dan inovasi. Ujungnya adalah manfaat untuk manusia, jangan sampai jadi bumerang,” ungkapnya.

Pemerintah, lanjutnya, punya peranan untuk membuat regulasi karena pada dasarnya teknologi itu baik dan diciptakan untuk membantu manusia.

"Pemerintah harus siap dalam menghadapi teknologi-teknologi baru dan sudah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi dalam menyikapi kemungkinan yang bisa terjadi," tekannya.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti CIPS Natasya Zahra menyebut, upaya peningkatan literasi digital perlu terintegrasi dengan kurikulum karena semakin relevannya kompetensi ini di tengah berkembangnya digitalisasi di masyarakat.

Baca Juga: Peluang Digitalisasi Industri dan Dampak Ke Tenaga Kerja

Kemampuan literasi digital sangat dipengaruhi dengan kemampuan literasi baca tulis, yakni kemampuan membaca, menulis, mencari, menganalisis, mengolah dan membagikan teks tertulis. Natasya menambahkan, salah satu faktor penyebab rendahnya literasi masyarakat Indonesia adalah kurangnya penekanan pada keterampilan berpikir kritis sejak usia dini.

"Prioritas pengembangan essential skills (numerasi dan literasi) dan pembelajaran TIK akan sangat bermanfaat pada berbagai konteks seperti berpikir kritis, kepemimpinan serta komunikasi. Hal ini juga mencakup penguasaan kompetensi digital seperti literasi," tandasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan hasil riset dari Google, Temasek, dan Bain & Company, gross market value (GMV) dari ekonomi digital Indonesia mencapai US$70 miliar pada 2021, menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Potensi ekonomi digital tersebut pun masih akan terus tumbuh ke depannya.

Menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, tingkat pertumbuhan majemuk (compound annual growth rate/CAGR) dari ekonomi digital Indonesia sebesar 20%, sehingga GMV-nya menjadi US$146 miliar pada 2025.

Secara rinci, GMV dari e-commerce di Indonesia merupakan yang terbesar, yakni US$53 miliar pada tahun 2022. Sektor layanan transportasi & antarmakanan berada di posisi kedua dengan GMV sebesar US$6,9 miliar. Serta GMV dari sektor media daring tercatat sebesar US$6,4 miliar.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar